BIKIN HARU...Jenda Barus, Kisah Anak Keluarga Tak Mampu Raih Cum Laude di Kampus Elit Milik Chevron

Ahad, 26 November 2017 | 12:38:37 WIB
Jenda Barus saat didaulat menyampaikan isi hatinya tentang perjuangan mengarungi ilmu di kampus elit perusahaan minyak ternama PT Chevron membuat banyak mata terharu.

PEKANBARU (RIAUSKY.COM)- Suasana wisuda angkatan XIV Politeknik Caltex Riau diwarnai keharuan seluruh hadirin yang memenuhi ruangan serbaguna PCR, Sabtu (25/11/2017). 

Rasa haru tidak bisa dibendung tatkala wisudawati yang bernama Jenda Litna Barus mewakili 353 wisudawan-wisudawati untuk menyampaikan kata sambutan.

Dia mengawali sambutannya dalam bentuk rasa syukur bahwa di hari bersejarah tersebut dia dan teman-temannya sudah berhasil menyelesaikan perkuliahan. 

Namun suasana haru kemudian terjadi ketika Jenda menyampaikan bahwa wisuda ini merupakan buah manis dari perjalanan hidupnya yang begitu pahit. 

Manakala di saat ketidakmampuan keluarganya secara ekonomi dan persoalan berat yang menimpa orangtuanya, Tuhan berkarya dan memberinya jalan untuk bisa mewujudkan tekadnya sejak sekolah: harus lanjut kuliah.

“Mungkin saya merupakan mahasiswi yang tidak seberuntung teman-teman di sini. Saya berasal dari latar belakang keluarga ekonomi susah. Ibu saya seorang ibu rumah tangga sedangkan bapak saya seorang petani sederhana yang mengerjakan ladang milik orang lain. 

Waktu saya sekolah dulu, ibu sudah mengatakan kepada saya bahwa mereka tidak sanggup untuk membiayai kuliah,” kata Jenda.

Kata-kata itu sangat membuatnya bersedih, tetapi dia tetap bertekad harus kuliah karena dengan cara seperti itulah dia bisa mengubah kehidupan keluarganya. 

Anak tunggal pasangan Mukim Barus dan Ingan Malem br Tarigan kelahiran Lubukpakam 2 Mei 1995 itu menceritakan awal mula akhirnya jalan terbuka bagi keinginannya.

“Semua bermula ketika saya mengikuti kompetisi cerdas cermat Chevron (KC3), sebuah kompetisi yang diadakan oleh PT Chevron Pacific Indonesia. 

Di situlah saya bertemu dengan bapak-bapak dosen yang menjadi juri. Saya sempat bercerita tentang keinginan saya, dan puji Tuhan saya ditawari beasiswa. 

Selang satu hari setelah acara tersebut saya kemudian mengurus berkas-berkas yang diperlukan untuk mendapatkan beasiswa,” ujar Jenda, yang lulus SMAN 2  Pinggir Kabupaten Bengkalis tahun 2013. 

Tahun 2001 dia pernah mengenyam pendidikan di Dayun Kabupaten Siak dan tamat SMP di Siak Sri Indrapura tahun 2010.

Ketidakmampuan ekonomi keluarga diperparah dengan kondisi sang ibu yang menderita sakit. 

Namun keadaan membuat Jenda makin memacu diri untuk bisa meraih beasiswa. 

Peraih predikat cum leude dengan IPK 3,81 itu pada Februari 2013 sebelum menghadapi ujian nasional SMA akhirnya dinyatakan sebagai penerima beasiswa bidikmisi dan Yayasan Politeknik Chevron Riau setelah melalui tahapan seleksi.

Beasiswa bidikmisi dan YPCR merupakan beasiswa yang diberikan oleh pemerintah dan Yayasan PCR kepada mahasiswa yang memiliki kemampuan akademik atau prestasi namun kurang mendukung secara ekonomi.

“Selama saya kuliah semuanya dikover alias gratis,” katanya. 

Dia mengucapkan kata-kata sambil tidak mampu menahan tangis. Sesekali Jenda berhenti berbicara untuk menyeka air matanya. 

Tepuk tangan dari hadirin pun sering terdengar di sela-sela Jenda menyampaikan sambutannya.

Ketika sudah dipastikan bisa kuliah dengan beasiswa, perasaannya campur aduk. 

Sebesar 40 persen senang sedangkan 60 persen lainnya takut. Takut kalau dia tidak bisa mempertahankan beasiswa dan takut kalau karena latar belakang ekonominya yang susah tidak ada yang mau berteman dengannya. 

“Ternyata rasa takut saya itu salah. Di sini semuanya begitu baik, mereka mau berteman tanpa membeda-bedakan latar belakang. 

Terimakasih kepada sahabat-sahabat saya yang sudah mau berteman dan memberikan motivasi buat saya,” ucapannya makin membuat hadirin terharu.

Dia lalu menceritakan bagaimana beban hidup berat tetap ditanggungnya di saat di sisi lain sedang berjuang untuk bisa menjalani perkuliahan. 

Kondisi sakit ibunya makin parah. Di bawa ke sana ke mari belum diketahui penyakitnya.  

Dia menghadapi dilema, sebagai anak tunggal dia sempat berniat mengurungkan niatnya melanjutkan kuliah dan merawat ibunya. 

Dengan segala keterbatasan biaya berkat bantuan keluarga dan kerabat sang ibu dibawa ke Medan, dan di situlah diketahui ibunya mengalami hipertiroidisme (kelenjar tiroid) yang mengakibatkan adanya penumpukan lemak di bagian mata kanan.

 Pilihannya adalah mata sebelah kanan harus diangkat, kalau tidak akan mengenai mata sebelah kiri. 

“Akhirnya dengan bantuan kelurga dan kerabat, ibu memutuskan menjalani operasi untuk mengangkat mata sebelah kanannya," ujarnya. 

Kini ibu hanya dapat melihat dengan bantuan bola mata palsu dan seumur hidup harus melakukan serangkaian pengobatan rutin untuk merawat bola mata palsu tersebut. 

Usai sang ibu menjalani operasi, masih dirundung rasa sedih, Jenda mempersiapkan segala sesuatu untuk memulai perkuliahan. 

Agustus 2013 dia kembali ke desa dan mempersiapkan diri untuk memulai perkuliahan di PCR. 

Dengan hati yang masih dirundung sedih, Jenda kemudian harus meninggalkan orang tua yang tinggal di Desa Pinggir, Kecamatan Pinggir. 

Hidup dengan jarak berjauhan dengan orang tua, membuatnya harus menjadi anak yang mandiri dan tinggal sebagai anak kosan.

 Sekalipun mendapat besiswa penuh selama perkuliahan, dia juga membutuhkan biaya untuk kebutuhan sehari-hari. 

Dengan uang saku Rp500.000 per bulan dan uang kos Rp400.000 per bulan mengharuskannya memutar otak untuk menggunakan uang tersebut dengan tepat. 

Bapak yang bekerja sebagai seorang pekerja di kebun sawit milik orang lain, dengan penghasilan yang tidak menentu setiap harinya, manjadi alarm tersendiri baginya untuk bijak menggunakan uang yang ada. 

Sekalipun seorang anak tunggal, namun Jenda sadar betul porsi sebagai putri tunggal baginya berbeda dengan orang-orang kebanyakan, dimana seluruh kebutuhan yang selalu ada setiap saat diinginkan. 

Baginya, mengenal kata usahakan, doa, dan tunggu adalah proses yang harus dia lalui dan syukuri. Hingga akhirnya membentuknya menjadi pribadi yang dewasa dan mandiri.

Menjalani perkuliahan tak semudah yang dipikirkan. Namun baginya, ada sebuah motivasi yang besar ketika rasa pesimis dan lelah datang. 

Pengorbanan dari seorang ibu dan bapak. Mengingat usaha bapak untuk menafkahi seluruh kebutuhan hidup keluarga dengan harus bekerja tak kenal lelah di kebun milik orang lain, dan kondisi ibu yang selalu bertarung dengan penyakit dapat menyadarkan dan mengobarkan tekadnya untuk mencapai keberhasilan.

Ritme perkuliahan di PCR, setiap hari Senin sampai Jumat yang dimulai pukul 07.00 pagi hingga pukul 16.00 WIB melatihnya untuk terbiasa menghabiskan waktu di kampus. 

Ia juga aktif mengikuti berbagai kegiatan kemahasiswaan dan mengisi kemampuan diri menjadi lebih baik. 

Dikenal sebagai seorang yang periang dan suka bergaul, dia juga dikenal pribadi yang tekun. 

Jangan Takut, percaya saja! Apa yang sudah dimulai, wajib diselesaikan adalah prinsip hidup yang dipegang teguh. Begitu halnya dengan perkuliahan, Ia juga bertekad untuk menyelesaikan apa yang sudah dimulai.

Tahun 2015, di tahun kedua sebagai mahasiswa Ia diberikan kesempatan untuk ambil bagian dalam pertukaran mahasiswa (Student Exchange) Temasekk Foundation Speciallist’s Community Action and Leadership Exchange (TF-SCALE) di Singapura dan Malang, Jawa Timur. 

Program ini merupakan  kerjasama PCR dengan Republic Polytechnic yang ada di Singapura dalam hal ilmu pengetahuan dan memperkenalkan budaya masing – masing negara melalui program pertukaran mahasiswa. 

Kesempatan ini merupakan hal yang sangat membanggakan baginya, pasalnya tidak semua mahasiswa diberikan kesempatan untuk mewakili kampus dalam program pertukaran mahasiswa ini.

Sepulang dari Singapura, tahun 2016 Jenda melanjutkan perkuliahan dan melaksanakan Program Kerja Praktek selama 4 bulan di Koperasi Karyawan Minyak Caltex (KKMC).

Kerja Praktek ini merupakan serangkaian kurikulum yang wajib dilakukan oleh mahasiswa PCR. 

Dengan adanya kerja praktek ini mahasiswa dapat langsung belajar di dunia kerja dan menerapkan skill yang diperoleh di perkuliahan. 

Senada dengan ilmu yang diperolehnya di Program Studi Sistem Informasi, pada kegiatan kerja praktik ini Ia juga membangun suatu sistem untuk KKMC yang diberinya judul Rancang Bangun Sistem Cuti Karyawan pada Koperasi Karyawan Minyak Caltex (Level Admin dan Karyawan). 

Sistem ini juga Ia tuangkan dalam laporan Kerja Praktek dan menghantarkannya lulus seminar Kerja Praktek dengan hasil yang memuaskan.

Setelah kerja praktik, Jenda akhirnya sampai pada proses Proyek Akhir (PA). Menyandang status mahasiswa tingkat akhir tentunya membuatnya semakin sibuk dan menyita fokus nya untuk menyelesaikan langkah akhir perkuliahan. 

Identifikasi Learning Style pada Personalisasi E-Learning adalah judul PA yang akhirnya membawanya lulus dengan predikat Cum Leude IPK 3,81. 

Tak sampai disitu, menjelang hari wisuda pada 25 November 2017, Ia telah diterima bekerja di salah satu perusahaan swasta yang bergerak di bidang IT di Jakarta. Ia berharap ini merupakan langkahnya untuk mewujudkan cita – citanya menjadi seorang Sistem Analyst.

“Terimakasih kepada Yayasan Politeknik Chevron Riau dan semua pihak yang sudah membuat saya menjadi seperti yang sekarang ini. Kesempatan ini amat sangat mengubah hidup saya. Saya tidak akan pernah mengubah anugerah ini dengan apapun,” kataya.

Direktur PCR DR Hendriko ST MEng menyebutkan, meskipun tidak sebagai pemuncak tertinggi namun pihaknya sengaja menunjuk Jenda yang menyampaikan kata sambutan untuk memberikan motivasi bahwa keterbatasan ekonomi tidak menjad halangan bagi generasi muda untuk terus menimba ilmu, bahkan kuliah di PCR sekalipun.

“Kita sudah mendengar bagaimana kisah hidup Jenda tadi. Bisa kita jadikan motivasi untuk terus menggapai cita-cita. Jenda ini termasuk mahasiswa yang berprestasi. Saya ingat waktu Jenda berangkat ke Singapura tahun 2015 kala itu sedang bencana kabut asap. Dia tidak bisa berangkat dengan pesawat terbang, jadi perginya pakai kapal laut. Saat itu batal cita-citanya untuk bisa naik pesawat kali pertama. Tapi, sekarang kan Jenda sudah bekerja di Jakarta, tentu sudah naik pesawat ya,” kata Hendriko sambil tersenyum.(*/R04/rp) 


Sumber Berita: Riau Pos

Terkini