Krisis, Chevron Merugi Rp 121 Triliun

Krisis, Chevron Merugi Rp 121 Triliun
logo Chevron. Sumber Foto : Reuters/marcobello

RIAUSKY.COM- Perusahaan energi Chevron melaporkan kerugian bersih senilai US$ 8,3 miliar (Rp 121,18 triliun, asumsi kurs Rp 14.600/US$) untuk periode yang berakhir Juni 2020. 

Kerugian ini disebabkan karena turunnya harga minyak, keluar paksa dari Venezuela dan biaya lainnya yang berkaitan dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawannya.

Dilansir CNBC Indonesia dari Reuters, pendapatan perusahaan juga mengalami penurunan hingga 32,9% year on year (YoY). Ini merupakan penurunan pendapatan terdalam dalam aktivitas ekonomi dalam era modern.

Produksi minyak dan gas tercatat senilai US$ 5,6 miliar, termasuk untuk investasinya di Venezuela yang tengah dilanda krisis saat ini. 

"Diperlukan bertahun-tahun untuk pulih dan harga produk kami berkaitan erat dengan kegiatan ekonomi," kata Pierre Breber, direktur keuangan Chevron dalam sebuah wawancara, dilansir dari Reuters, Jumat (31/7/2020).

Dia mengatakan saat ini perusahaan masih menahan diri untuk berinvestasi di proyek baru. 

Output perusahaan sepanjang April-Juni mengalami penurunan hingga 189 ribu barel minyak dan gas per hari dibanding dengan tahun lalu.

Kerugian ini sebagian besar disebabkan karena adanya penurunan (writedown) produksi minyak dan gas di Venezuela senilai US$ 6,5 miliar (Rp 81,76 triliun) karena krisis di Venezuela. Pemerintah Amerika telah meminta Chevron untuk menghentikan bisnisnya di negara ini.

Selain itu kerugian juga disebabkan karena pembayaran pesangon senilai US$ 1 miliar Rp 14,6 triliun) kepada 6.700 dari 45 ribu karyawannya yang kena PHK akibat ada restrukturisasi secara global.

Arus kas Chevron juga menjadi negatif US$ 634 juta pada kuartal ini. Kondisi ini oleh analis diperkirakan akan berdampak pada harga saham perusahaan.

Penurunan produksi energi ini menunjukkan menghancurkan permintaan bahan bakar dan menyebabkan terjadinya kelebihan pasokan di dunia. Selain itu juga menggambarkan bahwa penurunan ekonomi yang dalam sehingga berdampak pada harga energi.

Produsen minyak dan gas lainnya, seperti Total, Royal Dutch Shell dan Eni juga mengalami penurunan aset. Sedangkan BP mengalami penurunan hingga US$ 17,5 miliar.(R04)

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index