Dianggarkan Rp72 Miliar, Pekanbaru Siap Menuju Kota Layak Anak Madya 2018

Dianggarkan  Rp72 Miliar,  Pekanbaru  Siap Menuju  Kota Layak Anak Madya 2018
DP3A bersama Forum Wartawan Kota Layak Anak (KLA) saat menggelar rapat kerja

PEKANBARU (RIAUSKY.COM) - Plt Walikota Pekanbaru, Ayat Cahyadi SSi, telah menyiapkan konsep besar dan penting terhadap Pekanbaru, yaitu menjadi Kota Layak Anak Madya. Sebelumnya, pada tahun 2015 dan 2017, Pekanbaru sudah menyandang Kota Layak Anak Pratama.

Namun untuk mewujudkan itu semua memang tak mudah, ada sejumlah persyaratan yang harus dilengkapi. Persyaratan itu merupakan indikator nasional yang memang benar-benar nyata, dan data tersebut nantikan ada dikirim ke pemerintah pusat.

Pertama sekali yang dilakukan Ayat Cahyadi, adalah menginstruksikan kepada seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) agar memenuhi seluruh indikator untuk mewujudkan Pekanbaru menjadi Kota Layak Anak (KLA) tingkat Madya tahun 2018. "Kita minta seluruh OPD memenuhi dan melengkapi indikator yang kurang," ungkapnya saat memimpin rapat (KLA) di Ruang Rapat Walikota, beberapa waktu lalu.

Pelaksana Tugas Wali Kota Pekanbaru Ayat Cahyadi saat memberi arahan pada anak.

Berdasarkan data dari Komnas Perlindungan Anak, terdapat 10 indikator, antara lain  akses pendidikan, kesehatan, sosial budaya, hak sipil, hak partisipasi, perlindungan khusus, perlindungan eksploitasi zat adiktif, akses infrastruktur, teknologi komunikasi, dan hak rekreasi. 

Diluar itu, terdapat 31 indikator kota layak anak yang mensti dijadikan tolak ukur atas keberlansungan hak anak, yaitu: Adanya peraturan perundang-undangan dan kebijakan untuk pemenuhan hak anak (Perda, Perwako, Instruksi, Edaran).

Persentase anggaran untuk pemenuhan hak anak, termasuk anggaran untuk penguatan kelembagaan (Bappeda, SKPD terkait), jumlah peraturan perundang-undangan, kebijakan, program dan kegiatan yang mendapatkan masukan dari Forum Anak dan kelompok anak lainnya (Bappeda, PPKB, Forum Anak/Kelompok anak).

 

Selanjutnya, tersedianya sumber daya manusia (SDM) terlatih KHA dan mampu menerapkan hak anak ke dalam kebijakan, program dan kegiatan (PPKB), tersedianya data anak terpilah menurut jenis kelamin, umur dan kecamatan (BPS, SKPD, PKK melalui Dasa Wisma) dan keterlibatan lembaga masyarakat dalam pemenuhan hak anak (PPPA, dan Lembaga layanan bersangkutan)

Keterlibatan dunia usaha dalam pemenuhan hak anak (Disdikpora, DKK, Koperindag, Sosnaker), persentase anak yang teregistrasi dan mendapatkan kutipan akta kelahiran (Sekda, Bag. Hukum, Dukcapil, PMPKN, PPKB, Statistik). Tersedia fasilitas informasi layak anak (Kominfo, BP2T/Perizinan, Disdikpora, Sosnaker, Disbudpar, Perpustakaan dan Arsip).

Jumlah kelompok anak, termasuk forum anak yang ada di kota, kecamatan dan kelurahan (PPPA dan SKPD terkait).

Persentase usia perkawinan pertama di bawah 18 tahun (Kemenag, Dukcapil), tersedia lembaga konsultasi bagi orang tua/keluarga tentang pengasuhan dan perawatan anak (PPKB, PKK). Tersedia Lembaga Kesejahteraan Anak (LKSA) yang memenuhi persyaratan (Sosnaker). Angka Kematian Bayi (AKB) di bawah rata-rata nasional. Prevalensi kekurangan gizi pada balita di bawah rata-rata nasional dan menurun setiap tahun (DKK, Pertanian). 

Persentase ASI eksklusif ( DKK, PPKB).  Jumlah Pojok ASI (DKK, PPKB).  Persentase imunisasi dasar lengkap (DKK).  Jumlah lembaga yang memberikan pelayanan kesehatan reproduksi dan mental (PPKB, Bidang Sosial, DKK, BNN). Jumlah anak dari keluarga miskin yang memperoleh akses peningkatan kesejahteraan (PMPKN, Sosnaker, DKK).

Persentase rumah tangga dengan akses air bersih (DPU). Tersedia kawasan tanpa rokok (KLH, Sosnaker, Disdikpora, DKK, PPKB).  Angka partisipasi anak usia dini (Disdikpora, Himpaudi).  Persentase wajib belajar pendidikan 12 tahun (Disdikpora).  Persentase sekolah ramah anak (Disdikpora, KLH, DKK, PPKB).  Jumlah sekolah yang memiliki program, sarana dan prasarana perjalanan anak ke dan dari sekolah (Disdikpora, Dishubkominfo, Kepolisian, PPKB).  Tersedia fasilitas untuk kegiatan kreatif dan rekreatif yang ramah anak, di luar sekolah yang dapat diakses semua anak (Dinas Parsenibud, DKP, Disdikpora, PPKB, Kelompok Anak).

Persentase anak yang memerlukan perlindungan khusus yang memerlukan pelayanan (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Sosnaker, Kabag Hukum, PPKB). Persentase kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) yang diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).  Adanya mekanisme Penanggulangan bencana yang memperhatikan kepentingan anak (BPBD, PPKB).  Serta Persentase anak yang dibebaskan dari bentuk-bentuk pekerjaan terburuk anak (Sosnaker, Kepolisian, PPKB).

Wakil Ketua Gugus KLA Pekanbaru, Rosmawati, mengatakan, untuk bisa masuk tiga besar harus memiliki jumlah nilai 500. Kalau sudah di atas 500, dari kementerian akan turun ke Pekanbaru.

Disisi lain, untuk mendukung upaya tersebut tahun ini Pemko Pekanbaru menganggarkan Rp72 miliar untuk mendukung Pekanbaru menjadi Kota Layak Anak (KLA). “Di tahun 2018 sudah kita alokasikan kurang lebih Rp72 milyar (untuk Kota Layak Anak-red),” ujar Plt Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pekanbaru Ahmad,  Selasa (3/4). 

Ahmad menambahkan,  anggaran Rp72 miliar itu, hanya beda sedikit dengan tahun 2017. Pada tahun 2017 Pemko Pekanbaru menganggarkan setidaknya  sebesar Rp73 milyar.

“Pada tahun 2017 dialokasikan sebesar Rp73 milyar, sementara yang terealisasi sebesar Rp37 milyar,” terangnya.Menurut Ahmad, alokasi dana ini hampir  tersedia di setiap OPD Pemko Pekanbaru. Hanya saja, terbesar terdapat di Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan. Hal ini merujuk kepada beberapa kegiatan dua dinas tersebut yang banyak langsung bersentuhan dengan anak-anak.

Dewan: Pemko Harus MoU dengan Kepolisian
Upaya Pemerintah Kota Pekanbaru melalui Dinas Perberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) mewujudkan Pekanbaru menuju kota layak anak 2018 ini harus didukung oleh semua pihak. Pasalnya jika berharap kepada satu instansi atau SKPD saja mustahil kriteria yang harus dipenuhi sebagai kota layak anak akan dipenuhi. 

Salah satu persoalan yang hingga saat ini belum teratasi dengan maksimal yaitu persoalan gelandang dan pengemis (Gepeng). Maka perlu koordinasi dengan SKPD terkait bahkan dengan aparat kepolisian untuk membuat MoU penuntasan Gepeng di beberapa titik di Kota Pekanbaru yang kian meresahkan masyarakat.

Demikian disampaikan oleh Ida Yulita Susanti, anggota Komisi I DPRD kota Pekanbaru bidang Pemerintahan dan Hukum. 

"Penuntasan Gepeng saat ini belum maksimal, perlu koordinasi antar SKPD dan bahkan harus bikin MoU dengan aparat kepolisian. Sebut saja di simpang Mall SKA masih banyak gepeng berkeliaran. Apa lagi jelang puasa dan lebaran nanti, padahal disana ada pos polisi untuk sama-sama melakukan penertiban," ungkap Ida Yulita Susanti, Jumat (6/4/2018).

Di samping itu, Politisi Golkar ini juga berharap peran penting masyarakat dalam upaya Pemerintah Kota Pekanbaru dalam mewujudkan kota layak anak. Salah satunya dengan cara mengawasi dan membatasi ruang gerak gepeng yang mayoritas anak-anak agar tidak kian mejamur di Kota Pekanbaru. 

Media Berperan Penting
Disisi lain, perlu ada peran media masa dalam menyebarluarkan informasi dan memberikan edukasi kepada masyarakat.

"Media masa punya peran yang strategis dalam mendukung program pemerintah, dalam menyebarluaskan informasi positif kepada masyarakat terutama terkait upaya dalam mewujudkan Pekanbaru kota layak anak dari berbagai aspek," ungkap Asisten III Pemerintah Kota Pekanbaru bidang Administrasi Umum, Baharuddin

Baharuddin juga menyampaikan bahwa, untuk mencapai Pekanbaru kota layak tahun 2018 ini, sedikitnya ada lima klaster yang harus dipenuhi diantaranya, adalah hak sipil dan kebebasa, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya serta perlindungan khusus bagi anak. (R04)

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index