Sapi Keluar Masuk Riau Diperiksa, Dinas PKH Riau Dirikan Posko Cek Poin Diperbatasan

Sapi Keluar Masuk Riau Diperiksa, Dinas PKH Riau Dirikan Posko Cek Poin Diperbatasan
Ilustrasi sapi.

PEKANBARU (RIAUSKY.COM)- Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Provinsi Riau mendirikan lima posko cek poin antisipasi masuknya sapi terjangkit Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), jelang hari Hari Raya Idul Adha.

Lima posko cek poin yang didirikan di perbatasan antar provinsi tersebut antara lain berada di Rokan Hilir dan Rokan Hulu, yang berbatasan langsung dengan Sumatra Utara. Selanjutnya, di 13 Koto Kampar yang berbatasan dengan Sumatra Barat lalu di Kuantan Singingi (Kuansing).

"Terakhir ada di Selensen, Indragiri Hilir yang merupakan jalan masuk dari Lampung dan Jawa," kata Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Riau, Herman, Kamis (16/6/2022).

 ‎Herman menegaskan, selain untuk mengantisipasi masuknya sapi terjangkit Penyakit Mulut dan Kuku ke Riau, posko cek poin ini juga didirikan untuk memantau lalulintas sapi kurban ke Riau dari provinsi tetangga. 

Tidak hanya memantau sapi dari penyakit PMK, posko ini juga akan mengawasi sapi yang terpapar penyakit ‎Lumpy Skin Disease (LSD).

Seperti diketahui, hingga saat ini Dinas PKH Riau mencatat total kasus PMK di Riau sudah mencapai 130 kasus. Ratusan ekor sapi yang terjangkit PMK tersebut tersebar di lima kabupaten. Yakni di Kabupaten Rokan Hulu, Siak, Indragiri Hilir, Kampar dan Bengkalis. Kasus PMK di Riau ditemukan di 8 kecamatan dan 8 desa. 

Hewan ternak yang terkena PMK di Riau paling banyak di‎temukan di Kabupaten Bengkalis dengan jumlah kasus mencapai 69 kasus. Kemudian di Inhil 21 kasus, Siak 19 kasus, Kampar 16 kasus dan di Rohul 5 kasus.

Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan Hewan, Dinas PKH Riau, drh Faralinda mengungkapkan, dari 130 ekor sapi yang terpapar PMK tersebut saat ini sudah ada 36 ekor yang sudah sembuh.

Saat ini kondisi sapi sapi yang dinyatakan sembuh tersebut kondisi kesehatan sudah membaik. Hasil pemeriksaan sampelnya pun sudah negatif. 

Namun sapi tersebut masih diisolasi karena meski sudah sembuh dan negatif, potensi penularanya masih bisa terjadi. 

"Masih kita isolasi, belum bisa kita lepas liarkan sebelum kita berikan vaksin, karena meskipun sudah negatif, potensi penularanya masih ada, karena virusnya kan masih ada, tapi untuk kondisi kesehatanya sudah membaik," katanya.

Fara mengungkapkan, saat ini sudah ditemukan 1 ekor sapi di Riau yang mati akibat terkena PMK. Kasus tersebut ditemukan di Kabupaten Kampar.

"Secara umum kasus PMK di Riau kategorinya ringan sampai sedang. Tidak sampai ke gejala yang berat, jadi proses kesembuhanya juga lebih cepat," katanya.

Sejauh ini pihaknya bersama dinas Pertenakan kabupaten kota seudah menurunkan tim dokter hewan ke daerah-daerah yang sudah ditemukan PMK. Para dokter hewan ini diturunkan ke lapangan untuk melakukan tindakan pengobatan sapi yang terpapar PMK.

"Petugas kesehatan hewan di kabupaten sudah memberikan pengobatan suportif dan penanganan infeksi sekunder. Seperti memberi vitamin, antibiotik, dan desinfeksi kandang ternak," katanya.

Selain pengobatan, petugas juga sudah melakukan isolasi hewan ternak yang sakit, agar tidak menular ke ternak lainnya. Kemudian petugas juga melakukan komunikasi, informasi dan edukasi ke peternak, pengurus desa, dan masyarakat sekitar. 

"Petugas kami di lapang lapang terus melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap ternak yang ada di sekitar kejadian kasus ditemukanya PMK. Kami pantau terus, apakah sudah ada ternak lain disekitar kejadian yang memiliki gejala yang sama," katanya.  

Menurut keterangan Fara, dari tindakan yang dilakukan petugas terhadap sapi yang terjangkit PMK, saat ini kondisi sapi perkembangannya kesehatan membaik. 

‎Meskipun belum dinyatakan sembuh total, namun kondisinya terus membaik. Sehingga sapi-sapi yang sudah dinyatakan positif PMK tersebut tidak ada yang semakin parah. 

"Memang belum bisa kita katakan itu sembuh total, tapi progresnya sudah berangsur membaik lah. Dan sejauh ini belum kita temukan sapi yang terpapar PMK kondisi parah," ujarnya.

Fara mengungkapkan, memang untuk tingkat penularan PMK hewan ternak ini cukup cepat dibandingkan dengan Lumpy Skin Disease (LSD), karena penularannya lewat angin. 

"Meski tingkat penularannya cepat, tapi untuk tingkat kematian sapi akibat PMK ini sangat rendah. Dari 100 sapi maksimal tingkat kematian sekitar 5-10 ekor. Namun untuk di Riau sejauh ini belum ada kasus sapi mati mendadak akibat PMK," ‎ungkapnya.(mcr)

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index