Sempat Ramai Dikunjungi Warga, Kini Pekan Arba bak Tanah tak Berpenghuni

Sempat Ramai Dikunjungi Warga, Kini Pekan Arba bak Tanah tak Berpenghuni
Kondisi Pekan Arba kini. Setiap hujan, tanahnya bak lautan banjir. Negeri ini layaknya negeri tak berpenghuni lagi.

TEMBILAHAN (RIAUSKY.COM) - Sore itu, Sabtu (20/2), dalam suasana lindap, Aku dan rekan satu profesiku, Adit dengan penuh keisengan berkendara menyusuri jalan menuju daerah Kelurahan Pekan Arba, Tembilahan, untuk sekedar menikmati sore di akhir pekan.

Sebelum sampai ketempat yang hendak dituju. Seketika rintik hujan satu per satu berjatuhan ke bumi. Tak lama, rintik hujan pun berubah menjadi guyuran hujan yang membuat baju kami sedikit lembab. Beruntung, sebelum menjadi basah kuyup kami menemukan wadah persinggahan, tepatnya di sebuah bekas tempat pencucian motor.

"Berteduh dulu, baru lanjut lagi," ucapku pada Adit.

Selang beberapa menit, hujan pun reda seolah mempersilahkan kami untuk terus melanjutkan perjalanan. Waktu saat itu menunjukkan pukul 17.00 Wib. Kami pun melanjutkan perjalanan.

Sesampainya di tempat tujuan, yakni dermaga penyeberangan tua Pekan Arba. Kami pun turun dari kendaraan dan menikmati suasana yang kembali cerah. Dimana langit menjatuhkan bayang-bayang awan di atas permukaan sungai sempit dan landai berlumpur, yang terlihat seperti rata dengan daratan. Rinai-rinai kecil nan lembut bertaburan, meresap ke kulit. Disekitar sungai kami memandang semak belukar yang tertingkahi angin tumbuh bersemi dalam kesunyian menyerupai hutan belantara.

Setelah menikmati suasana yang jarang kami temui itu. Kami pun berinisiatif untuk mengabadikan kunjungan tersebut. Ya, sebatas untuk dokumentasi pribadi.

"Foto, dit," pintaku pada Adit yang kala itu disibukkan dengan gadgetnya yang kehilangan sinyal.

Usai mengambil fotoku Adit pun memintaku untuk bergantian mengabadikan fotonya.

"Gantian, Aku lagi," ujarnya seraya berjalan menuju sampan leper yang terparkir di dermaga tua nan lapuk.

"Pak, numpang foto-foto di sampan ya pak," ujar Adit dengan sedikit lantang kepada para pendayung sampan leper yang sedari tadi terlihat memperhatikan tingkah polah kami berdua.

"Oke, lanjut," kata para pendayung sampan leper serentak.

Usai berfoto-foto, kami pun melangkah mendekati para pendayung sampan leper.

"Assalamu'alaikum, pak," ucapku pada para pendayung

"Wa'alaikumsalam, ada apa, dek?. Mau nyebrang?," tanya salah seorang pendayung.

"Tidak, pak. Cuma mau jalan-jalan aja, suntuk," jawabku sambil mencari posisi duduk untuk berbincang dengan para pendayung.

"Maaf, kalau boleh tahu, nama Bapak siapa, ya?," tanyaku pada seorang pendayung yang selalu menjawab pertanyaan kami.

"Saya Bahtiar," jawabnya

"Diseberang Daerah apa, pak?," tanyaku pada Pak Bahtiar.

"Oh, itu Desa Tanjung Siantar, dek," Pak Bahtiar kembali menjawab.

"Seingat saya sewaktu saya kecil, disini pernah menjadi tempat wisata ya pak. Setiap sore ramai warga dari daerah lain, seperti Tembilahan yang datang kesini untuk berkunjung menikmati suasana pelabuhan ini," tanyaku lagi pada Pak Bahtiar.

"Iya betul, dulu disini kalau sore ramai sekali warga yang berasal dari daerah lain datang berkunjung bersama keluarga mereka. Juga ditahun 90-an, disini pernah menjadi tempat lomba sampan leper. Bahkan, dulu bule (turis asing, red) yang katanya dari Kalimantan pernah datang kesini untuk berkunjung," jelas Pak Bahtiar sembari menghisap lintingin tembakau pabrik.

"Dulu, pelabuhan (dermaga, red) ini panjang sampai kebelakang sana," imbuh Pak Bahtiar seraya menunjuk ke arah dermaga tua nan lapuk yang sebahagian pondasinya tertimbun lumpur ditepian pantai dan menunjuk ke arah semak belukar di timur dermaga.

Pak Bahtiar mengatakan bahwa Dermaga Pekan Arba (Sekedar penamaan, red) saat ini hanya menjadi tempat lalu lintas bagi warga dari kedua daerah yang terhelat sungai ini.

Setelah beberapa menit berbincang. Matahari pun kian tergulung awan, pertanda malam akan segera menjelma. Aku pun berpamitan dengan Pak Bahtiar dan mengajak rekanku pulang.

"Pak, saya pulang dulu. Kapan-kapan saya kesini lagi. Wassalamu'alaikum," tuturku pada Pak Bahtiar yang tak hentinya menghembuskan asap nikotin.

"Iya, Wa'alaikumsalam" tukasnya

"Dit, yok pulang. Tapi, Foto aku sekali lagi disini," pintaku lagi kepada Adit untuk mengabadikan kunjungan ini sambil mengambil pose dengan latar belakang pemandangan rumah penduduk yang tertimbun tanah disertai lumpur.  (R17)

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index