Tiket Pesawat Mahal, Indonesia Kembali ke Era Sebelum Tahun 2000, 'Hanya Dinikmati Orang-orang Berduit'

Tiket Pesawat Mahal, Indonesia Kembali ke Era Sebelum Tahun 2000, 'Hanya Dinikmati Orang-orang Berduit'
Ilustrasi

JAKARTA (RIAUSKY.COM) - Industri penerbangan nasional saat ini dinilai kembali ke era sebelum tahun 2000 saat angkutan pesawat hanya dinikmati orang-orang berduit. Padahal, selama dua dekade terakhir, industrinya berjalan dengan baik dan efisien.

"Sekarang indikasi penyakit kartel monopoli kumat kembali, seperti terlihat dari mekanisme harga yang disinkronisasi secara duopoli oleh pelaku usaha," kata Ekonom Senior Indef, Didik J. Rachbini, Minggu (16/6/2019).

Sebelum tahun 2000, tutur Didik, maskapai melakukan praktik bisnis kartel sehingga membuat harga tiket mahal. Saat itu, negara bersama maskapai BUMN dan swasta melakukan praktik kartel.

Saat itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bersamaan dengan terbitnya UU Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, melarangnya, sehingga harga tiket bersaing dan murah.

"Pada tahun 2000 sampai 2018, pasar penerbangan domestik berjalan dengan persaingan yang sehat dan bahkan menjadikan pasar domestik indonesia jauh lebih efisien daripada airline lain di dunia," tutur dia seperti dikutip dari iNews.id.

Kini, menurut dia, praktik kartel terkesan dibiarkan tumbuh subur. Didik menyebut, praktik tersebut didukung oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan dan KPPU.

Ekonom Indef, Nailul Huda mengatakan, nyaris tidak ada kompetitor baru dalam industri penerbangan sejak 2010. Akibatnya, pangsa pasar hanya fokus pada Garuda Indonesia Group dan Lion Air Group dengan porsi lebih dari 80 persen.

Data CAPA (Centre for Aviation) menunjukkan, sejak 2007, tingkat konsentrasi atau penguasaan pasar terus menunjukan tren oligopoli atau dikuasai oleh dua pemain saja. Pada 2007, tingkat konsentrasi dua maskapai besar hanya 42 persen. Pada 2018 naik menjadi 83 persen.

Huda menyebut, situasi tersebut semakin diperparah dengan akuisisi Garuda Indonesia Group atas kompetitornya, Sriwijaya Group. Hal ini membuat Garuda dan Lion menjadi penguasa di industri penerbangan dengan pangsa pasar hingga 96 persen.

"Monopoli power perusahaan penerbangan meningkat pada low season di tahun 2019. Pada low season, dahulu harga ditentukan oleh proses permintaan dan penawaran di pasar, namun saat ini perusahaan bebas menentukan harga dan masyarakat tidak mempunyai daya tawar dan pilihan lainnya," ujar dia. (R02)

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index