Kementerian Agraria akan Audit dan Evaluasi Semua Izin HGU di Riau

Kementerian Agraria akan Audit dan Evaluasi Semua Izin HGU di Riau
Ferry Mursyidan Baldan

PEKANBARU (RIAUSKY.COM) - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mengajak Pemerintah Riau untuk melakukan audit perizinan lahan yang ada di wilayah Riau. Evaluasi perizinan dilakukan untuk mengatur potensi area lahan demi kesejahteraan masyarakat lokal.

 
"Mari kita desain ulang perizinan pemanfaatan hutan," kata Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN Ferry Mursyidan Baldan, di Pekanbaru, Kamis, 24 Maret 2016 kemarin.
 
Ferry mengatakan, pemerintah akan mengevaluasi izin hak guna usaha (HGU) lahan dan memeriksa sejauh mana manfaatnya bagi pendapatan daerah. Investasi yang memanfaatkan lahan di Riau, kata dia,  mesti mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat lokal dari keuntungan yang diperoleh dari tanah Riau. "Kita review lagi, kita hitung ulang semuanya," ujarnya
 
Menurut Ferry, pemerintah perlu mengaudit luasan HGU yang digunakan oleh perusahaan untuk memastikan apakah semua sesuai dengan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang berbasis luasan lahan.
 
Sebab kata dia, ada kemungkinan perusahaan membayar BPHTB lebih kecil dan tidak sesuai dengan luas lahan yang diberi izin, sehingga ada pemasukkan yang hilang untuk daerah. "Kita evaluasi kegiatan ekonominya, produksi dan luas lahan," ucapnya.
 
Dalam evaluasi ini, kata Ferry, pihaknya juga sudah mempersiapkan Peraturan Pemerintah tentang hak komunal. Kementerian Agraria akan merevisi dan mengambil alih lahan HGU yang di dalamnya ada pemukiman yang dikelola masyarakat adat lalu dikembalikan ke masyarakat. Ini  akan mengurangi potensi konflik agraria antar warga dan perusahaan.
 
"Cara memandang semua keadilan harus kita perbaiki, warga akan kehilangan tempat tinggal jika terusir, sedangkan perusahaan akan tetap hidup meski tidak diberi lahan," jelasnya.
 
Dengan demikian, Ferry yakin masyarakat juga merasakan haknya demi memperoleh kesejahteraan. Pemerintah Daerah Riau juga tetap mendapatkan pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
 
Menurut Ferry, pemberian masa izin HGU akan dikaji dari sisi ekonomi, hak dasarnya adalah break even point (BEP). Pemberian izin masa HGU ditetapkan berdasarkan usia panen komoditas. 
 
Ferry mencontohkan, pemberian izin HGU kelapa sawit tidak perlu lagi selama 30 tahun. Sebab, kata dia, komoditas kelapa sawit pada umumnya sudah memasuki masa panen saat berusia 7 tahun. "Kalau hanya ditanami kelapa sawit cukup diberikan izin 7 tahun saja," katanya. 
 
Perusahan kemudian boleh memperpanjang izin usahanya sesuai persetujuan pemerintah. "Artinya kalau negera yang menjamin, investor tidak akan dirugikan, toh ini BEP, baru aturan mainnya. BEP plus lima tahun dan seterusnya, dengan cara itu pemerintah daereh dapat lebih besar lagi," katanya. 
 
Politikus Nasdem ini mengaku, pemerintah akan hitung ulang semua sisi perizinan demi kesejateraan masyarakat. "Kita tidak mau melihat ke belakang untuk mencari kesalahan, tapi kita tidak mau juga hal ini terjadi di tengah masyarakat," pungkansya. (R02/TEM) 

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index