Ini Tinjauan Akademisi Hukum Soal Pembatalan RKU RAPP

Ini Tinjauan Akademisi Hukum Soal Pembatalan RKU RAPP
Kristianto dalam sebuah pemaparan.

RIAUSKY.COM- Kebijakan pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan (KLHK) dinilai sufah melanggar klausul secara hukum perdata.

Hal tersebut menimbang dalam proses penerapan kebijakan tersebut, ada keputusan lain yang berlangsung terkait penerapan kebijakan mengenai aktivitas perusahaan.

''Ibarat orang menyewa rumah, tiba-tiba pemilik menjual rumah tersebut dengan alasan sudah bosan. Lantas datang seorang pembeli dan terjadi pindah tangan terhadap objek, apakah lantas pemilik rumah tersebut harus pindah dari rumah itu sementara kontraknya masih berlaku satu tahun lagi, misalnya,'' kata pakar hukum Universitas Atmajaya, Kristianto.

Menurut dia, dalam konteks persoalan yang melibatkan PT RAPP, seharusnya pemerintah membuat sebuah proses peralihan yang jelas. Karena, tentunya, apa yang dialami RAPP bukan persoalan yang sederhana layaknya sewa rumah. 

''Pemerintah perlu mempertimbangkan aspek lain, sederhananya, oke mereka yang menyewa keluar. Apakah mereka tidak butuh waktu untuk pindah? Apakah mereka bisa langsung mendapatkan rumah? Kan akan tidak tepat kalau begitu rumahnya dijual, lantas pemilik mengatakan pindah saja, nanti sambil berjalan pasti akan dapat rumah yang baru untuk ditempati,'' imbuh akademisi ini.

Dijelaskan dia, persoalan-persoalan tersebut penting dicermati oleh pemerintah dalam hal ini KLHK. 

''Pemerintah tak boleh mengatakan ketika perusahaan meminta kepastian hukum karena dianggap membangkang atau tidak mau melaksanakan  apa yang diperintahkan. Apalagi ini kaitannya dengan investasi dan melibatkan banyak pihak, termasuk karyawan, masyarakat, dan keterkaitannya dengan investasi yang sudah ditanamkan,'' kata dia.

Kembali, secara perdata, membuat keputusan tidak bisa seperti itu. Titik dan koma juga punya alasan untuk digunakan dalam perkara hukum. Apalagi, dalam konteks memberhentikan RKU yang berimplikasi pada terhentinya aktivitas usaha. 

''Kebijakan pemerintah menerapkan regulasi lingkungan adalah sebuah keharusan yang wajib didukung. Apalagi kaitannya dengan upaya penyelamatan, menghentikan kebakaran hutan dan lahan serta kerusakan hutan yang semakin parah. Namun, kebijakan tersebut, tidak boleh serta merta mengorbankan investasi yang sudah ada,'' jelas praktisi hukum ini.

Pemerintah, dijelaskan Kristianto, perlu mencarikan jalan keluar. Apalagi dalam kaitannya terkait lahan penggenti (land swamp) yang akan diberikan kepada perusahaan terkait dengan penerapan peraturan pemerintah terkait Permen Gambut. 

''Mekanisme peralihan harus jelas. Pemerintah harus menerapkan kebijakan tersebut dengan mempertimbangkan keputusan hukum yang juga sudah berlaku sebelumnya sebagai landasan berpikir dari sebuah kebijakan yang akan diberlakukan,'' tegasnya. 

Kristianto sendiri tidak ingin masuk dalam hal teknis terkait dengan kondisi lahan gambut, mengingat, menurut dia, masih ada banyak perdebatan terkait dengan standar lahan yang masuk dalam kategori gambut  itu sendiri. (R04)

Listrik Indonesia

#Kisruh RAPP vs KLHK

Index

Berita Lainnya

Index