KEJAMNYA...Orangutan Mati dengan 130 Tembakan, 74 Peluru Bersarang di Kepala, Ini Para Pelakunya

Ahad, 18 Februari 2018 | 17:17:55 WIB
Orangutan yang mati ditembak

RIAUSKY.COM - Polisi akhirnya berhasil mengungkap kasus penembakan orangutan di kawasan Taman Nasional Kutai (TNK) di Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Kutai Timur awal Ferbuari lalu.

Empat tersangka yang tak lain pemilik kebun di sekitar kawasan TNK langsung ditahan. Mereka adalah Muis (36), Andi (37), Nasir dan Rustam (37).

Muis (36), salah satu tersangka kasus penembakan orangutan di kawasan TNK, Kecamatan Teluk Pandan, Kutai Timur mengaku menyesal dengan apa yang dilakukannya.

Ungkapan itu dilontarkan saat ditanyai awak media usai jumpa pers di Polres Kutim, Sabtu (17/2/2018).

Muis mengatakan dirinya tidak tahu kalau orangutan merupakan hewan dilindungi dan dilarang untuk melukai apalagi membunuh. "Saya sangat menyesal. Benar?benar menyesal. Tidak tahu kalau tidak boleh membunuh orangutan," ungkap Muis.

Ia juga meminta agar mendapat hukuman seringan?ringannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan tersebut. 

Seperti diketahui, peristiwa matinya orangutan dengan 130 luka tembak menggemparkan semua kalangan. Tidak hanya dari Indonesia, tapi juga internasional.

"Kita melakukan olah TKP berulang?ulang dan meminta keterangan pada 19 orang saksi. Semua dilakukan dengan sangat teliti, hingga akhirnya meningkatkan status saksi pada tersangka Muis dan empat kerabatnya, dari saksi menjadi tersangka," ungkap Kapolres Kutim, AKBP Teddy Ristiawan seperti dimuat Tribunnews.

Empat tersangka yang tak lain adalah pemilik kebun di sekitar kawasan TNK langsung dijebloskan ke dalam kurungan.

Sementara, satu tersangka atas nama Hn, yang berusia 13 tahun tidak ditahan. Namun proses hukum tetap dilakukan.

Dari tangan keempatnya, polisi juga menyita empat pucuk senapan angin milik keempat warga.

"Mereka kami jerat dengan pasal 21 ayat (2) huruf a jo pasal 40 ayat (2) UU RI nomor 5 tahun 1990 tentang KSDAE, jo psal 55 KUHP, dan diancam hukuman pidana kurungan 5 tahun disertai denda Rp 100 juta," kata Kapolres Teddy Ristiawan.

Alasan keempatnya melakukan penembakan, menurut keterangan tersangka Muis, karena orangutan itu mau mencabut nanas di kebunnya.

"Orangutan itu disebut?sebut telah merusak kebun nanas milik tersangka Muis. Sehingga dilakukan pengejaran dan saat dilihat sedang bergelantungan di pohon, langsung ditembaki," kata Teddy.

Apa yang dilakukan keempatnya bisa terungkap setelah pihak kepolisian memeriksa 19 orang saksi yang berdomisili di pondok?pondok sekitar TKP penemuan orang utan.

Para tersangka pun mengakui, mereka membawa dua kotak peluru yang masing?masing berisi 60 butir peluru. "Pada pemeriksaan awal, saksi yang dimintai keterangan kami fokuskan pada warga yang menguasai lahan di sekitar TKP.

Mengapa? Karena melihat hasil otopsi, selain ada proyektil senapan angin, juga ditemukan biji sawit, nanas dan beberapa hasil kebun lainnya. "Jadi kuat dugaan orangutan tersebut mengambil hasil kebun warga," beber Teddy. 
Sebelumnya, orang utan itu ditemukan warga pada Minggu (4/2) sore di sekitar kawasan Taman Nasional Kutai Timur. Namun proses evakuasi baru bisa dilakukan pada Senin (5/2).

Saat dievakuasi, orang utan itu masih hidup. Karena kondisinya melemah, orang utan itu kemudian dibawa ke RS Bontang. Orang utan itu kemudian mati karena diduga mengalami infeksi.

Centre for Orangutan Protection (COP) mengatakan, dari hasil autopsi pada Selasa (6/2) malam, di tubuh orang utan itu ditemukan 130 peluru. Peluru senapan angin itu bersarang di kepala (74 peluru), tangan kanan (9 peluru), tangan kiri (14 peluru), kaki kanan (10 peluru), kaki kiri (6 peluru), dan dada (17 peluru). Tak hanya itu, ditemukan luka lebam pada bagian paha, dada, dan tangannya.

"Namun tim autopsi hanya mampu mengeluarkan 48 peluru. Penyebab kematian sementara diperkirakan adanya infeksi akibat luka yang lama ataupun yang baru terjadi. Seratus tiga puluh peluru adalah terbanyak dalam sejarah konflik orang utan dengan manusia yang pernah terjadi di Indonesia," kata Manajer Perlindungan Habitat COP Ramadhani. (*)

Terkini