Sarmin Sudah 11 Tahun Jadi Mahout, Rawat Gajah Seperi Merawat Diri Sendiri

Sarmin Sudah 11 Tahun Jadi Mahout, Rawat Gajah Seperi Merawat Diri Sendiri
Sarmin sudah merawat diri Adei seperti merawat diri sendiri. Sejak tahun 2006 ia bergabung dengan Elephant Flying Squad (EFS) PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), saban hari ia bertemu dan bermain dengan Adei (32
UKUI (RIAUSKY.COM) - Sebelas tahun menjadi mahout atau penjaga sekaligus perawat gajah bukanlah hal yang mudah. Apalagi badan manusia tak sebanding dengan ukuran tubuh gajah. Namun, bagi Sarmin (40) berinteraksi dengan gajah telah menjadi rutinitas sehari-harinya.
 
Sejak tahun 2006 ia bergabung dengan Elephant Flying Squad (EFS) PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), saban hari ia bertemu dan bermain dengan Adei (32).  Suka duka pun penuh dengan berbagai perasaan. Apalagi saat memandikan gajah ada perasaan bahagia. 
 
"Saat gajah senang sama kami (mahout-red), gajah akan mengambil apa yang kami suruh. Sebagai gantinya, biasanya saya kasih hadiah ke gajah karena sudah lakukan apa yang saya instruksikan. Hadiahnya seperti gula merah, nutrisi atau suplement tambahan," ucapnya.
 
Setelah mandi, biasanya ia memasang mereka di tambatan, lalu membawakan makanan seperti rumput, rotan, buah-buahan di dalam hutan, pohon-pohon yang mengandung getah. Kemudian membawa Adei berjalan-jalan. Mereka pun sering bertemu gajah liar betina dan ia hanya membiarkan saja. Sebab, menurutnya mereka juga perlu interaksi dan gajah betina juga tidak agresif.
 
"Daya cium gajah itu sampai 15 kilometer. Bahayanya  mengembala gajah betina jika lagi musim kawin, karena gajah jantan agresif. Jadi saat dari jauh kelihatan, lebih baik langsung balik arah. Kadang gajah jantan juga bisa ikut ke camp flying squad. Musim kawin 1x dalam setahun. Biasanya bulan ke 8," ucapnya.
 
Dituturkan Sarmin, menjadi Mahout adalah mengambil peran menjadi perawat gajah. Gajah menurutnya memiliki perasaan seperti manusia kebanyakan yang bisa marah, sedih, bahkan merajuk.
 
"Gajah juga bisa rewel seperti anak kecil. Jika sudah demikian, kita yang harus merayu gajahnya supaya mau dekat dengan kita. Saya pun sudah tidak jijik dengan kotoran gajah, karena setiap pagi saya harus memeriksanya untuk tahu apa kondisi tubuhnya," katanya.
 
Sarmin juga menjelaskan, jika sudah memahami karakter masing-masing gajah yang dipegang, maka tak akan kesulitan untuk mengikuti kemauan gajah tersebut. Ia mengaku, merawat gajah seperti merawat diri sendiri.
 
"Ketika sedang cuti saja saya suka rindu dengan Adei, saya suka tanya ke mahout lain bagaimana kondisi dia untuk mengobati rasa rindu saya," ucapnya.
 
Sementara itu, selama bekerja di perusahaan pulp dan kertas ini sebagai Mahout ia sangat senang. Sebab, perusahaan membantu menyelamatkan gajah dari kepunahan. 
 
"Kami juga patroli memakai motor ke lingkungan warga juga. Selain itu kami juga mensosialisasikan nomot ponsel ke masyarakat. Gunanya untuk menghubungi kami jika ada gajah masuk ke desa atau kebun mereka. Kami sudah sering mendapatkan telpon ketika tengah malam karena gajah masuk daerah mereka. 1 bulan bisa 5 kali mendapat telepon dari masyarakat," ucapnya.
 
Selain itu, mereka juga kerap dipanggil untuk membantu otopsi oleh WWF bila ada gajah yang mati di kebun masyarakat. 
 
"Saat lihat gajah mati, saya miris dan geram dengan pelaku yang membunuh. Saya selalu berharap tidak ada yang membunuh gajah karena jumlah mereka sudah sedikit," tutupnya. (Rls)

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index