886 Hektar Kawasan Dijual Kepala Desa Siarangarang, Ini Kata LSM Yayasan Reli RLHK

886 Hektar Kawasan Dijual Kepala Desa Siarangarang, Ini Kata LSM Yayasan Reli RLHK
BAGANSIAPIAPI (RIAUSKY.COM) - Terkait adanya lahan kawasan hutan seluas lebih kurang 886 Hektar di dua wilayah Kepenghuluan Siarangarang Induk dan Kepenghuluan Babusalam Rokan, Kecamatan Pujud, Kabupaten Rohil oleh sekelompok warga, diduga ilegal atau tanpa proses kepemilikan yang sah secara hukum, hingga hal ini menimbulkan pertanyaan beberapa warga. 
 
Maka dari itu, pihak Yayasan Reli RLHK (Relawan Peduli Lingkungan Hidup dan Kemanusiaan) Pusat Jakarta berkantor di Kepenghuluan Siarangarang Rohil, angkat bicara.
 
"Sebab, kami wajib ikut serta peduli dan menyelamatkan hutan itu," kata Ketua RLHK Drs H. Damiri MPd melalui Pembina Reli RLHK, Edi M, Selasa (9/5) saat berada di Ujungtanjung, Kecamatan Tanah Putih.
 
Apalagi, lanjutnya, dalam pandangan pihaknya penjualan hutan itu sudah menyalahi aturan, karena bisa mematikan perkembangan biak satwa semacam ikan dan lain sebagainya. "Selain itu, hutan itu bisa juga untuk mengantisiapasi terjadi kebanjiran," katanya. 
  
Dikatakanya, sesuai dengan tugas pokok SK yang dimiliki oleh pihaknya, bahwa yayasan adalah masuk kedalam wali hutan. "Apabila terjadi, kerusakan hutan, kami wajib memberikan laporan kepada pemerintah dan dinas terkait," paparnya.
 
Harapan ia dari yayasan, pihaknya mengajak seluruh unsur untuk bersama menjaga keutuhan hutan agar tidak terjadi kerusakan eksosistim alam. "Kalau memang nanti terjadi kerusakan berdasarkan jual beli hutan, maka akan kami laporkan kementian hidup dan lingkungan," teganya. 
 
Pihaknya, juga berharap kepada pemerintah daerah, terkhusus kepada Pemkab Rohil agar bisa memperhatikan hutan dan mendata hutan yang masih tersisa. "Apalagi kita anggap sumber kehidupan, maka masyarakat bisa bertindak langsung dengan memasang plang. Karena, kawasan hutan sesuai UU berlaku tidak boleh diolah atau digarap oleh siapaun juga," ungkapnya. 
 
Dia menambahkan, bahwa sejuh ini belum ada aktifiraas hutan itu dikerjakan oleh pihak pembeli PT.Rospar Pindu Perkasa. "Kalau untuk jual beli sudah terjadi, tapi belum ada aktifitas hutan itu dikerjaka, dan tentunya apabila ada pekerjaan akan kita laporkan kepihak terkait tentang perusakan hutan itu," katanya.
 
Berita sebelumnya, bahwa ratusan hektare lahan kawasan hutan diduga dijual secara ilegal. Berdasarkan pantauan dan informasi dilapangan, pada Rabu (26/4) siang kemarin dilokasi lahan itu terlihat belum ada tanda- tanda kegiatan pertanian didalamnya, yang terlihat lahan masih dalam kondisi hutan ditumbuhi pohon kayu dan semak belukar. Informasi dari warga sekitar , didalam lahan kawasan tersebut ada terdapat dua aliran sungai Batang Kumuh dan Sungai Rokan serta danau sebagai tempat berkembang biaknya ikan.
 
Sekretaris Desa Siarangarang Induk, Juprizal saat ditemui dikantor Kepenghuluan Siarangarang, membenarkan hal tersebut."Ada 400 surat tanah yang diterbitkan oleh penghulu Bahari M.Zein, saat masih menjabat Penghulu Siarangarang sekitar bulan Februari 2017 lalu," jelasya.
 
Juprizal juga menambahkan, bahwa lahan itu dijual kepada PT.Rospar Pindu  Perkasa, dengan harga berpariasi mulai dari harga Rp.7juta sampai Rp.9 juta perpancang
(2 ha).
 
Terkait hal itu Penghulu Babusalam Rokan Tugiran mengatakan, lahan itu memang sebagian besar berada diwilayah kepenghuluan Babussalam Rokan yang dipimpinnya. "Sesuai perda Bupati pada tahun 2012 tentang tapal batas Siarangarang induk dengan Babusalam Rokan," jelasnya.
 
Dikatakanya, saat itu ada sekelompok warga ingin mengajukan penerbitan surat lahan itu kepadanya, setelah ia cek dan kordinasi dengan pihak kecamatan dan kabupaten lahan itu statusnya belum dapat diterbitkan suratnya. "Maka saya menolak untuk menerbitkan surat itu," jelasnya.
 
Terpisah Camat Pujud,  Hasyim SP, ketika ditemui diruang kerjanya, membenarkan kejadian itu, bahwa ada sekelompok warga menjual lahan hutan yang berada di wilayah Babusalam Rokan dan Siarangarang Induk kepada PT. Rospar Pindu Perkasa seluas 886 hektare lebih yang legalitasnya dikeluarkan oleh Kepenghuluan Siarangarang Induk.
 
Selanjutnya Hasyim menjelaskan, setelah pihaknya melakukan pengecekan fisik dilapangan lahan itu masih dalam kondisi hutan primer, lahan masih hutan belum ditumbang sudah dijual. "Seharusnya, kalau kita menjual lahan itu harus ada dulu usaha didalamnya baru bisa kita jual, karena usaha itu sebenarnya yang kita jual," terang Hasyim.
 
Anehnya lagi, lanjut Hasyim, dari beberapa orang warga yang menjual lahan itu, hanya menerima Rp3 juta sampai Rp5 juta saja dari tim pengurus penjual lahan. "Ketika kami tanya kepada warga,  apakah mereka mengetahui lahan yang dijual berada dimana posisinya, warga itu mengatakan tidak mengetahuinya.
 
"Oleh karena itu, kami dari pihak Kecamatan Pujud sampai hari ini tidak dapat memberikan keterangan terkait kepemilikan lahan itu kepada pihak kedua PT.Rospa Pindu Perkasa. Sebab proses jual beli lahan itu tidak sesuai administrasi yang diatur dalam pemerintahan," tutup Hasyim saat itu. (R15)

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index