Ancaman Corona dan Resesi Bikin Ngeri, Ekonom Senior Ini Ingatkan Hal Ini...

Ancaman Corona dan Resesi Bikin Ngeri, Ekonom Senior Ini Ingatkan Hal Ini...
Grafis fluktuasi nilai tukar rupiah beberapa tahun terakhir. Sumber: koranjakarta.com

JAKARTA (RIUSKY.COM)- Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah signifikan pada perdagangan hari ini. Kecemasan terhadap penyebaran virus corona yang semakin masif membuat arus modal keluar dari pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia.

Pada Selasa (17/3/2020), US$ 1 dihargai Rp 15.160 kala penutupan perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 1,74% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya dan berada di posisi terlemah sejak November 2018.

Kala pembukaan pasar, rupiah sudah melemah tetapi hanya 0,2% dan dolar AS masih di bawah Rp 15.000. Seiring perjalanan, depresiasi rupiah semakin dalam dan dolar AS bahkan menembus kisaran Rp 15.100. 

Rupiah memang tidak sendiri di zona merah, karena mayoritas mata uang utama Asia lainnya bernasib sama. Namun depresiasi 1,74% sah membuat rupiah jadi yang terlemah di Asia.

Corona dan Resesi Bikin Ngeri

Pandemi virus corona (COVID-19) yang semakin meluas di luar China memicu aksi jual masif di pasar keuangan global. Dini hari tadi waktu Indonesia, Wall Street mencatatkan pelemahan sampai 12%. Ini adalah koreksi harian terdalam sejak 1987.

Tidak hanya bursa saham dan valas yang melemah, bahkan emas yang berstatus sebagai aset aman (safe haven) pun terkoreksi. Harga emas dunia di pasar spot anjlok sampai 5% dan menyentuh titik terendah sejak November tahun lalu.

Jika Wall Street dan emas saja terpukul karena aksi jual, apalagi pasar keuangan negara-negara berkembang seperti Indonesia. Indeks Harga saham Gabungan (IHSG) ambles 5% sehingga perdagangan dihentikan sementara (trading halt) selama 30 menit pada pukul 15:02 WIB. IHSG juga mengalami hal serupa sebanyak 2 kali pada pekan lalu.  

Sementara di pasar obligasi, yield surat utang pemerintah tenor 10 tahun naik 19,8 basis poin menjadi 7,518%. Kenaikan yield menandakan harga instrumen ini sedang turun karena tekanan jual.

Tekanan bagi rupiah masih belum akan berakhir akibat pandemi COVID-19 yang diprediksi akan berlangsung hingga beberapa bulan ke depan. Kasus COVID-19 di Indonesia sejauh ini dilaporkan sebanyak 172 kasus, dengan 5 orang meninggal dunia dan 8 orang dinyatakan sembuh. 

Namun, angka tersebut tentunya masih bersiko bertambah, mengingat wabah tersebut baru masuk ke Indonesia sejak awal bulan ini.

Sementara itu, terkait dengan anjloknya nilai tukar rupiah, ekonom senior, Rizal Ramli mengingatkan, ''Nilai tukar Rupiah makin anjlok, sudah Rp15.200/$,  dan index IHSG sudah anjlok dari 6000an ke 4500an. Jangan biarkan mata uang Rupiah dan Index terombang-ambing dengan shocks dan volatilitas yg sangat besar. Ubah flexible exchange menjadi fixed exchange di 15.500/$ utk 1 tahun.

Jangan biarkan external & internal shock dengan volatilitas yg sangat besar merusak ekonomi dan korporasi nasional. Bekukan perdagangan saham sampai waktu yg belum ditentukan. Toh kalau dibuka terus, akan semakin anjlok,  dan akan semakin panik.

Rizal juga menegaskan, ''Ini adalah momentum untuk tukar (swap) utang2 Indonesia yg yield-nya sangat tinggi (7-8%), karya Menkeu ‘Terbalik’ yg sangat merugikan bangsa kita. Kerugian krn bond kemahalan itu 110-120T. Padahal yield bond di Jepang, Eropah negatif. Segera negosiasi swap bond, menghemat 110T!,'' kata dia. (R03)
 

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index