Ini Penjelasan Lengkap Jendral Gatot Nurmantyo Soal 5.000 Pucuk Senjata yang Mencatut Nama Presiden

Sabtu, 23 September 2017 | 21:08:30 WIB
Jendral TNI Gatot Nurmantyo

JAKARTA (RIAUSKY.COM)- Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyampaikan, ada institusi yang berencana mendatangkan 5.000 pucuk senjata secara ilegal dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Indonesia.

"Ada kelompok institusi yang akan membeli 5000 pucuk senjata, bukan militer, ada itu pak, ada yang memaksa," ungkapnya saat berpidato di hadapan para Purnawirawan Panglima TNI, Kepala Staf Angkatan serta Perwira Tinggi TNI dalam acara 'Silaturahim Panglima TNI dengan Purnawirawan TNI di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (22/9/2017) malam.

Gatot menyampaikan, TNI akan mengambil tindakan tegas jika hal tersebut dilakukan, tidak terkecuali apabila pelakunya dari keluarga TNI sendiri, bahkan seorang jenderal sekalipun.

"Sehingga suatu saat apabila kami-kami yang yunior ini melakukan langkah yang di luar kepatutan pada senior, itu hanya (tindakan) kami sebagai Bhayangkari. Tidak semua TNI memang bersih. Jujur saya katakan, ada yang punya keinginan dengan cara amoral untuk mengambil jabatan. Dan saya berjanji, mereka akan saya buat merintih tidak hanya menangis, biarpun itu Jenderal," ujarnya tegas.

Lebih lanjut, Gatot menegaskan, nama Presiden Jokowi pun dicatut agar dapat mengimpor senjata ilegal tersebut.

"Mereka memakai nama Presiden, seolah-olah itu yang berbuat Presiden, padahal saya yakin itu bukan Presiden, informasi yang saya dapat kalau tidak A1 tidak akan saya sampaikan disini. Datanya kami akurat, data intelijen kami akurat," katanya.

Gatot juga menyampaikan, TNI akan melakukan tindakan tegas jika nanti senjata tersebut tetap masuk ke Indonesia walau sudah diingatkan.

"Kita intip terus, kalau itu (senjata) ada akan kita serbu. Jadi kalau suatu saat kami menyerbu pak, itu karena tidak boleh di Negara Kesatuan Republik Indonesia, ada institusi yang memiliki senjata selain TNI dan Polri," ungkapnya.

Bahkan, menurut Gatot, Polri pun tidak boleh memiliki senjata tertentu yang hanya boleh dimiliki oleh TNI.

"Dan polisi pun tidak boleh memiliki senjata yang bisa menembak Tank, dan bisa menembak pesawat, dan bisa menembak kapal. Saya serbu kalau ada. Ini ketentuan,” ujarnya.

Pernyataan Gatot tersebut disampaikan di hadapan para mantan Panglima TNI dan para mantan Kepala Staf Angkatan serta purnawariwan Perwira Tinggi TNI dalam acara 'Silaturahim Panglima TNI dengan Purnawirawan TNI'.

Namun, tidak ada mengenai info rinci mengenai institusi yang dimaksud dan jenis senjata yang akan didatangkan.

Turut hadir dalam acara tersebut adalah Menteri Politik Hukum dan Keamanan Wiranto, bekas Wakil Presiden Republik Indonesia Jenderal (Purn) Tri Sutrisno, Laksamana TNI (Purn) Widodo AS, Jenderal TNI (Purn) Endiarto Sutarto.

Kemudian bekas Panglima TNI Laksamana TNI (Purn) Agus Suhartono, bekas Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Letnan Jenderal (Purn) Prabowo Subianto, serta para petinggi TNI lainnya.

Ketua MPR Zulkifli Hasan ikut berkomentar saat ditanya wartawan soal isu lima ribu senjata yang diimpor oleh institusi non militer, dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo.

Menurut Zulkifli, apabila impor senjata tersebut tidak sesuai ketentuan alias ilegal, sebaiknya diusut oleh aparat berwenang.

‎"Ya diusut saja kalau ilegal, ya urusan polisi diusut, ditindak sesuai peraturan berlaku. Namanya juga ilegal kan?" ujar Zulkifli di kompleks MPR/DPR Senayan, Jakarta, Sabtu (23/9/2017).
Menurut Zulkifli, memiliki satu senjata tanpa izin saja ‎dapat dikenakan pidana, apalagi kalau lima ribu senjata. Oleh karena itu, Zulkifli mengatakan kasus tersebut sebaiknya ditangani.

"Kalau orang pakai pistol satu enggak izin bagaimana? Apalagi lima ribu, sebaiknya diusut dan itu urusan polisi," katanya.
Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani meminta agar Presiden Joko Widodo menjelaskan mengenai pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo terkait adanya institusi yang berusaha mengimpor senjata.

Menurut Gatot, ada institusi di luar militer dan Polri yang hendak mendatangkan ribuan senjata.

"Atasan beliau kan Presiden. Itu di sampaikan ke Presiden dan direspons dengan baik oleh Presiden diklarifikasi dari pada itu kemudian menjadi isu bahwa itu seolah-olah antar sektoral di pemerintahan itu tidak kompak," kata Arsul di Cikini, Menteng, Jakarta, Sabtu (23/9/2017).

Arsul memandang hal tersebut harus diklarifikasi karena pernyataan Panglima TNI telah disebar ke publik.

Penyampaian penjelasan itu bisa melalui Wakil Presiden atau Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan.

"Presiden harus menyampaikan dulu secara jelas. Biar Presiden yang mengklarifikasi. Presiden ini karena bertanggungjawab tertinggi ya setelah Presiden apakah bilang yang mengklarifikasi Pak Wapres atau Menkopolkam itu boleh saja," kata anggota Panitia Khusus Angket KPK itu.(*)

 

Sumber Berita: Tribun Pekanbaru

Terkini