Blak-blakan, Nadiem Makarim Dampak Negatif Bila Pembelajaran Jarak Jauh Dilakukan Berkepanjangan, Salah Satu Yang Terburuk Ini...

Blak-blakan, Nadiem Makarim  Dampak Negatif Bila Pembelajaran Jarak Jauh Dilakukan Berkepanjangan, Salah Satu Yang Terburuk  Ini...
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.

JAKARTA (RIAUSKY.COM)- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama dengan sejumlah kementerian mengumumkan siswa yang berada di zona hijau dan kuning Covid-19 kini dapat belajar tatap muka di sekolah. 
Sebelumnya, dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri, hanya sekolah di zona hijau saja yang diizinkan untuk melakukan pembelajaran tatap muka. 

Namun, seiring dengan evaluasi dan beragam aspirasi dari banyak pihak, Kemendikbud memandang perlu dilakukannya penyesuaian terhadap evaluasi SKB 4 Menteri yang dikeluarkan pada pertengahan Juni lalu, salah satunya pertimbangan dampak negatif bila Pembelajaran Jarak Jauh ( PJJ) dilakukan berkepanjangan. 

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, sebagaimana kami kutip dari kompas.com, menyampaikan sejumlah dampak yang sangat mungkin terjadi bila Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dilakukan berkepanjangan. 

"Dari semua riset yang telah dilakukan di situasi bencana lainnya, di mana sekolah tidak bisa melakukan pembelajaran atau muka, bahwa efek daripada pembelajaran jarak jauh secara berkepanjangan itu bagi siswa adalah efek yang bisa sangat negatif dan permanen," papar Nadiem dalam konferensi video Penyesuaian Kebijakan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19, Jumat (7/8/2020). 

Tiga dampak bila terlalu lama PJJ 

Nadiem menyebut, ada tiga dampak utama. 

Dampak pertama ialah ancaman putus sekolah. 

Risiko putus sekolah, lanjut dia, dikarenakan anak terpaksa bekerja untuk membantu keuangan keluarga di tengah krisis pandemi Covid-19. Termasuk dipicu oleh banyaknya orangtua yang tidak bisa melihat peranan sekolah dalam proses belajar mengajar apabila proses pembelajaran tidak dilakukan secara tatap muka. 

Dampak kedua, disebut Nadiem, ialah penurunan capaian belajar. Perbedaan akses dan kualitas selama pembelajaran jarak jauh, terang Nadiem, dapat mengakibatkan kesenjangan capaian belajar. Terutama untuk anak-anak dari sosio-ekonomi berbeda.

Studi juga menemukan, bahwa pembelajaran di kelas menghasilkan pencapaian akademik yang lebih baik dibandingkan pada saat PJJ. 

Lalu, dampak ketiga ialah adanya risiko kekerasan pada anak dan risiko eksternal. 
Tanpa sekolah, kata Nadiem, banyak anak yang terjebak di kekerasan rumah tanpa terdeteksi oleh guru. 

Selain itu, diterangkan Nadiem, ketika anak tidak lagi datang ke sekolah, terdapat peningkatan risiko pernikahan dini, eksploitasi anak terutama anak perempuan, dan kehamilan remaja. 

"Jadi, dampak psikologis, dampak masa depan anak untuk melakukan PJJ secara berkepanjangan ini real. 

Itulah alasannya kenapa kita harus punya dua prinsip kebijakan pendidikan di mana empat kementerian telah sepakat," tutur Nadiem. 
Sehingga, kata dia, untuk mengantisipasi konsekuensi negatif dan isu dari pembelajaran jarak jauh, pemerintah memutuskan untuk mengimplementasi dua kebijakan baru. 

Pertama ialah pembelajaran tatap muka diperbolehkan untuk semua jenjang yang berada di zona hijau dan zona kuning. 

Dan kedua, sekolah diberi fleksibilitas untuk memilih kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran siswa. 

Meski begitu, Nadiem menegaskan, izin orangtua masih menjadi penentu apakah siswa boleh belajar di sekolah atau tidak. 

"Pembelajaran tatap muka diperbolehkan di zona hijau dan kuning asalkan mendapat persetujuan dari gugus tugas masing-masing daerah," ujar Nadiem. 

"Atau walaupun di zona hijau dan kuning, sekolah tidak dapat melakukan pembelajaran tatap muka tanpa persetujuan pemda setempat atau persetujuan orang tua murid." 

Webinar ini juga dihadiri Menko PMK Muhadjir Effendy, Menteri Agama Fachrul Razi, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo dan perwakilan dari Kementerian Kesehatan serta Kementerian Dalam Negeri.(R04)

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index