Cabut Izin Untuk Efek Jera

Koalisi PSDA Minta Pemerintah Audit Lahan

Koalisi PSDA Minta Pemerintah Audit Lahan
contoh salah satu areal konsesi yang terbakar. Foto Antara
PEKANBARU (RIAUSKY.COM)- Koalisi Penyelamat Sumber Daya Alam Riau (KPSDA) merekomendasikan kepada pemerintah untuk mencabut izin kepada perusahaan yang melakukan pembakaran lahan. Alasannya, bila tidak, kasus serupa akan kembali terjadi bahkan berkecenderungan lebih besar lagi.
 
Sebaliknya, bila pemerintah tegas, secara rutin melakukan audit, menerapkan sanksi berat terhadap perusahaan, maka, kebakaran lahan dan hutan ke depannya bisa diantisipasi karena takut akan terkena sanksi berat.
 
Hal tersebut disampaikan Muslim Rasyid, praktisi lingkungan yang juga Dinamisator KPSDA. Dia mencontohkan, penerapan sanksi denda seberat-beratnya hingga pencabutan izin pernah dilakukan di Aceh. ''Jadi, tak salah juga bila itu dilakukan di Riau untuk perusahaan yang lalai. Kita tidak setuju bila pola penanganan lebih menekankan pada upaya pencegahan semata, sementara faktanya, kebakaran lahan dan hutan di Riau sudah berlangsung selama 18 tahun,'' ucap Muslim.
 
Pihaknya mencontohkan, kenapa pada periode 2013 tidak terjadi perambahan hutan besar-besaran di Taman Nasional Tesso Nilo, salah satunya adalah disebabkan pemerintah hadir. Pemerintah mengambil tindakan tegas dengan melakukan operasi di lapangan. Namun, ketika pemerintah tidak hadir, dalam beberapa bulan terakhir, okupasi lahan juga meningkat. 
 
WWF, sebagai salah satu perusahaan yang aktif melakukan pemantauan di areal Tesso Nilo sejauh ini tidak berani mengklaim kalau kerusakan hutan dan lahan sebagai bagian yang massif dari keberadaan industri perkelapasawitan. Hanya saja, dengan trend pembelian hasil kelapa sawit dari okupasi kawasan hutan secara ilegal menunjukkan juga kalau industri memberi kontribusi pada terjadinya pembukaan lahan termasuk dengan cara bakar.
 
Hal tersebut diungkapkan Afdhal dalam media briefing yang juga dihadiri aktivis lingkungan lainnya. 
 
''Semisal Tesso-Nilo yang sekarang tak pernah habis terbakar, indikasi peran dari industri juga besar untuk terjdinya perambahan hutan dengan cara bakar. Karenanya, perlu ada campur tangan pemerintah di sana,'' ungkapnya.
 
Data Jikalahari menunjukkan kalau, sepanjang Januari-September 2015 ini, setidaknya, ditemukan ada 56 korporasi di bidang Hutan tanaman Industri  bheberapa diantaranya masih dalam grup APP dan APRIL yang terindikasi terjadi pembakaran lahan, termasuk yang disebabkan oleh kelalaian. Sementara sisanya, terdapat 38 perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan.  
 
''Khusus untuk perusahaan HTI, kita sudah cek ke lapangan, dan kita sudah buat laporan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK),'' ungkap Koordinator Jikalahari, Woro Supartinah. 
 
''Kami berharap, tidak hanya pekerja di lapangan yang mendapatkan sanksi, namun juga korporasi,'' imbuh dia. (R01)
 

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index