Sebut 44 Perusahaan Keuangan Non Perbankan Gagal Bayar Rp500 T, Rizal Ramli: Kalau Utang Sudah Terlalu Banyak...

Sebut 44 Perusahaan Keuangan Non Perbankan Gagal Bayar Rp500 T, Rizal Ramli: Kalau Utang Sudah Terlalu Banyak...
Rizal Ramli

JAKARTA (RIAUSKY.COM)- Mantan Menteri Koordinator Perekonomian, Rizal Ramli menyinggung tanda-tanda krisis di Indonesia dewasa ini. 

Hal tersebut, kata dia, ditandai dengan aksi gagal bayar 44 perusahaan keuangan non perbankan yang totalnya mencapai 500 triliun. 

Dalam penjelasannya di acara Indonesia Lawyers Club TVOne yang mengambil tema Setahun Jokowi-Ma'ruf: Dari Pandemi Sampai Demonstrasi, tokoh yang juga ekonom senior ini mengungkapkan kegalauannya melihat kondisi ekonomi Indonesia saat ini. 

''Orang, kalau utangnya banyak itu kayak petinju, udah goyang. 98 udah goyang, kena jab, tidak bisa bayar 13 miliar dolar, akhirnya krisis.  Hari ini udah ada jabnya, yaitu 44 perusahaan keuangan non bank, asuransi, gagal bayar 500 triliun inilah jabnya,'' kata dia. 

Disebutkan Rizal, kalau utang itu sudah terlalu banyak, maka untuk membayarnya bunganya kita harus minjam.''banyak pihak yang tidak paham,'' kata Rizal.

Dia juga mengingatkan, persoalan lainnya, terkait penerbitan Surat Utang Negara (SUN).

''Setiap kali pemerintah menerbitkan SUN, dana publik, likuiditas publik kesedot. Kesedot karena bunga SUN 2 persen lebih mahal dari bunga Deposito. Dijamin 100 persen. Padahal kalau ditaruh ke bank, dijamin hanya 2 miliar per nasabah per bank. Tapi kalau beli SUN 1 triliun dijamin. Apa yang terjadi, setiap kali pemerintah menerbitkan SUN, 1/3 dari likuiditas di ekonomi tersedot untuk beli SUN,'' kata dia. 

Dampaknya, sebut Rizal, pertumbuhan kredit tahun lalu hanya 6 persen. ''Kalau ekonomi normal 15-8 persen. hari ini sampai bulan oktober ini hanya 3 persen. Itulah yang memukul daya beli, mas bahlil, bukan hanya regulasi,'' sindir Rizal Ramli kepada Kepala BKPM Bahlil Lahadalia yang ikut menjadi salah satu nara sumber pada acara yang dipandu wartawan senior, Karni Ilyas itu. 

''Bagaimana you mau hidup kalau uang yang beredar pertambahan kreditnya hanya 3 persen. Belum alokasi untuk UKM-nya hanya 17 persen dari 3 persen itu. Jadi di bawah tidak ada likuiditas,'' singgung Rizal.

''Inilah yang memukul kenapa ekonomi indonesia merosot,'' ujarnya.

Dikatakan Rizal Ramli, regulasi memang penting, namun menangani birokrat kita yang brengsek  dan kerjanya memeras rakyat, itu juga penting. 

Tapi, itupun, kata Rizal, bukan menjadi satu-satunya masalah utama yang harus diselesaikan. 

''Saya zaman Gus Dur regulasinya biasa-biasa aja. Ekonomi masuk kita minus 3, Setelah 21 bulan kita naikin ke 4,5 persen. Gaji pegawai negeri, mas Moeldoko, ABRI waktu itu kita naiki 125 persen dalam 21 bulan. In order to pump the producing power sehingga retailnya hidup, kredit usaha kita benahi yang di BPPN. Saya strect saya kurangi bunganya dan sebagainya,'' kata dia.

Nah, poinnya, sebut Rizal Ramli adalah, apakah betul solusinya dengan bikin undang-undang yang 900 halaman. ''Nanti dibikinin PP nya lagi, nambah lagi 500 halaman, total jangan-jangan jadi  1.500 halaman, siapa yang bisa baca itu?,'' sindir Rizal pada acara yang juga dihadiri Menko Polhukam Mahfud MD juga Kepala Staf Kepresidenen Moeldoko, juga Menteri Kominfo Jhonny Plate.

Rizal menyarankan, ''Kalau betul mau menyederhanakan, cukup 100 halaman UU nya, itu saya salut, jagoan, tidak ada keragu-raguan. Tidak perlu bikin PP lagi,'' singgung dia.(R04)


 

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index