Gubernur BI Klaim Dapat Restu Presiden

Persiapan Dimulai 2018, Redenominasi Mata Uang Rupiah Berlaku Penuh 2030

Persiapan Dimulai 2018, Redenominasi Mata Uang Rupiah Berlaku Penuh 2030
Ilustrasi
JAKARTA (RIAUSKY.COM) - Rencana pemerintah untuk melakukan penyederhanaan nilai mata uang (redenominasi) semakin serius. Setelah Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martowardojo menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi), maka persiapannya dimulai pada 2018.
 
Bahkan program yang pernah dibahas pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhohono itu akan penuh diterapkan pada 2030 mendatang.
 
Setelah tiga nol di belakang mata uang dihilangkan, seluruh harga barang pun ikut menyesuaikan. Supaya tidak ada lonjakan inflasi.
 
Agus menjelaskan, rencana redenominasi tersebut sebenarnya sudah bergulir pada 2013. Saat itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah mengeluarkan amanat presiden sebagai tanda persetujuan pemerintah membahas RUU Redenominasi dengan DPR.
 
"Tapi, pada 2013 itu terjadi gejolak ekonomi dunia sehingga kita tidak selesaikan RUU-nya,” terang Agus setelah bertemu dengan Presiden Jokowi.
 
Bila pembahasan bisa dilaksanakan tahun ini, Agus yakin dapat terselesaikan dengan baik. Mengingat persiapannya sudah cukup matang. 
 
Pihaknya sudah menyiapkan rencana sosialisasi secara bertahap hingga 2029. Tentu dengan asumsi bahwa RUU Redenominasi bisa diajukan dan disahkan tahun ini juga.
 
Diawali dengan masa persiapan pemberlakuan redenominasi selama dua tahun pada 2018–2019. Kemudian, redenominasi mulai diberlakukan pada 1 Januari 2020 dalam masa transisi hingga 2024.
 
"Saat itu di Indonesia akan ada rupiah lama dan baru, tetapi bersama. Dan harga-harga barang dan jasa harus dipasang harga-harga baru dan lama,” lanjutnya.
 
Menurut Agus, sejauh ini presiden menyambut baik rencana tersebut. Hanya, rencana itu masih perlu dibahas lebih lanjut dalam sidang kabinet.
 
"(Bila disetujui, Red) nanti presiden akan memberikan arahan final dan untuk selanjutnya kami akan bicarakan dengan DPR,” imbuh Agus.
 
Yang jelas, prosesnya berjalan terus. RUU tersebut diharapkan bisa masuk prolegnas prioritas tahun ini. RUU itu, jelas Agus, akan mengizinkan penyederhanaan nilai rupiah dengan tidak mengurangi daya beli masyarakat. 
 
Sebab, yang disederhanakan bukan hanya rupiahnya, tetapi juga harga barang dan jasa. Sehingga diyakini tidak ada dampaknya terhadap daya beli.
 
Jika prosesnya mulus, Agus berharap wakil rakyat di DPR RI akan memasukkan RUU Redenominasi Mata Uang yang pernah diajukan ke DPR RI tahun 2013 tersebut ke Program Legislasi Nasional prioritas tahun 2017.
 
Agus mengatakan, tidak ada perubahan krusial antara RUU yang pernah diajukan ke DPR di masa lalu, dengan saat ini. Poin krusialnya adalah menyederhanakan nilai rupiah tanpa memotongnya atau sanering.
 
"Redenominasi mata uang adalah penyederhanaan nilai mata uang rupiah dengan tidak mengurangi daya beli masyarakat, karena harga barang dan jasa juga dilakukan penyederhanaan secara bersamaan dan semua itu didasari undang-undang," ujar Agus.
 
Contohnya, nilai Rp 10.000 akan disederhanakan menjadi Rp 10 atau Rp 100.000 disederhanakan menjadi Rp 100.
 
Dengan demikian, penyederhanaan itu membuat persepsi perekonomian Indonesia menjadi lebih baik, menciptakan efisiensi dalam perdagangan karena memuat nol lebih sedikit dan rupiah akan sejajar dengan mata uang asing.
 
Agus mengatakan, kebijakan redenominasi sudah tepat dilaksanakan saat ini. Sebab, perekonomian nasional sedang baik. Oleh sebab itu, efisiensi dan perbaikan rupiah terhadap mata uang asing harus segera dimulai, mengingat kebijakan itu memiliki tahapan yang panjang. (R01/Jpg)

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index