Begini Cerita Pilu PKL Jalan Teratai usai Lapaknya Digusur Pemko

Begini Cerita Pilu PKL Jalan Teratai usai Lapaknya Digusur Pemko
Nenek Nilam
PEKANBARU (RIAUSKY.COM) - Dari awal penertiban hingga selesai, Nilam, seorang nenek (57) tahun yang mengaku telah berjualan di Jalan Teratai selama 5 tahun terus memperhatikan lapaknya dan lapak-lapak PKL lainnya diratakan oleh tim yustisi.
 
Wajah sedih dan air mata yang sudah berlinang, memulai keluh kesahnya kepada awak media. 
 
"Dulu saya sehari, pernah mencoba jualan di pasar yang disediakan pemerintah. Hasilnya, hingga pagi sampai malam hari, cuma Rp 20 ribu hasilnya," sebut Nilam.
 
Kelima anaknya, sudah menikah semua. Namun ia harus tetap berdagang untuk biaya kebutuhan hidupnya serta sewa rumah. 
 
Sewa satu lapak di depan salah satu toko emas di Jalan Teratai sekitar Rp 350 ribu per bulannya. 
 
"Biaya lain uang keamanan dan kebersihan sekitar Rp10 ribu sehari. Itu jatah preman, kalau tak dibayar dagangan kita bisa dihancurkan, saya pernah melihatnya sendiri. Namun saya rutin membayarnya," aku Nilam.
 
Jika dihitung sebulannya, PKL harus mengeluarkan budget sekitar Rp650 ribu per bulannya.
 
Namun Nilam mengaku kalau berdagang di Jalan Teratai biaya tersebut sudah tercukupi. "Karena perharinya dari jualan tahu, Nilam bisa mengais omset sekitar Rp 1 juta per harinya," sebutnya.
 
Nilam mengakui bahwa pemerintah menyediakan kios di Pasar higienis setelah mendaftar ke Dispas dan menunjukan fotokopi dan KK. "Janjinya 6 bulan gratis, tapi walaupun gratis saya ragu sepi pembeli. Karena disitu parkirnya ribet, pembeli lebih cenderung tawar-menawar sambil di atas kendaraan," katanya.
 
Ia berharap Pemko Pekanbaru, mencarikan kios yang juga menguntungkan buat PKL. "jangan mentang - mentang pasar itu (higienis,red) sudah terlanjur dibangun sebagai proyek, kami dipaksa masuk ke sana. Kami ini tidak bodoh juga," tutupnya. (R05)

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index