Demokrat Tak Setuju Prabowo Pimpin Proyek 'Food Estate': Berpotensi Langgar UU

Demokrat Tak Setuju Prabowo Pimpin Proyek 'Food Estate': Berpotensi Langgar UU
Presiden Joko Widodo dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto saat meninjau areal Food Estate di Kalimantan beberapa waktu lalu. Sumber Foto: liputan6.com

JAKARTA (RIAUSKY.COM)- Partai Demokrat tak setuju dengan penunjukan Menhan Prabowo Subianto pimpin program lumbung pangan nasional atau food estate. 
Prabowo dinilai sudah mempunyai tugas yang berat menjadi menteri pertahanan. Sementara pangan, bukan tugas kementerian pertahanan.

"Kementerian Pertahanan memiliki tugas berat untuk memperkuat pertahanan negara. Apalagi, akhir-akhir ini, perseteruan antara Amerika Serikat dan China semakin memanas di Laut China Selatan yang beririsan dengan Laut Natuna Utara," kata Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat Syarief Hasan, Selasa (14/7/2020).

Syarief menilai, Kementerian Pertahanan harusnya fokus juga dalam mengembangkan industri pertahanan dalam negeri.

Menurutnya, Kementerian Pertanian yang seharusnya menjadi leading sektor pada food estate. Sebab, Kementan adalah lembaga yang paling dekat dengan program ketahanan pangan.

Menurut dia, bekerja sama dan koordinasi memang sah-sah saja antar sesama kementerian. Tetapi, pemerintah harus menempatkan kelembagaan sesuai tugas utamanya.

"Bila pemerintah tetap menetapkan Kementerian Pertahanan sebagai Leading sector-nya, maka kebijakan ini juga berpotensi melanggar UU Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara," tambah dia.


Berada di Lahan Gambut dan Rawa Berpotensi Gagal

Selain itu, Syarief mendorong pemerintah untuk membuat kalkulasi dan pertimbangan matang terkait rencana pelaksanaan program food estate di Kalimantan Tengah. Pasalnya, dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah telah beberapa kali melaksanakan program food estate dengan hasil nihil.

Apalagi, pemerintah telah memastikan bahwa program food estate akan dilaksanakan di Pengembangan Lahan Gambut (PLG), Kalimantan Tengah. Lahan ini, kata dia, pernah dikembangkan di masa Pemerintahan Soeharto dan hasilnya gagal. Bekas PLG itu, menurutnya, hanya menyisakan kerusakan lingkungan dan kerugian negara.

"Dulunya, di Eks PLG Kalimantan Tengah tersebut dilakukan pembukaan lahan sebanyak satu juta hektar. Lahan ini dibuka dengan mengubah lahan gambut dan rawa menjadi sawah yang berakibat pada kerusakan lingkungan. Pemerintah harus belajar dari kejadian masa lalu agar tidak terulang kembali," ungkap Syarief.

Dia menuturkan, bahwa Eks PLG yang dulunya rawa dan lahan gambut sangat rapu dan heterogen. Lahan ini termasuk lahan sub-optimal yang telah mengalami degradasi selama 25 tahun sejak dibuka pertama kali yang membuat kesuburan tanah menurun. Serta tidak mampu mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal.

"Pemerintah harus melakukan kajian mendalam berkoordinasi dengan pakar dan akademisi di bidang pertanian dan ketahanan pangan. Sehingga tidak terjadi kesalahan yang sama seperti yang terjadi pada food estate dan percetakan 1,2 juta Ha sawah di Merauke," ungkapnya.(R04)

 

Sumber Berita: merdeka.com

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index