Tak Kuasa Berduka, Ibu dan Ayah Bayi Bermata Satu di Madina Masih Terkulai Lemah

Sabtu, 15 September 2018 | 01:53:15 WIB
Bayi bermata satu yang dilahirkan di Madina.

MADINA (RIAUSKY.COM)- Harusnya, Tantan dan Surianti,warga Perbaungan,Mandailing Natal (Madina) tertawa bahagia dianugerahi keturunan. Apa daya, tawa tersebut harus disimpan jauh. Pasangan asal lampung itu terpukul dua kali.  

Bayi yang kelahirannya dinantikan  dengan kondisi sempurna, terlahir tidak sempurna. Hanya memiliki satu buah mata di kening dan tidak memiliki hidung. 

Hati mereka makin berduka, manakala bayi malang yang lahir di RSUD Penyabungan dilaporkan meninggal dunia setelah selama 8 jam harus mendapatkan perawatan intensif oleh tim dokter RSUD Penyabungan dan tenaga medis. 

Supriyanti tampak begitu lemas. Tatapannya kosong. Jarum infus juga terlihat masih menempel di lengan kirinya.

Istri dari Tatan ini tak pernah menyangka anaknya akan terlahir dengan kelainan fisik dan meninggal dunia sekitar tujuh jam pasca dilahirkan.

Surianti merupakan warga Kelurahan Kayu Jati, Panyabungan, Mandailing Natal. Ia adalah ibu dari bayi perempuan dengan kelainan fisik yang sempat menghebohkan.

Anak bungsunya itu terlahir dengan mata satu dan tidak memiliki hidung. Secara medis, kondisi ini disebut Cyclopia.

Surianti tampak masih tertidur di kasur rawat RSUD Panyabungan, Mandailing Natal, saat ditemui  tribunmedan.com Jumat (14/9/2018) siang. 

Tidak terlihat sanak saudara maupun tetangga di ruang rawat saat itu. Hanya tampak seorang anak laki-laki yang sedang berbaringan di lantai dekat Surianti dirawat. Anak laki-laki tersebut merupakan anak kedua Surianti.

Suaminya, Tatan, tidak mendampingi Surianti karena masih menenangkan diri di kediamannya yang tak jauh dari RSUD Panyabungan.

Tak lama berselang, seorang perempuan paruh baya datang menghampiri Surianti yang ketika itu masih terbaring lemas.

Ia menyapa Surianti dan menanyakan kabarnya. Perempuan itu merupakan kerabat Surianti.
"Bagaimana? Sehat? Maaf baru bisa menjenguk," kata perempuan tersebut.

Meski diterpa cobaan berat, Surianti terlihat cukup tegar. Hal ini terlihat saat Surianti masih bisa tersenyum ketika dijenguk kerabatnya.

"Sehat kak, tapi begini lah," sahut Surianti.

Tribun Medan mencoba berkomunikasi dengan Surianti. Namun, ia masih menutup diri dan tidak bersedia berkomentar apapun.

"Sudah lah, jangan ditanya-tanya dulu. Kasihan dia, baru kena musibah. Sudah lah ya, mohon dimengerti," ujar seorang perempuan yang pada saat itu berada ruang rawat yang sama dengan Surianti.

Di sekitar rumah sakit, seorang perawat perempuan menyempatkan diri berbincang dengan Tribun Medan.

Ia mengatakan, dokter yang menangani kelahiran Surianti pada Kamis (13/9/2018) lalu adalah Dhito Athos P Daulay, seorang dokter spesialis penyakit anak. 

Namun, Dhito tidak berada di rumah sakit saat itu. 

Ia juga tidak ditemukan di tempat praktiknya yang berada tepat di samping RSUD Panyabungan.

Perawat tersebut bercerita bahwa kelainan pada bayi yang dikandung Surianti telah diprediksi sejak jauh hari.

Saat masih sekitar tujuh bulan, Surianti sempat memeriksakan kandungannya ke RSUD Panyabungan.

"Saat itu diketahui ada kelainan pada bayinya. Ada kelainan di kepala. Jadi dulu sempat dianjurkan untuk melahirkan di rumah sakit di Medan. Tapi mungkin ada alasan lain sehingga ibu itu memilih tetap melahirkan di sini," katanya.

Setelah melihat kondisi sang ibu di rumah sakit, Tribun Medan mencoba menemui sang ayah, Tatan, di kediamannya.

Surianti dan keluarga mengontrak rumah sederhana di Kelurahan Kayu Jati, Panyabungan, Mandailing Natal. Rumahnya terletak di dalam gang sempit yang hanya dapat dilalui satu kendaraan roda empat.

Di salah satu sudut, terlihat rumah semi permanen berwana biru. Di rumah itulah keluarga Surianti tinggal. 

Saat disambangi, pintu serta jendela tumah Tatan tampak tertutup rapat.

"Cari siapa?" tanya seorang perempuan paruh baya yang merupakan tetangga Surianti.

"Tatan sedang di dalam, tidur. Dia masih lemas, masih lelah, baru kena musibah. Tolong jangan di ganggu dulu," katanya.

Perempuan yang mengaku bernama Boru Harahap ini mengatakan, Tatan belum bisa ditemui siapa pun. Ia masih ingin istirahat dan menenangkan pikirannya.

Masih menurut Boru Harahap, jenazah bayi pasangan Surianti dan Tatan tersebut sudah dikebumikan pada Jumat (13/9/2018) sekitar pukul 02.00 WIB, tak lama pascadinyatakan meninggal dunia di ruang rawat RSUD Panyabungan.

Seperti diketahui, bayi tersebut meninggal pada Kamis (12/2018) sekitar pukul 22.40 WIB. Bayi tersebut dikebumikan di tempat pemakaman umum yang berada tak jauh dari kediaman mereka.

"Setelah meninggal langsung dibawa ayahnya ke rumah. Dimandikan, disalatkan dan langsung dikebumikan dinihari tadi," kata Boru Harahap.

Keluarga Tatan dan Surianti telah tinggal di daerah tersebut sejak beberapa tahun lalu. 

Menurut Boru Harahap, keluarga itu berasal dari Lampung. Tidak ada sanak maupun keluarga mereka yang tinggal di daerah Panyabungan, Mandailing Natal. 

Baginya, Tatan maupun Surianti merupakan tetangga yang baik. Mereka tidak pernah punya masalah dengan warga setempat.

"Baik orangnya (Tatan) pendiam, tidak pernah bermasalah. Dia sudah lama di sini. Keluarganya tidak ada di sini karena mereka dari Lampung. Jadi saya lah yang sudah seperti kakak dia," kata Boru Harahap.

Boru Harahap mengatakan, Tatan merupakan pekerja tambang. Ia biasa berangkat kerja dan pulang ke rumah dua hari kemudian. 

Sedangkan istrinya, Surianti, hanya ibu rumah tangga.

"Tapi kadang dia (Surianti) juga cari-cari pemasukan dengan mencuci baju warga, walaupun suaminya kadang melarang dia," ujar Boru Harahap.

"Kesehariannya juga tidak masalah. Ya seperti biasa, seperti orang pada umumnya," sambung Boru Harahap.

Prediksi kelainan pada kandungan Surianti juga diungkapkan Boru Harahap. Menurutnya, kelainan ini sudah terlihat saat bayi tersebut masih dalam kandungan.

"Memang dulu sudah tahu ada kelainan. Ya sudah begitu lah nasibnya, mungkin belum rezeki," ujarnya.

Pada Kamis (12/9/2018) lalu, publik dikejutkan dengan kelahiran seorang bayi perempuan tanpa hidung dan hanya memiliki satu mata.

Bayi tersebut lahir di RSUD Panyabungan sekitar pukul 15.30 WIB secara sesar. 

Meskipun sesar, bayi perempuan itu tidak lahir prematur. 

Berat badannya juga terbilang normal, seperti bayi yang baru lahir pada umumnya. Namun, saat dilahirkan, bayi tersebut tidak menangis dan denyut jantungnya lemah.

"Lahirnya sesar, tapi tidak prematur. Beratnya 2,4 kilogram. Waktu lahir juga tidak bagus, bayinya tidak menangis dan tidak ada gerakan. 
Denyut jantungnya juga di bawah seratus. Jadi kondisinya sangat parah," kata Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Mandailing Natal Syarifuddin Nasution saat dihubungi.

Menurut Syarifuddin, terdapat beberapa kemungkinan penyebab kelainan pada bayi ini.

"Kalau kata dokter spesialis bayi yang tadi melihat bersama kami, ada beberapa kemungkinan penyebab. Pertama bisa jadi karena obat-obat yang dulu dikonsumsi si ibu, kemudian bisa juga karena virus," ujar Syarifuddin saat dihubungi.

Syarifuddin mengungkapkan pesimistis terhadap kelangsungan hidup bayi  tersebut. Sebab, kelahiran bayi seperti juga pernah terjadi di luar negeri. Rata-rata meninggal beberapa saat setelah dilahirkan.

"Ini kejadian yang ketujuh. Yang terakhir di Mesir dan meninggal beberapa jam kemudian. Kalau kata dokter bayi, bayi perempuan itu tidak akan bertahan lama hidup," ujar Syarifuddin. 

Prediksi Syarifuddin terbukti, anak kelima dari pasangan Tatan dan Surianti itu meninggal dunia sekitar tujuh jam pascadilahirkan. Tepatnya pada Kamis (12/9/2018) sekitar pukul 22.40 WIB.

"Kita sudah berupaya semaksimal mungkin, tapi Tuhan berkata lain," kata Syarifuddin.(R04)

Sumber Berita: tribun medan

Terkini