Prediksi Reshuffle, Pakar UGM Soroti Menkes, Menaker, Mensos dan Mendikbud

Prediksi Reshuffle, Pakar UGM Soroti Menkes, Menaker, Mensos dan Mendikbud
Gestur Presiden Jokowi saat memimpin Rapat Terbatas bersama menteri dan pimpinan lembaga.

YOGJAKARTA (RIAUSKY.COM)-  Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengancam akan melakukan reshuffle kabinet karena menilai masih ada kebijakan-kebijakan yang biasa saja di tengah pandemi virus Corona atau COVID-19. 

Pakar kebijakan publik Universitas Gadjah Mada (UGM) menyoroti ada sejumlah kementerian yang belum maksimal dalam menjalankan tugasnya. Kementerian apa saja?

"Ya kalau spekulasinya itu (reshuffle) ya terkait dengan yang disebutkan Pak Jokowi pada sidang kabinet itu. Sebenarnya tegurannya untuk semua juga, karena cukup banyak menteri yang hanya standar aja bekerjanya," kata Pakar Kebijakan Publik UGM, Prof Wahyudi Kumorotomo kepada detikcom, Selasa (30/6/2020).

Wahyudi pun menyayangkan kinerja sejumlah menteri yang biasa-biasa saja selama pandemi virus Corona ini. Dia pun berharap para menteri bisa tanggap membuat kebijakan yang berpihak pada masyarakat.

"Kalau (ekonomi) sampai minus 6 itu ya besar lho, artinya kita praktis ekonomi berhenti dan banyak orang menganggur. Lalu untuk mengembalikan posisi di atas nol kalau minus 6 itu agak sulit," ujarnya.

"Jadi yang diperlukan oleh menteri itu sebenarnya adalah jangan sampai mengambil kebijakan dengan cara yang biasa-biasa saja," imbuh Wahyudi.

Wahyudi pun memprediksi Jokowi sudah memberikan 'kode' soal kementerian mana saja yang dinilai kerjanya kurang maksimal. Hal ini bisa menjadi pijakan menteri siapa saja yang bakal di-reshuffle.

"Kalau Pak Jokowi kan sudah jelas, antara lain menyinggung, misalnya saja Kementerian Kesehatan itu tidak juga ada terobosan kebijakan. Padahal sudah jelas ada Rp 75 triliun dialokasikan untuk Kementerian Kesehatan, besar lho itu dananya," jelasnya.

Menurutnya anggaran sebesar itu bisa dialokasikan untuk perekrutan tenaga tambahan atau relawan untuk menangani pandemi virus Corona. Selain itu juga bisa digunakan untuk belanja alat pelindung diri (APD).

"Selain itu untuk insentif juga, kan sudah disediakan. Tapi ternyata anggaran saja yang teralokasikan baru 1,53 persen, bayangkan, di bawah 2 persen setelah 3-4 bulan kita mengalami krisis," ucapnya.

"Artinya kan ya itu betul-betul tidak banyak bergerak Kementerian Kesehatan. Padahal banyak terobosan yang bisa dilakukan, seperti rekrut tenaga medis, memastikan APD aman supaya persepsi buruk terhadap nakes tidak lagi terjadi," lanjutnya.

Terobosan lain yang seharusnya dilakukan, kata Wahyudi, seperti meningkatkan tes swab kepada masyarakat. Sebab, saat ini banyak pihak yang menjadikan rapid test sebagai ladang bisnis.

"Seperti PCR seharusnya perlu ditambah, bukan hanya rapid test saja, karena PCR lebih akurat. Apalagi rapid test terkesan sudah dipolitisasi, karena hasil rapid hanya bisa berlaku 2 minggu dan kalau perlu lagi (syarat melampirkan hasil rapid test) harus rapid lagi, keluar uang lagi. Nah, itu sekadar contoh ya," katanya.

Selain Kemenkes, Wahyudi juga menyoroti kinerja Kementerian Sosial dan Kementerian Ketenagakerjaan. Menurutnya kinerja dua kementerian ini kurang maksimal, salah satu contohnya Kemensos yang masih berkutat dengan kurang tepatnya data penerima bansos.

"Terus seperti Kemensos tidak banyak gerak, Kemenaker tidak banyak gerak. Harusnya kan dipastikan bahwa alokasikan dana ke padat karya agar orang kena yang PHK bisa dapat kerjaan, ternyata ya berapa persen itu, masih di bawah lima persen yang terserap untuk padat karya," katanya.

"Jadi yang strategis untuk menangani krisis itu, terutama ini menyangkut kesehatan ya harusnya Kementerian Kesehatan. Setelah itu juga ada Kemensos, Kemenaker, Kemendikbud," imbuh Wahyudi.

Kemendikbud juga dinilai kurang maksimal bekerja karena banyak programnya yang tidak berjalan lancar. Dia mencontohkan program pembelajaran kampus merdeka yang sampai sekarang terobosannya tidak jelas.

"PPDB juga malah kacau, sistem pembelajaran daring juga tidak banyak terobosan dan itu mengecewakan menurut saya," tuturnya.

Wahyudi pun menyarankan kementerian tersebut untuk menerapkan ritme bekerja yang extra ordinary selama pandemi virus Corona. Dia yakin menteri yang bakal di-reshuffle memang dinilai tidak maksimal dalam bekerja.

"Jadi ada beberapa kementerian yang kinerjanya tidak betul-betul baik. Saya tahu memang tantangannya banyak, tapi menurut saya kalau memang dia tidak siap bekerja untuk rakyat, ya ganti aja," ucapnya.

"Tapi kalau soal siapa yang akan di-reshuffle saya kira memang sudah kelihatan ini sektor-sektor (kementerian) mana yang tidak jalan, padahal kita membutuhkan terobosan kebijakan," tutur Wahyudi.(R04)

 

Sumber Berita: detik.com

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index