Sengketa Lahan Sawit, Dua Keluarga di Inhil Saling Serang

Sengketa Lahan Sawit, Dua Keluarga di Inhil Saling Serang
Ilustrasi
TEMBILAHAN (RIAUSKY.COM) - Sempat beredar pesan berantai adanya perusahaan merampas kebun sawit milik petani kecil di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) Riau. 
 
Namun hal itu dibantah oleh Kapolres Inhil AKBP Dolifar Manurung, ia memastikan lahan yang diributkan itu bukanlah lahan milik kelompok tani. Yang ada, lahan itu adalah lahan sengketa dua keluarga.
 
Dolifar menjelaskan lahan sengketa itu berada di Dusun Semaram, Desa Sekayan, Kecamatan Kemuning, Inhil. Sengketa ini hanya melibatkan dua keluarga, yakni Tarigan dkk dan Gindo Naibaho cs. Lahan yang diperebutkan adalah kebun sawit seluas sekitar 89 hektare.
 
"Jadi tidak benar lahan itu milik sekelompok petani. Yang ada hanya persengketaan dua keluarga, antara Tarigan cs dan Naibaho cs," kata Doli seperti dimuat detikcom, semalam.
 
Doli menjelaskan, pada 12 April lalu, memang sempat terjadi bentrokan. Ini setelah masing-masing pihak mengerahkan pekerja kebunnya. Jumlahnya dari kedua belah pihak hanya 43 orang, bukan 80 orang pengerahan preman sebagaimana isu yang beredar.
 
"Kasus bentrokan ini sudah ditangani Polsek Kemuning, namun belum ada yang dijadikan tersangka. Masih dalam proses lebih lanjut," kata Doli.
 
Bentrokan itu dipicu, kata Doli, adanya pemanenan sawit di lahan konflik. Di mana kelompok Tarigan cs tidak terima lahan kebunnya dipanen kelompok Naibaho cs. Di satu sisi, Naibaho cs juga merasa itu adalah kebun sawit mereka.
 
"Inilah awal pemicu bentrokan sesama pekerja kebun mereka," kata Doli.
 
Menurut Doli, sengketa lahan kedua keluarga ini sudah cukup lama. Ini berawal dari tahun 2009. Pertama kali, Naibaho membeli lahan tersebut kepada warga bernama Sulaiman. Tak lama kemudian, lahan tersebut ternyata dijual lagi oleh Sulaiman kepada Tarigan.
 
Tarigan pun mendirikan pondok di lahan tersebut. Atas pembangunan pondok tersebut, mulailah terjadi sengketa lahan antara Tarigan dan Naibaho.
 
Lantas, akhirnya mereka mendatangi pemilik lahan pertama, Sulaiman, yang ternyata menjual lagi lahan yang sama kepada Tarigan. Ketika dipertemukan, ada kesepakatan bahwa Sulaiman bersedia memberikan lahan pengganti seluas yang sama untuk Tarigan.
 
"Sedangkan pembangunan pondok oleh Tarigan di lahan yang awal disepakati dibiarkan terlebih dahulu sampai nanti lahan pengganti sudah menghasilkan sawit," kata Doli.
 
Kesepakatan itu dilakukan kedua orang tua kelompok Tarigan dan Naibaho. Dalam perjalanannya, kedua orang tua mereka sama-sama sudah meninggal. Saat ini lahan tersebut dimiliki ahli waris kedua belah pihak.
 
Seiring dengan jalannya waktu, kata Dolifar, anak-anak mereka kembali berkonflik soal lahan tersebut. Walaupun kelompok Tarigan cs sudah diberi lahan pengganti, mereka tetap ingin menguasai sebagian kebun sawit di lahan pertama itu.
 
"Persengketaan kedua belah pihak ini kembali berlanjut oleh pemegang waris," kata Doli.
 
Lahan awal tetap menjadi sengketa kedua belah pihak. Tarigan cs tetap mengklaim sebagian tanah Naibaho adalah tanah mereka. Itu sebabnya, pada 12 April, kelompok Tarigan tak terima kebun sawit itu dipanen kelompok Naibaho cs.
 
"Itulah mengapa terjadi perkelahian para pekerja mereka," kata Doli.
 
Karena terjadi perkelahian, akhirnya kelompok Naibaho membongkar bangunan pondok yang dulu dibuat orang tua kelompok Tarigan. Setelah dibongkar, bahan-bahan kayu tersebut mereka bakar.
 
"Kini lahan tersebut kita status quo-kan sampai ada perundingan lebih lanjut. Kamis pekan ini, kedua belah pihak sama-sama akan kita panggil ke polres untuk menyelesaikan sengketa itu. Untuk sementara, di lokasi kebun sawit itu tidak boleh dipanen oleh kedua belah pihak, agar tidak ada konflik sampai ada kesepakatan nanti," kata Dolifar. (R17/Dtc)

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index