Rasain...Effendi Simbolon Bikin Masyarakat Melayu Berang

Rasain...Effendi Simbolon Bikin Masyarakat Melayu Berang
Husnizar Hood

BATAM (RIAUSKY.COM) - Orang Melayu Kepulauan Riau sedang kesal. Dana Bagi Hasil Migasnya menurun lebih dari 94 persen. Sebagai daerah penghasil, tentu ini hal yang menjengahkan. Belum hilang kekesalan ini, timbul lagi kekesalan lain dari ibu kota Jakarta.

 
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Efendi Simbolon secara blak-blakan menukas, bahwasanya bergabungnya tiga partai politik asal Koalisi Merah Putih ke ke kabinet Presiden Joko Widodo adalah bentuk politik ala Melayu, yang tidak punya idealisme.
 
Sontak, hal ini menggores luka di hati orang Melayu. Budayawan Kepulauan Riau, Husnizar Hood menanggapi pernyataan Efendi sebagai sebuah pelecehan tak mendasar. Analogi yang digunakan juga tidak mencerminkan realitas sebenarnya. 
 
"Ini sangat melukai kami. Karena itu, Efendi harus datang ke Penyengat dan meminta maaf pada orang Melayu. Kenapa harus ke Penyengat, itu adalah titik temu orang Melayu," tegas Husnizar, Rabu (10/2) lalu seperti dimuat Batampos.
 
Penyebutan Melayu sebagai bangsa yang pragmatis dan mengedepankan unsur transaksional semata itu juga bukan analogi yang tepat. Husnizar bahkan menilai dengan keras bahwa Efendi sudah semestinya belajar tunjuk ajar Melayu. "Jangan rendahkan Melayu. Bercakap biar beradab. Bertutur biar teratur," ucap pria yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Kesenian Provinsi Kepulauan Riau ini.
 
Alam Melayu, sambung Husnizar, adalah alam yang terbuka sekaligus menerima pelbagai perbedaan. Terbukti dengan harmoni masyarakat Provinsi Kepulauan Riau yang multietnis dan multikultural. Dan tak pernah terdengar juga konflik berlandaskan SARA terjadi di sini. "Negeri Melayu ini menerima dengan terbuka suku-suku lain berkerja cari makan dan beranak-pinak di sini tanpa pernah melukai perasaan mereka," ujarnya.
 
Kemudian bila mengingat sumbangsih bangsa Melayu kepada Indonesia, sambung Husnizar, ucapan Efendi benar-benar tidak dapat diterima dan menyakiti banyak orang. Dari Kepulauan Riau, bahasa Indonesia berasal. Raja Ali Haji yang merawat dan melestarikan bahasa Melayu melalui penulisan kamus dan tata bahasa Melayu, sehingga bahasa ini yang kemudian disepakati jadi bahasa pemersatu negara ini.
 
Dan yang paling mutakhir adalah menyangkut dana setoran daerah dari sektor minyak dan gas. Provinsi Kepulauan Riau, dalam beberapa tahun terakhir, telah menyumbangkan devisa negara besar-besaran melalui penambangan gas di ujung utara Kabupaten Natuna. Bukannya berbalik dengan dana bagi hasil (DBH) Migas yang sepadan, Provinsi Kepulauan Riau justru seolah hanya dapat tempiasnya saja. Karena pemotongan penerimaan DBH Migas tahun ini hanya Rp 12 miliar atau terpotong lebih dari 94 persen dari tahun-tahun sebelumnya.
 
"Berapa besar negeri melayu ini menyumbang untuk periuk nasi orang Jakarta dan bangsa ini Kalau kalian terus-menerus menganggap Melayu itu rendah mungkin sebaiknya kami berpisah menjadi negara Melayu sebenarnya," ungkap Husnizar kesal.
 
Sementara itu, Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Provinsi Kepulauan Riau, Abdul Razak menilai, pernyataan Efendi Simbolon kepada publik itu sangat tendensius. "Bagaimana mungkin bisa menilai Melayu secara demikian," ucap Razak.
 
Dalam berujar di depan publik, sambung Razak, memang harus berhati-hati. Karena dapat melukai orang lain secara tidak sadar. Atas ucapannya yang menyebut Melayu sebagai bangsa yang tidak memiliki idealisme dan cenderung pragmatis, Razak menilai, sudah semestinya Efendi mencabut pernyataan itu. "Minta maaf juga secara terbuka. Agar tidak menimbulkan kegaduhan lebih heboh lagi," ucapnya.
 
Tanggapan lain juga datang dari Provinsi Riau, yang juga mayoritas masyarakatnya orang Melayu. Ketua Umum DPH LAM Provinsi Riau, Al Azhar menyatakan, cara berpikir Efendi adalah cara berpikir kolonialis, yang mengaitkan gejala dan ihwal negatif dengan etnik tertentu. "Cara berpikir kolonialis macam ini seharusnya sudah kikis dari tanah air Indonesia ini. Lebih-lebih di dalam alam pikiran elit bangsa seperti oknum anggota DPR RI yang konon terhormat itu," kata Al Azhar, melalui pesan singkatnya.
 
Sebagaimana yang diberitakan Senin (8/2) kemarin, bergabungnya Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Amanat Nasional (PAN), untuk mendukung pemerintah menuai kritik dan sindiran. Mereka dianggap menghancurkan demokrasi hingga rawan menimbulkan korupsi.
 
Politisi PDIP, Efendi Simbolon menyindir gabungnya tiga partai yang tergabung dalam oposisi Koalisi Merah Putih (KMP) mendadak dukung pemerintahan Presiden Jokowi. Menurutnya, ketiga partai itu memakai konsep demokrasi ala melayu sehingga tidak punya idealisme.
 
“Mungkin demokrasi ala melayu begitu ya. Enggak punya idealisme. Kan beda kalau zaman dulu ada ideologi. Kalau sekarang pragmatisme, transaksional semua,” kata Efendi. (R02)

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index