YA ALLAH...KASIHANNYA AYAH UDIN dan Edi, Mereka Miskin, Tua, Penyakit pun Mendera di Gubuk Tua...

Selasa, 29 November 2016 | 04:15:09 WIB
Udin (telanjang dada) dan Edi (berbaju Ungu) duduk di depan gubuk yang mereka tinggali

BAGANSIAPIAPI (RIAUSKY.COM) - Mungkin tak ada yang se- miskin dan se- prihatin mereka. Di penghujung usianya yang sudah tak muda lagi, kedua pria bersaudara, warga Kepenghuluan Bagan Punak Pesisir, Kecamatan Bangko, Rokan Hilir harus menjalani sisa umur mereka di gubuk derita.

Tak berpintu dan berjendela, Hujan dan panas menjadi saksi atas derita mereka. Syukurnya, masih ada sejumlah warga yang peduli membantu menyambung isi perut mereka agar tak mati oleh rasa lapar.

Udin dan Edi nama mereka. Perihnya kehidupan ini harus tetap dijalani dengan ikhlas oleh kedua orang abang-adik ini. Edi berusia 45 tahun,  dan abangnya  Udin 58 tahun.

Mereka tinggal di sebuah gubuk kecil yang sangat-sangat tidak layak huni di jalan Kampung Nelayan Baru, RT 07 RW 02. Di gubuk yang berukuran 2x3 meter inilah mereka berdua tetap bertahan hidup tanpa ada perhatian dari pihak mana pun.


Dari penelusuran inforohil, tampak, gubuk yang sudah di tempati selama hampir 10 tahun itu nyaris tumbang. Bagian kayu penyanggah empat sisi pondasi gubuk itu sudah kropos. Dinding-dindingnya juga sudah banyak yang mau lepas. Bagkan sebagian dindingnya sudah dilapis oleh seng bekas.

Parahnya lagi, atapnya juga sudah bocor. Jika hujan, tidur dalam kebasahan bagi mereka sudah biasa. Sedangkan pintu masuknya hanya terbuat dari gorden bekas berwarna pink yang sudah bercampur hitam akibat terlalu lama tidak diganti.

Mungkin, para pejabat setempat baik RT, RW maupun datuk Penghulunya tidak mengetahui keberadaan mereka. Sebab, posisi gubuk tersebut berada di sisa pekarangan belakang rumah Rahman. Sehingga jika hanya melintas dijalan itu, tampaknya hanya seperti kandang kambing.

Untuk bertahan hidup, saat ini mereka hanya mengharap belas kasih dari saudara kandungnya yang bernama Rahman (52). Pasalnya di usia mereka yang sudah tua itu, mereka tidak memiliki lagi tenaga untuk kembali bekerja sebagai nelayan di wilayah perairan Bagansiapiapi. Ditambah lagi kondisi keduanya yang sudah sakit-sakitan.

Edi sendiri hanya bisa pasrah menjalani hidupnya. Setiap hari ia dan abangnya hanya menghabiskan waktu di gubuk reot itu berdua. Ia hanya bisa menampilkan raut wajah sedih ketika ditanya dimana anak istrinya berada.

Diapun tidak bisa memaksakan istri dan anak perempuannya untuk tetap tinggal bersamanya. Dia menyadari dengan kondisi fisiknya yang sudah tidak berdaya itu, tidak sanggup memberikan nafkah lagi pada anak istrinya. Sehingga istrinya memutuskan untuk kembali kepada orang tuanya di Kepenghuluan Serusa Kecamatan Bangko.

“lamo dah ditinggal istri, hampir duo tahun balik keumah umaknyo. Aku kuang sehat, kojo pun tak tolok,” ujar Edi dengan logat melayunya dengan raut wajah sedih seraya mata berkaca-kaca,  ketika ditemui digubuknya.

Disamping itupun ia juga harus mejaga dan memperhatikan abangnya. Abangnya sendiripun saat ini sudah susah untuk diajak berkomunikasi. Tidak seperti orang normal lagi, Udin taunya hanya makan tidur dan berkata ngaur jika sudah lapar atau terlambat memberinya makan.

“Tak usah tanyo dio ( Udin, red) lei, dio tak tau apo yang ondak di cakapnya'' (Jangan tanya Udin lagi, dia tidak tahu mau berkata apa), saran Edi ketika wartawan media ini menanyakan sesuatu tentang Udin.
“Saya dulu sekolah, pernah tamat SD. Ia dulu di SD pernah saya,” timpal Udin ketika ditanyai berapa usianya saat ini.

Sementara itu Rahman yang juga kondisinya sudah terkena penyakit kronis, mau tidak mau harus menjaga dan merawat keduanya saudaranya itu sendiri. Terlebih lagi, ia juga harus merawat diri sendiri karena istrinya telah meninggal dunia tahun ini.

Menurut pengakuannya, kedua saudaranya itu tidak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah Kepenghuluan setempat selama tinggal di situ. Jangankan bantuan rumah layak huni, bantuan kecil seperti Raskin maupun BLT saja tidak pernah dicicipi sama sekali.

Rahman juga sudah banyak mendapat masukan dari teman atau tangganya untuk mengajukan proposal bantuan kepada Pemerintah Kabupaten. Namun, karena kondisi keterbatasan pengetahuannya, ia tidak tahu bagaimana jalannya agar kedua sauaranya itu mendapat perhatian dari pemerintah. Ia hanya berharap kepada orang yang datang untuk mau membantu menolong saudaranya itu.

“Saya tak tahu mau bagaimana lagi, sudah banyak yang sarankan begini begitu supaya dapat bantuan, tapi saya tidak pandai ngomongnya. Saya Cuma bisa berharap ada yang mau menolong,’ katanya. (R01/ir)
 

Terkini