Ini Jawaban PT Hutahaean Terkait Penetapan Perusahaan Sebagai Tersangka

Ini Jawaban PT Hutahaean Terkait Penetapan Perusahaan Sebagai Tersangka
Koordinator Koalisi Rakyat Riau (KKR), AZ Fachri Yasin sedang menunjukkan surat laporan di Mapolda Riau, Senin (16/1). KRR melaporkan 33 perusahaan perkebunan di Riau ke Mapolda Riau karena diduga melakukan penanaman kelapa sawit dalam kawasan hutan selu
PEKANBARU (RIAUSKY.COM) - Terkait penetapan PT Hutahaean sebagain tersangka terkait dugaan pengelolaan lahan di luar izin, pihak perusahaan menghormati proses hukum yang berlaku.
 
Melalui Vice President Corporate Services PT Hutahaean Group Ian Machyar didampingi staf Direksi KH S Sianturi, PT Hutahaean mengatakan menghormati proses hukum yang berjalan. ‘’Kami hormati dan akan ikuti proses hukum,’’ kata Ian.
 
Dia kemudian menjelaskan  posisi PT Hutahaean terhadap penggarapan lahan yang diduga melanggar.
 
‘’Izin lokasi PT Hutahaean seluas 4.800 hektare memiliki izin Nomor: 506/XI/1987 tanggal 27 November 1987, bukan 5.366 hektare. 
 
HGU PT Hutahaean 4.614,34 hektare dengan sertifikat HGU No 136 tanggal 22 Mei 1999 bukan 4.584 ha,’’ katanya sambil mengatakan luasan pada HGU yang dimiliki, ditanami kelapa sawit 4.446,5 hektare. Sementara seluas 167, 84 hektare diperuntukkan untuk sarana dan prasarana.
 
Pada 16 Agustus 1999, diadakan perjanjian kerja sama antara PT Hutahaean dengan KUD Setia Baru sebagai wadah organisasi masyarakat Tambusai Timur. ‘’Dituangkan dalam akta notaris H Asman Yunus SH No 58 tanggal 16 Agustus 1999 dengan pola KKPA 65 persen untuk masyarakat dan 35 persen untuk perusahaan,’’ jelasnya.
 
Di tengah perjalanan pembangunan lahan KKPA ini  mendapatkan gangguan dari beberapa orang masyarakat. “Bahkan sesudah PT Hutahaean melakukan LC/bloking seluas 1.028 hektare dan membangun jalan dan parit serta menanam kelapa sawit seluas 801 hektare, PT Hutahaean dilarang melanjutkan pembangunan oleh sekelompok orang yang menurut pengakuan mereka adalah karyawan PT Torganda,’’ kata KH S Sianturi.
 
Dijelaskannya pula, dari luas 1.028 hektare tersebut, yang dapat dikuasai Hutahaean hanya 786 hektare.
 
‘’Sisanya semuanya diokupasi oleh PT Torganda. Akibat okupasi di atas Hutahaean mengalami kerugian besar,’’ paparnya.
 
Gangguan dan larangan tersebut, sebenarnya sudah dilaporkan baik lisan maupun tulisan kepada pengurus KUD Setia Baru ke tingkat kabupaten. Bahkan dibahas dalam rapat DPRD tingkat II dan I. ‘’Laporan tertulis mengenai gangguan yang dialami PT Hutahaean tidak pernah direspon. Dan tidak ada penyelesaian,’’ ungkapnya.
 
Perusahaan ini pernah juga mengikuti hearing di Komisi II DPRD Rohul. Perusahan menyatakan kalau lahan sudah diperoleh seluas 2.380 hektare, maka akta notaris akan dilakukan perbaikan semula dari 65 persen-35 persen menjadi 80 persen-20 persen. ’’KUD Setia Baru memberikan kuasa kepada Hutahaean untuk mengurus kembali lahan 2.380 hektare berdasarkan akta notaris,’’ ucapnya.
 
Sianturi kemudian mempertanyakan, kenapa KUD Setia Baru tidak pernah melarang adanya aktivitas okupasi oleh pihak yang mengatasnamakan PT Torganda. Padahal sudah dilaporkan berulang kali. ’’Kenapa PT Torganda berani menguasai lahan yang sudah diperjanjikan tanpa ada izin dari pemilik lahan,’’ tanyanya. (R-04)
 
 
 
Sumber Berita: Riaupos

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index