Wamenkeu: Generasi Saat Ini Masih Bayarin Utang Krisis 98

Wamenkeu: Generasi Saat Ini Masih Bayarin Utang Krisis 98
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara./ Sumber Foto: CNBC Indonesia/Chandra Gian Asmara)

JAKARTA (RIAUSKY.COM)- Pajak yang disetorkan oleh penduduk Indonesia digunakan oleh negara untuk membiayai APBN dan pembayaran utang. 

Utang-utang yang diterbitkan pemerintah juga dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pendanaan APBN.

Namun ternyata saat ini pajak tak hanya digunakan untuk pembayaran utang negara baru-baru ini, namun juga membayarkan utang yang berasal dari krisis dua dekade silam.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan generasi saat ini memiliki tanggungjawab untuk membayarkan hutang dari pendahulu saat krisis ekonomi 1998.

"Generasi sekarang ini, teman-teman semua yang masih bekerja masih punya tanggung jawab membayar utang yang dibuat oleh senior-senior kita saat krisis 1998. Ini belum selesai dan menjadi tanggung jawab sejarah," kata Suahasil, dalam sebuah webinar, dikutip dari detikcom, Sabtu (19/8/2020).

Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik Rachbini juga menyoroti nilai utang yang terjadi pada masa pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus membengkak. Bahkan mengalahkan nilai anggaran total saat pemerintah presiden sebelumnya.

"Ini utang yang ugal-ugalan. Utangnya menggunung, Covid-nya terus meningkat. Jadi jumlah penerbitan utang zaman presiden Jokowi tiga kali lipat. Utang tersebut 300% dari anggaran total SBY [Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, itu sama dengan 20 kali lipat anggaran Nadiem Makarim [Mendikbud]," kata dia.

Dia mengungkapkan nilai utang saat ini telah mencapai Rp 5.258,57 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengatakan Indonesia sebagai negara berkembang tidak bisa hanya terus mengandalkan dari utang.

Indonesia sebagai negara berkembang, penting untuk melihat seluruh sumber pendapatan negara yang ada, oleh karena itu sumber daya yang berasal dari aktivitas ekonomi di dalam negeri menjadi sangat penting.

"Kita tidak bisa hanya mengandalkan utang atau bahkan menghentikan dukungan dari lembaga multilateral dan internasional. Sumber daya dari mobilisasi domestik menjadi penting di dalam proses pembangunan," ujar Sri Mulyani dalam webinar Asian Development Bank (ADB), Kamis (17/9/2020).

Untuk diketahui, Berdasarkan data APBN Kita Agustus 2020, utang pemerintah pada posisi akhir Juli 2020 mencapai Rp 5.434,86 triliun atau mengalami peningkatan Rp 831,24 triliun (18%) hanya dalam 1 tahun.

Utang tersebut 84,57% adalah penerbitan surat berharga negara atau disingkat SBN sebesar Rp 4.596,26 triliun. Sementara ada pinjaman yakni dalam dan luar negeri Rp 838,6 triliun atau sekitar 15,43% dari total utang.

Terjadi kenaikan Debt to GDP Ratio atau rasio utang terhadap PDB dari 29,51% di Juli 2019 menjadi 33,63% di Juli 2020.

Secara nominal, posisi utang Pemerintah Pusat mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.(R04)

Sumber Berita: CNBC Indonesia.com

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index