Jakarta, riausky - Direktorat Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) sebagai provinsi yang paling besar penyerapan realisasi belanja Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sampai dengan semester I-2015.
Direktur Pendapatan Daerah Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Horas Maurits Panjaitan mengatakan provinsi dengan penyerapan anggaran belanja APBD yang paling rendah adalah provinsi Riau.
Secara keseluruhan, rata-rata realisasi belanja APBD di tingkat provinsi baru mencapai 25,9 persen. Sedangkan rata-rata realisasi belanja APBD di tingkat Kabupaten/Kota baru mencapai 24,6 persen. "Harusnya sudah bisa 50 sampai 60 persen, tapi kenyataan di lapangan baru segitu," terangnya.
Masih menurut Maurits, rendahnya penyerapan anggaran di pemerintah daerah, salah satunya disebabkan oleh ketakutan para pemimpin daerah akan tersangkut masalah hukum jika terjadi penyelewengan terhadap dana APBD, sehingga menyebabkan penyerapan anggaran belanja pemerintah daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota masih terbilang rendah.
"Karena kepala daerah banyak yang terkena masalah hukum maka itu terkorelasi rendahnya penyerapan daerah, banyak yang takut makanya penyerapan itu masih rendah," pungkas dia.
Data yang dihimpun Tim Evaluasi Percepatan Penyerapan Anggaran (TEPPA) menyebutkan, serapan belanja daerah hingga Juni. Serapan APBD paling rendah adalah, Provinsi Riau dengan serapan anggaran 13,3 persen, Jakarta 19,4 persen, Papua 21 persen, Jawa Barat 22,9 persen, Aceh 25 persen, Sumatera Selatan 25,1 persen, Banten 26,4 persen, Bangka Belitung 27,2 persen, Bali 27,3 persen, Papua Barat 28 persen, Maluku Utara 28,1 persen, Kepulauan Riau 29 persen, dan Lampung 29,2 persen.
Sedangkan serapan APBD yang tertinggi yakni, Kalimantan Tengah 46,9 persen, Sulawesi Barat 43,7 persen, Gorontalo 43,7 persen, Nusa Tenggara Barat 39,3 persen, Jawa Timur 38,8 persen, Nusa Tenggara Timur 37,6 persen, Jawa Tengah 36,8 persen.
Selanjutnya, Sulawesi Utara 36,6 persen, Sulawesi Tenggara 36 persen, Maluku 34 persen, Sulawesi Selatan 33,9 persen, Sulawesi Tengah 33,9 persen, Jambi 33,7 persen, Sumatera Barart 33,3 persen, DIY 33 persen, Bengkulu 33 persen, Kalimantan Barat 32,8 persen, Sumatera Utara 32,6 persen, Kalimantan Timur 31,4 persen, dan Kalimantan Selatan 30,1 persen.
"APBD itu sebenarnya sub-sistem, ada kewenangan daerah dan pusat, tapi yang perlu diawasi itu yang *cash transfer,* tahun ini ada sekitar Rp 643 triliun atau sekitar 33,5 persen APBN, tahun depan rencananya naik jadi 37 persen atau sekitar Rp 735 triliun," kata Maurits.
"Harusnya sudah bisa 50 persen-60 persen, tetapi kenyataan di lapangan kan baru segitu. Kepala daerah banyak yang kena masalah hukum. Itu terkolerasi rendahnya penyerapan anggaran. Banyak yang takut," ujar dia.
Namun, ada beberapa wilayah yang mencatat kontribusi positif dengan tingkat penyerapan anggaran yang tinggi. Yakni, Kalimantan dan Jawa. (*)