Putusan Sela Awie Tongseng Diterima, JPU Ajukan Perlawanan Hukum

Putusan Sela Awie Tongseng Diterima, JPU Ajukan Perlawanan Hukum

BAGANSIAPIAPI (RIAUSKY.COM) - Pengadilan Negeri Rokan Hilir, Kamis 7 Juni 2018  kembali menggelar sidang perkara pidana penggelapan dalam jabatan yang terdaftar dalam Reg. No. 197/Pid.B/2018/PN.RHL atas nama Terdakwa Rajadi alias Awie Tongseng dengan agenda Putusan Sela yang langsung dibacakan oleh ketua majelis Hakim Muhammad Hanafi Insya, SH., dengan anggotanya Lukman Nulhakim, SH.,MH.dan Rina Yose SH. dibantu oleh Panitera Pengganti Harmi jaya, SH. yang dihadiri Tim Jaksa Penuntut Umum  Maruli Tua Sitanggang SH.

Sementara Terdakwa Rajadi alias Awie Tongseng dalam persidangan tersebut didampingi oleh Penasihat Hukumnya Afdhal Muhammad, SH. Lambok H. Pakpahan, SH., dari Law Firm Afdhal & Dedi dan Alben, SH, Zabri Hasibuan, SH. dari Law Office Cutra Andika & Partners.

Tidak seperti biasanya, JPU Maruli Tua Sitanggang SH Sebelum Putusan Sela dibacakan oleh ketua majelis hakim, Maruli Tua Sitanggang SH memohon Izin kepada majelis hakim agar putusan Sela ini ditunda pembacaannya mengingat hari berikutnya hari libur bersama. Karena sesuai yang diatur dalam pasal 156 KUHAPidana, mengingat batas waktu upaya hukum untuk melakukan perlawanan jatuh pada hari libur. " ujar Maruli  Tua Sitanggang SH seakan mengingatkan  majelis hakim terkait kemungkinan adanya perlawanan dari putusan ini.

Atas permohonan itu, ketua majelis hakim  M. Hanafi Insya SH setelah berkoordinasi dengan dua anggotanya mengatakan kepada JPU, bahwasanya tidak ada lagi alasan majelis hakim untuk menunda putusan sela tersebut. sehingga sidang pembacaan putusan sela atas keberatan terdakwa itu kembali dilanjutkan.

Dalam pertimbangan putusan sela yang dibacakan majelis hakim memutuskan bahwa "Mengabulkan Eksepsi Penasihat Hukum Terdakwa, Menyatakan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Rokan Hilir No. Reg. Perk. : PDM-89/N.4.19/Epp.1/04/2018 atas nama Terdakwa Rajadi alias Awie Tongseng batal demi hukum, serta Memerintahkan Jaksa Penuntut Umum untuk segera membebaskan Terdakwa dari tahanan Rumah sejak dibacakannya putusan ini dan membebankan biaya perkara kepada Negara.

Majelis hakim telah mempertimbangkan eksepsi Terdakwa tentang Pemeriksaan organ yayasan dan penyitaan atau pengambilan data atau dokumen milik Yayasan Perguruan Wahidin dalam perkara a qua dengan sengaja mengambaikan dan melanggar ketentuan Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang No. 16 tahun 2001 tentang Yayasan yang dijadikan dasar untuk membuat dan menyusun surat dakwaan dalam perkara a qua .

Menurut majelis hakim hal tersebut bertentangan dengan penegakan hukum yang berlaku di Indonesia." ujar Hanafi Insya SH

Majelis Hakim juga mempertimbangkan tentang surat dakwaan yang telah disusun dengan tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap dan tentang kekeliruan dalam penyusunan sistematika surat dakwaan yang seharusnya tidak boleh bertentangan dengan asas hukum “lex spesialis derogat lex generalis” karena Terdakwa didakwa dalam kapasitasnya sebagai salah satu Yayasan Penguruan Wahidin.

Atas putusan sela yang dibacakan majelis hakim tersebut,  Maruli Tua Sitanggang SH selaku Tim JPU mengajukan Perlawanan atas eksepsi terdakwa ke Pengadilan Tinggi melalui PN Rohil. Sedangkan penasehat hukum terdakwa atas putusan itu mengatakan pikir pikir.

Sementara itu usai persidangan Penasihat hukum Terdakwa Afdhal Muhammad, SH menyampaikan bahwa “Putusan sela pengadilan negeri rokan hilir yang menerima keberatan Terdakwa sudah tepat dan seharusnya perkara ini juga tidak naik sampai ke Pengadilan karena surat izin yang diajukan oleh Penyidik Polda Riau ke Pengadilan Negeri Rokan Hilir terkait pemeriksaan organ Yayasan Perguruan Wahidin sudah pernah ditolak pada tahun 2010,” ucap Afdal pengacara Jakarta tersebut.

Sebagimana sebelumnya Klien kami telah bebas demi hukum dari rumah tahanan Polda Riau pada bulan April 2017, yang saat itu didampingi oleh Kalna Surya Siregar, SH. sebagai tim Penasihat Hukum Rajadi alias Awie Tongseng," jelas Afdal.

"Menurutnya, bahwa sebagaimana ketentuan Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang No. 16 tahun 2001 tentang Yayasan tersebut dimaknai bahwa Penyidik tidak dapat melakukan pemeriksaan terhadap seseorang dalam kedudukannya sebagai organ Yayasan dan atau menyita atau mengambil data maupun dokumen milik Yayasan sebelum mendapatkan penetapan Pengadilan.

Dalam hal ini yang diperuntukkan secara khusus untuk itu yang pada pokoknya memberikan izin kepada Penyidik untuk melakukan pemeriksaan terhadap organ Yayasan dan/atau menyita atau mengambil data maupun dokumen milik Yayasan, dimana ketentuan ini bersifat imperatif.

Maka dengan demikian menurut ketua Tim penasehat hukum M. Afdal SH proses penyidikan tersebut menjadi cacat dan tidak sah, dengan konsekuensi yuridis terhadap surat dakwaan a quo yang dikonstruksi dari penyidikan yang cacat dan tidak sah tersebut menjadi tidak sah pula, dan pada gilirannya terhadap proses penuntutan berikut surat dakwaan a quo patut dan beralasan hukum untuk dinyatakan batal demi hukum atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima," jelas M. Afdal SH kepada awak media. (R15)

Listrik Indonesia

#Rokan Hilir Bagansiapiapi

Index

Berita Lainnya

Index