Minimalisir Konflik, Syamsuardi Ajak Masyarakat Bangun Komunikasi dengan Gajah

Minimalisir Konflik, Syamsuardi Ajak Masyarakat Bangun Komunikasi dengan Gajah
SIAK SRI INDRAPURA (RIAUSKY.COM) - Konflik antara gajah dan manusia dapat diminimalisir jika adanya pemahaman yang baik dari masyarakat terhadap aktifitas satwa liar dilindungi ini. 
 
Demikian disampaikan Camat Sungai Mandau, Irwan Kurniawan pada acara Sosialisasi Penanganan Konflik Satwa Liar yang diadakan Kecamatan Sungai Mandau bekerja sama dengan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Kantor Camat Sungai Mandau, Selasa (24/5).
 
“Konflik antara gajah dan manusia sudah sering terjadi, beberapa bulan lalu, ada gajah yang masuk ke pemukiman penduduk. Kami sudah lama ingin mensosialisasikan penanganan konflik ini di daerah kami, supaya gesekan antara gajah dan manusia dapat diminimalisir. RAPP lah yang bersedia untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat, saya sangat apresiasi sekali dengan kepedulian perusahaan ini,” jelas Irwan.
 
Ia berharap dengan adanya sosialisasi ini masyarakat di daerahnya mengerti bagaimana menangani hewan yang hampir punah ini tidak masuk ke dalam pemukiman penduduk dan selalu dalam jalur jalannya.
 
“Kami sudah memikirkan solusinya, yakni dengan menanam pisang dan tebu di sepanjang trek atau jalur gajah, sehingga mereka tetap makan tanpa harus datang ke tempat warga,” ujarnya.
 
Dalam sosialisasi yang dihadiri puluhan masyarakat dari enam desa, yakni Desa Olak, Lubuk Jering, Becah Umbai, Lubuk Umbut, Tasik Betung, dan Muara Bungkal ini menghadirkan staf WWF Indonesia Program Indonesia, Syamsuardi. Ia mengatakan penanganan  konflik harus dilakukan sebaik mungkin.
 
“Dalam penanganan konflik, manusia harus membangun komunikasi dengan gajah. Jika gajah masuk ke pemukiman penduduk, manusia harus bisa menggiring gajah agar kembali ke habitatnya. Penanganan konflik ini yang paling penting untuk manusia. Pastinya, manusia harus mengetahui aktivitas gajah itu bagaimana. Gajah tidak akan keluar jika trek jalan dan habitatnya tidak diganggu. Acara yang diadakan RAPP cukup positif,” jelasnya.
 
Staf Seksi Perencanaan, Perlindungan dan Pengamatan Balai Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Muhammad Hendri mengatakan konflik manusia dengan satwa liar dilindungi, khususnya gajah cukup tinggi. 
Penyebabnya sekitar 85 persen habitat dan areal jelajah gajah yang berada di luar kawasan konservasi, kondisinya sudah rusak. 
 
Kondisi itu, lanjut Hendri, ditandai dengan tingginya kasus kematian gajah sejak 10 tahun terakhir. Periode 2004 hingga 2014 tercatat sebanyak 143 ekor gajah mati. 
 
Padahal, satwa satwa liar termasuk gajah dilindungi oleh Undang-undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Peraturan Pemerintah (PP) nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
 
"Sementara pedoman dan penanganan konflik antara manusia dan satwa liar diatur dalam Permenhut P.48/2008. " jelasnya.
 
Sementara itu, Environment, Conservation and Certification Head RAPP, Inra Gunawan mengatakan tujuan sosialisasi ini untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat di Sungai Mandau tentang teknik penanganan konflik manusia dan gajah.
 
“Sosialisasi ini sangat penting bagi RAPP karena sejalan dengan Sustainable Forest Management Policy (SFMP-red) 2.0 di bidang perlindungan satwa. Dengan adanya sosialisasi dapat memperkuat koordinasi dengan berbagai pihak untuk dalam upaya mitigasi konflik,” tutupnya. (R02/RLS)

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index