KEJAM...Demi Rp 100 Ribu, Ami dan Kakaknya Harus Jalan Kaki Tengah Malam Pandau-Rumbai

KEJAM...Demi Rp 100 Ribu, Ami dan Kakaknya Harus Jalan Kaki Tengah Malam Pandau-Rumbai
Ami dan sang kakak

PEKANBARU (RIAUSKY.COM)- Wajahnya datar, bahkan sangat sendu. Tatapannya tidak seperti kebanyakan bocah seusianya yang bermain, berlari ceria. Dia lebih banyak terdiam seolah menatap jauh ke dalam hati tentang hari-harinya yang tak lagi berseri.

Sami Afriani (8) namanya, biasa dipanggil Ami oleh teman-teman sekelasnya. Dia  murid kelas 1 SDN 91, Rumbai, Pekanbaru, pagi itu, saat wartawan mengunjungi sekolahnya, dia masih terlihat kebingungan. Di sebalik tatapan matanya yang kosong, pada bagian pelipis kanan matanya, terlihat garis hitam kebiruan seperti lebam. 
 
Bocah perempuan ini diam saja, seolah tak merasakan sakit atau perih akibat lebam tersebut. Namun, ketika ditanyakan mengapa sampai terjadi lebam tersebut, dia akhirnya berbicara lirih.
 
''Dipukul mamak, karena tak bisa mendapatkan uang seratus ribu (Rp100.000, red),'' ungkap dia polos kepada kalangan wartawan.
 
Ya, menurut pengakuan dia kepada riauonline, baru saja malam tadi (Kamis, 31 maret 2016 dinihari) dia dipukul oleh sang ibu karena tidak bisa mendapatkan uang Rp100.000 sebagaimana yang setiap malam dibebankan  kepadanya.
 
Padahal, malam itu, Sami yang biasa disapa Ami yang siang itu menggunakan baju pramuka dan menggunakan jilbab warna coklat, dia masih kelelahan karena harus berjalan demi mencari uang yang dibebankan kepadanya dari simpang Pandau sampai ke rumahnya di kawasan Rumbai yang jaraknya mencapai puluhan kilometer dengan berjalan kaki. Nauzubillah....
 
Ami merupakan korban dari kekerasan  ibunya yang memerintahkannya untuk menjadi pengemis di jalan-jalan. Setiap hari ia harus mengemis karena dipaksa orangtuanya.
 
"Perginya habis pulang sekolah. Ganti baju dulu, makan siang terus langsung diantar Mamak. Di lampu merah, disuruh minta-minta," ujar Ami kepada wartawan.
 
Ternyata, perlakuan itu tak hanya didapati Ami yang malang, saudara lelakinya, Nur Ahmad Brasa, juga diperlakukan sama. Dengan mimik wajah yang hampir sama, keduanya diantar menuju ke beberapa titik lampu merah di Pekanbaru untuk men jadi peminta-minta. Abangnya ini juga turut menjadi pengemis seperti adiknya.
 
Jika ia dan Ahmad pulang dengan membawa uang hasil mengemis kurang dari Rp 100 ribu, tutur Ami, Mamaknya bakal marah besar dan tak segan-segan memukul kedua buah hatinya itu hingga memar. "Kalau tak dapat duit banyak, dipukul," katanya singkat.
 
Ketika ditemui di kelas, kulit cokelat khas hasil paparan sinar matahari berpadu dengan pakaian pramuka juga berwarna serupa dengan kulitnya. Pada pelipis matanya sebelah kanan bengkak dengan sedikit membiru.
 
"Ini dipukul sama Mamak karena pulangnya kita kurang bawa uang yang banyak," urainya polos.
 
Ami bercerita, siksaan demi siksaan tersebut bukan hal jarang yang mereka dapati. Padahal, perjuangan untuk mendapatkan rupiah demi rupiah yang dimintakan oleh sang ibu mereka tempuhi dengan berjalan dari satu tempat ke tempat lainnya, hingga tak disadari entah sudah sejauh mana mereka melangkahkan kaki. 
 
Tidak jarang mereka kadang pulang hingga pukul 01.00 dini hari. Tak ada sepeda motor apalagi mobil yang akan membawa mereka dari lokasi yang jauh itu.  Ia harus berjalan kaki dari tempatnya mengemis ke rumahnya. Mereka pulang seringkali dari Panam ke Rumbai hanya seorang diri. "Tadi malam Ami di lampu merah Pandau (perbatasan Pekanbaru-Kampar) Pulangnya juga jam satu malam jalan kaki," katanya.
 
Ami bersama keluarganya tinggal di Jalan Nelayan, Gang Tirtonadi, Rumbai. Dari pengakuan Ami, sang ibu tidak ada pekerjaan.
 
Sementara itu, Wali kelas Ami, Desis mengatakan, Ami sudah ada mendapat bantuan beasiswa. "Padahal mereka berdua itu sudah mendapat uang bantuan beasiswa dari pemerintah. Itukan untuk keperluan sekolah anaknya," jelasnya.
 
Pihak sekolah mengaku kesulitan untuk memberikan pemahaman kepada orangtua Ami tentang beban berat yang diberikan kepada kedua kakak beradik tersebut. 
 
"Kita sudah sering berbicara dan meminta kepada orangtuanya untuk tak menyuruh anaknya mengemis. Tapi tidak ada yang berubah sedikitpun dari bocah itu. Tetap saja mereka harus  mengemis dan kita kasihan sekali melihatnya," tandas Desis sang guru yang sehari-hari memperhatikan tumbuh kembang anak-anak dari keluarga tersebut.
 
Ami sudah satu kali tidak naik kelas karena mengemis dan berakibat sekolahnya terganggu. Di kelas, ia seringkali tertidur tanpa memperdulikan pelajaran dari guru.(R01/roc)

Listrik Indonesia

#Sami Bocah Rumbai

Index

Berita Lainnya

Index