Ironi Layanan Kesehatan di Pelosok Negeri

Mau Melahirkan Terpaksa Carter Speedboat Rp 8,5 Juta, Ibunya Hidup, Anaknya Meninggal

Mau Melahirkan Terpaksa Carter Speedboat Rp 8,5 Juta, Ibunya Hidup, Anaknya Meninggal
Puskesmas Kuala Kampar yang berada di Penyalai, Pelalawan. 

KUALA KAMPAR (RIAUSKY.COM) - Kurangnya sarana dan prasara kesehatan menjadi masalah utama bagi warga yang bermukim di Kecamatan Kuala Kampar Kabupaten Pelalawan, Riau.

Bayangkan saja, meski punya Puskesmas, namun hingga kini belum punya Puskespusmas Ambulance, sementara untuk keperluan pasien, pihak Puskesmas harus meminjam speedboat milik kecamatan.

Masalah ini pula yang dikeluhkan oleh Kepala Puskesmas Kuala Kampar, Yan Beni Ayusla S.Kep, bahkan katanya pihaknya telah mengusulkan ke Dinas Kesehatan (Diskes) Pelalawan untuk dimasukan dalam anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) yang dikucurkan pemerintah pusat tahun 2019 mendatang.

Ia berharap anggaran itu disetujui dan tidak dicoret seperti pengusulan sebelumnya.

"Memang anggaran untuk pembelian speedboat ambulance itu tidak sedikit. Makanya kita usulkan ke pusat. Mudah-mudahan disetujui," ungkap pria yang akrab disapa Beni ini seperti dikutip dari tribunpelalawan.com, Rabu (7/11/2018).

Ia menegaskan, kalau ambulans air ini sangat dibutuhkan, terutama kepada masyarakat.

Ia pun sempat bercerita kalau pernah ada warga yang menjadi pasien puskesmas yang mengeluarkan uang banyak untuk bisa dirujuk ke rumah sakit di Kabupaten Tanjung Balai Karimun.

Sekitar dua bulan lalu, seorang warga yang hendak melahirkan datang ke puskesmas menjelang malam hari. Setelah diperiksa ternyata tak bisa melahirkan dengan normal akibat pinggulnya sempit dan harus secepatnya dilakukan tindakan operasi.

Kemudian diputuskan untuk dirujuk ke rumah sakit di Tanjung Balai Karimun pada jam 10 malam demi keselamatan si ibu dan anak di dalam rahimnya.

Lantaran speedboat milik Puskesmas tidak ada dan milik kecamatan tidak memadai, alhasil pihak keluarga mencarter speedboat penumpang dengan harga Rp 8,5 juta.

Dengan jarak tempuh satu jam lebih tiba di rumah sakit, tindakan diambil secepatnya. Namun kondisinya tetap mengecewakan keluarga.

"Si ibu selamat tapi anaknya tidak selamat. Padahal uang mereka juga sudah keluar. Jika ada speed ambulance, kita bisa membawa secepatnya," beber Beni.

Berbeda lagi dengan cerita Said Mashudi beberapa tahun lalu saat merujuk almarhum ayahnya yang sakit dari Penyalai ke Pekanbaru.

Ruangan dek speedboat yang digunakan terpaksa terpaksa dimasukan kasur berlapis-lapis agar orangtuanya nyaman.

"Tabung oksigen terpaksa diletakan dekat mesin, karena deknya kecil," kenang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pelalawan ini.

Kondisinya semakin miris lantaran di dalam dek kapal tak ada tempat gantungan yang bisa dipakai untuk mencantolkan botol infus.

Terpaksa mereka memegang botol infus secara bergantian dan mempertahankan dengan tangan agar posisinya tetap lebih tinggi serta terus mengalir.

Belum lagi goyangan kapal apabila menerjang ombak selama perjalanan satu jam lebih. "Jika pakai ambulance air, pasti lebih aman dan nyaman. Itu harus ada. Karena 20 ribu masyarakat Kuala Kampar harus bisa dilayani ketika sewaktu-waktu dirujuk," tandas politis Partai Golkar ini.

Mereka berharap bantuan ambulance air bisa teralisasi tahun depan, termasuk penambahan kamar rawat inap serta perlengkapan medis lainnya.

Jika Puskesmas Kuala kampar memilik ambulance air tentu penanganan rujuk terhadap warga yang sakit akan sesuai prosedur.

Dimana ada tempat tidur yang representatif, ditambah peralatan medis seperti tabung oksigen hingga kotak P3K. Petugas medis serta pasien lebih nyaman meskipun ombak tinggi atau arus sungai deras.

Puskesmas harus merujuk pasien yang menderita penyakit kronis ataupun luka serius. Lantaran penanganan dan tindakan tak bisa sepenuhnya dilakukan Puskesmas di Pulau Mendol, sebutan akrab Kecamatan Kuala Kampar. Kondisi itu diperparah dengan ruang rawat inap yang hanya dua kamar dengan kapasitas empat pasien.

"Kalau ada warga yang mengidap penyakit menular akan semakin sulit. Karena ngak mungkin digabung satu kamar dengan pasien lain," tukasnya.

Pihaknya meminta perhatian khusus dari Pemda Pelalawan, Pemerintah Provinsi Riau, maupun pemerintah pusat. Karena keberadaan Kuala Kampar sebagai daerah terluar Pelalawan di wilayah perairan. (R11)

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index