Pembunuh Harimau Sumatera Sedang Hamil Tua Divonis Tiga Tahun Penjara

Pembunuh Harimau Sumatera Sedang Hamil Tua Divonis Tiga Tahun Penjara
Harimau sumatera yang ditemukan warga mati terperangkap jerat di Kuantan SIngingi ternyata sedang hamil tua.

PEKANBARU (RIAUSKY.COM)- Falalinin Halawa divonis tiga tahun penjara oleh PN Teluk Kuantan, Riau. 

Ia terbuki melakukan pembunuhan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang sedang hamil tua.

Organisasi perlindungan satwa World Wildlife Fund (WWF) mengapresiasi vonis tiga tahun penjara yang dijatuhkan kepada Falalini Halawa. 

Humas WWF Indonesia Program Riau Syamsidar, sebagaimana dilaporkan antara mengatakan tetap menghormati vonis yang dijatuhkan majelis hakim, meski vonis lebih ringan satu setengah tahun dibanding tuntutan jaksa.

"Majelis hakim sudah memiliki pertimbangan dalam memutuskan hukuman. Kita menghormati dan yakin dengan proses hukum yang berlaku," kata Syamsidar sebagaimana dilansir Antara, Jumat (1/3/2019).

Syamsidar menilai bahwa proses penegakan hukum tindak pidana pembunuhan harimau sumatera yang menarik perhatian publik pada September 2018 lalu berjalan dengan cepat. Proses penegakan hukum secara cepat hingga vonis pada akhir Februari 2019 ini, lanjutnya, menjadi catatan positif dari WWF.

Dengan adanya putusan ini, Syamsidar berharap dapat dijadikan sebagai pembelajaran kepada setiap orang agar tidak bertindak serupa yang berpotensi melukai atau yang lebih parah menyebabkan mati satwa dilindungi.

"Terpenting lagi, penegakan hukum sudah berlangsung dengan cepat hingga putusan. Ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak bahwa ada pelanggaran dan konsekuensi hukum ketika melakukan sesuatu yang berpotensi mencelakai satwa liar dilindungi," katanya pula.

Lebih jauh, WWF juga menyatakan pemerintah harus lebih intensif dalam melakukan sosialisasi dan edukasi, terutama kepada masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan dilindungi.

Selain itu, WWF juga mendorong peran aktif perusahaan perkebunan dan industri kayu untuk turut melakukan sosialisasi serta edukasi hingga akar rumput.

Ia menjelaskan, berdasarkan data WWF, sebanyak 75 persen perlintasan satwa dilindungi seperti gajah dan harimau berada di kawasan konsesi, sehingga perusahaan memiliki tanggung jawab tidak kalah besar untuk terus membantu pemerintah melakukan edukasi ke masyarakat.

"Semua pihak harus lebih intensif melakukan edukasi dan sosialisasi potensi keberadaan satwa dilindungi. Tidak hanya pemerintah, namun juga perusahaan-perusahaan yang memiliki konsesi. Pemasangan rambu-rambu keberadaan satwa dilindungi juga harus terus dilakukan," katanya pula.(R04)
 

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index