Diduga Ada Mark Up Anggaran di Badan Perbatasan Meranti, Satu Tabloid Dibandrol Rp500 Ribu

Diduga Ada Mark Up Anggaran di Badan Perbatasan Meranti, Satu Tabloid Dibandrol Rp500 Ribu
Khairul Amri

SELATPANJANG (RIAUSKY.COM) - Penolakan berlangganan yang dilakukan Badan Perbatasan Kepulauan Meranti terhadap sejumlah media harian (koran), akhirnya menyedot perhatian publik. 

Diduga persoalan itu terjadi karena adanya mark up anggaran sehingga dana yang ada habis tersedot hanya untuk beberapa media saja. 
 
Berdasarkan data langganan yang disampaikan Badan Perbatasan kepada sejumlah media melalui surat penolakan berlangganan, setidaknya ada sembilan media harian (koran) yang diterima berlangganan. 
 
Namun, khusus media ini harga langganan yang dicantumkan adalah harga normal dengan harga terendah Rp80 ribu dan tertinggi Rp140 ribu. Dari jumlah tersebut, maka total anggaran yang harus dikeluarkan adalah sebesar Rp980 ribu/bulan.
 
Beda dengan tabloid dan sejenisnya yang hanya terbit seminggu sekali atau dua kali dalam sebulan yang jumlahnya ada delapan media. Meski mingguan, tapi harga yang dibandrol untuk media tersebut cukup fantastis. Rata-rata satu media dibayarkan Rp500 ribu per bulan. Untuk delapan media mingguan ini saja instansi tersebut harus menghabiskan anggaran hingga Rp3.185.000 per bulan.
 
Kepala Badan Perbatasan Kepulauan Meranti, Khairul Amri SSos, yang dikonfirmasi tentang hal itu, Rabu (23/4), tidak bisa menjelaskan secara pasti kepada wartawan, meskipun dia sendiri yang menandatangani surat penolakan tersebut. 
 
"Memang saya yang menandatangani, tapi saya tak pasti juga masalah harganya. Sebaiknya tanyakan saja pada bawahan saya yang menangani ini," kata Khairul Amri.
 
Dalam keadaan sibuk, kata Khairul Amri, ia tidak pernah mengecek lagi setiap surat yang akan ditanda tangani. Termasuk surat yang berkaitan dengan harga langganan koran yang ia tanda tangani.
 
"Tapi saya rasa salah ketik, bukan 500 ribu, tapi 50 ribu. Mana ada anggaran kita segitu banyak untuk langganan koran," tambah Khairul Amri berusaha mengelak sambil memanggil Sekretaris dan seorang bawahannya, mempertanyakan hal itu.
 
Roy Rudi, salah satu wartawan harian mengaku heran dan sangat menyesalkan cara kerja petugas di instansi tersebut. 
 
"Seharusnya persoalan seperti itu tidak terjadi di sini. Wajar jika timbul kecemburuan sosial dari kawan-kawan, selama ini mereka yang sibuk nulis berita setiap harinya, tapi malah media yang tidak jelas wartawannya yang diterima berlangganan. Ada apa di balik semua ini. Tambah lagi harganya mahal pula," pungkas Roy. (R16)

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index