Dari Pesantren untuk Indonesia

Komitmen Riau Ciptakan Masyarakat Riau yang Agamis

Komitmen Riau Ciptakan Masyarakat Riau yang Agamis
Gubri hadiri  Apel Akbar Peringatan Hari Santri Nasional Tahun 2016 Provinsi Riau di Halaman Kantor Gubernur
 
PEKANBARU (RIAUSKY.COM) - Pendidikan agama merupakan salah satu pondasi yang harus dikuatkan untuk membangun generasi muda yang berakhlak mulia.
 
Namun harus kita akui, selama ini lembaga-lembaga pendidikan agama masih cenderung belum menjadi prioritas dalam pengembangan pendidikan secara nasional.
 
Padahal, filosofi pembangunan daerah pemerintah Provinsi Riau mengacu kepada nilai-nilai luhur kebudayaan Melayu sebagai kawasan lintas budaya yang telah menjadi jati diri masyarakatnya sebagaimana terungkap dari ucapan Laksamana Hang Tuah, “Tuah Sakti Hamba Negeri, Esa Hilang Dua Terbilang, Patah Tumbuh Hilang Berganti, Takkan Melayu Hilang di Bumi”.
 
Budaya Melayu adalah budaya yang dibangun atas nilai-nilai ke-Melayuan yang bersumber dari nilai-nilai atau ajaran Islam. Karena itu, budaya Melayu identik dengan Islam. 
 
Bagi masyarakat Riau, nilai-nilai ke-Melayuan yang mereka pegang tersebut baik secara sadar atau pun tidak sadar, langsung maupun tidak langsung, sesungguhnya sudah mereka jalankan selama puluhan bahkan ratusan tahun silam, jauh sebelum dicanangkannya Visi Riau 2020. 
 
Visi Riau 2020 secara eksplisit ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Riau No.36 tahun 2001 yakni, “Terwujudnya Provinsi Riau Sebagai Pusat Perekonomian Dan Kebudayaan Melayu Di Asia Tenggara Tahun 2020 Dalam Lingkungan Masyarakat Yang Agamis, Sejahtera Lahir Dan Bathin”.
 
Makna dari pernyataan tersebut menegaskan bahwa apapun tujuan yang ingin dicapai, betapa pun tinggi dan luasnya cita-cita tersebut, haruslah tetap berjalan dalam koridor agama.
 
Terkandung juga makna bahwa betapa pun hebat, megah dan gemerlapnya pembangun fisik-material yang dicapai oleh suatu bangsa, tidak akan ada nilainya kalau masyarakat jauh dari agama. Oleh karena itu, lingkungan masyarakat yang agamis adalah harga yang tidak bisa ditawar lagi dalam mewujudkan Visi Riau 2020.
 
Dalam mewujudkan Visi Riau 2020 tersebut, Pemerintah Provinsi Riau telah menyatakan komitmen dan melakukan berbagai langkah strategis pembangunan. Hal tersebut semuanya terangkum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Riau tahun 2014-2019.1-e4
 
Dalam RPJMD itu terdapat sembilan penekanan yang salah satunya menyangkut keagamaan yaitu, “pembangunan masyarakat yang berbudaya, beriman dan bertaqwa”.
 
Gubri, Sekda Prov Riau dampingi Menakertrans RI  menandatangani Prasasti Gedung saat kunjungi Pesantren Al Mujtahadah jl Handayani Kec Marpoyan Damai
 
“Semua penekanan itu mengarah kepada pembangunan dan kesejahteraan untuk masyarakat,” ujar pelaksana tugas (plt) Gubernur Riau, Ir H Arsyadjuliandi Rachman MBA, beberapa waktu lalu.
 
Gubri mengatakan, pencapaian yang ingin diwujudkan melalui pokok-pokok visi tersebut adanya keseimbangan antara kesejahteraan masyarakat dan pembangunan ekonomi melalui pelayanan dasar yang berkualitas, infrastruktur yang memadai dan pembangunan berkelanjutan dengan aparatur yang andal dan tetap berada dalam nilai agama, filosofi, moral dan budaya.
 
Dalam Apel Akbar Hari Santri Nasional beberapa waktu lalu di Halaman Kantor Gubernur Riau. Empat ribu lebih santri dari 12 kabupaten/kota di Riau hadir pada kegiatan ini. Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman pun dalam sambutannya sebut bahwa banyak tokoh nasional lahir dari lingkungan Ponpes.
 
“Banyak lulusan santri-santri yang telah berhasil menunjukan eksistensinya didalam berpolitikan dan kemimpinan Indonesia. Seperti, Menteri Ketenagakerjaan RI, M Hanafi Dahkiri dan Khofifah selaku Menteri Sosial RI”, ujar Gubri.
 
Untuk itu ia berharap agar para santri harus menunjukan eksistensinya, karena Menteri Ketenagakerjaaan, Menteri Sosial juga alumni pesantren. Seiring dengan perkembangan global perubahan budaya yang tak terelakan, santri harus memberikan respon positif dan mengikuti perkembangan tersebut dalam suatu hal yang positif.
 
Gubri menambahkan, para santri untuk dapat menjadi agent of change, dan pesantren dituntunt untuk pertahankan pendidikan keagamaan diera globalisasi. Agar santri menjadi pribadi muslim kedepan, antara imtek dan impek, dan diharapkan menteri untuk bisa ikut sertakan balai pelatihan di pondok pesantren.
 
Perubahan global begitu cepat terjadi saat ini. Gubernur mengajak santri menanggapinya dengan positif dan tetap mengikuti perkembangan zaman, terlebih pesantren sekarang banyak yang sudah berbasis teknologi.
 
“Santri juga dituntut menjadi agent of change (agen perubahan). Di zaman persaingan global ini, santri harus bisa menyelaraskan ilmu pengetahuan teknologi (IPTEK) dan tetap menjadi pribadi muslim yang beriman dan bertaqwa,”katanya.
 
Gubernur Riau optimis dan yakin kedepan Riau akan semakin aman dan kondusif, ini karena perkembangan pondok pesantren (ponpes) semakin banyak di negeri lancang kuning ini.
 
Ribuan santri hadir pada Apel Akbar Hari Santri Nasional yang diadakan di Halaman Kantor Gubernur Riau
 
"Saya merasa yakin kalau pesantren semakin banyak, maka Riau akan semakin aman,” kata Andi Rahman, sapaan akrabnya.
 
Sementara itu pada acara Apel Akbar tersebut, Menteri Tenaga Kerja (Menaker) RI Hanif Dakhiri memberikan sambutan. 
 
“Kita harus bangga sebagai santri. Kenapa bangga, Indonesia mungkin tak bisa seperti saat ini kalau tidak ada pondok pesantren. Dimana bersama kiayi dan santrinya yang telah berjuang melawan penjajah. Banyak pahlawan kita sesungguhnya berlatar belakang pondok pesantren," ujarnya.
 
Menteri Hanif mengharapkan para santri memiliki daya saing yang. “Untuk memiliki daya saing yang kuat, para santri harus memiliki tiga hal, yakni karakter yang kuat, memiliki kompetensi, serta memiliki kreativitas,” jelasnya.
 
Hanif mengingatkan karakter santri yang berpegang pada tiga ciri, yakni tawasuth (moderat), tawazun (menjaga keberimbangan) serta i’tidal (tegak lurus).
 
Berpegang pada tiga ciri tersebut, otomatis para santri memiliki daya tangkal dari arus zaman yang negatif seperti narkoba dan gerakan radikalisme.
 
Menteri yang menghabiskan masa mudanya di pesantren ini juga mengajak kepada para santri untuk senantiasa bangga sebagai santri.
 
Pasalnya, sejarah republik ini menunjukkan bahwa santri dalam hal ini Nahdlatul Ulama  dengan pemahaman Islam ahlussunah wal jamaah-nya telah memberi kontribusi pada berdirinya bangsa ini, jauh sebelum Indonesia merdeka.
 
Dicontohkannya, tahun 1873 para ulama sudah kumpul di Aceh untuk merumuskan Aljumhuriyah Al Indonesia. Baca pula sejarah perlawanan Pangeran Diponegoro yang juga seorang santri dan ahli toriqoh.
 
Di penghujung pidatonya, Hanif mengajak para santri meneriakkan yel-yel santri yang menegaskan bahwa santri senantiasa berakidah Islam ahlussunnah wal jamaah, berideologi pancasila serta bertugas menjaga NU, menjaga Islam dan menjaga keutuhan NKRI. (R02/Advertorial)

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index