Sri Mulyani Prediksi Pemulihan Ekonomi Global Tidak Seragam

Sri Mulyani Prediksi Pemulihan Ekonomi Global Tidak Seragam
Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi pemulihan ekonomi global tidak seragam antara satu negara dengan lainnya.(Dok. Kementerian Keuangan).

JAKARTA (RIAUSKY.COM) - Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi pemulihan ekonomi global tidak seragam antara satu negara dengan lainnya. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh perbedaan akses setiap negara pada vaksin covid-19 dan kemampuan pemberian stimulus ekonomi.

"Pemulihan ekonomi global diperkirakan tidak akan seragam atau uneven recovery. Akses dari masing- masing negara terhadap suplai vaksin yang masih cenderung timpang dan kemampuan negara-negara untuk belanja stimulus juga sangat berbeda-beda," ujarnya dalam Rapat Paripurna DPR RI, Senin (31/5).

Indonesia sendiri, kata dia, telah menunjukkan tren pemulihan ekonomi yang semakin kuat. Kondisi ini ditunjukkan oleh sejumlah indikator ekonomi makro antara lain, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) telah kembali pada level optimis yaitu 101,5 pada April 2021,naik dari bulan sebelumnya yang sebesar 93,4.

Selanjutnya, Indeks Penjualan Ritel (IPR) naik 6,1 persen pada Maret 2021, membaik dari sebelumnya minus 2,7 persen. Sejalan dengan itu, Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia mampu menembus level 54,6 pada April. Capaian tersebut naik dibandingkan posisi Maret yakni 53,2.

"Di satu sisi optimisme pemerintah didasarkan pada tren pemulihan ekonomi yang terlihat semakin kuat dari berbagai indikator menunjukkan peningkatan," ujarnya.

Namun, bendahara negara mengakui bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih diliputi ketidakpastian. Tahun ini, pemerintah mematok target pertumbuhan ekonomi sebesar 4,5 persen hingga 5,3 persen. Sedangkan tahun depan, proyeksi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen hingga 5,8 persen.

Ani, sapaan akrabnya menuturkan target itu masih sejalan dengan proyeksi sejumlah lembaga keuangan internasional, seperti Bank Dunia, OECD, ADB, dan IMF yaitu sebesar 4,3 persen hingga 4,9 persen untuk proyeksi 2021 dan 5,0 persen hingga 5,8 persen di 2022. Namun, ia menuturkan angka itu masih mengandung ketidakpastian lantaran rentangnya masih lebar.

"Variasi dari assessment proyeksi ekonomi antar lembaga dalam rentangan yang masih tinggi, menunjukkan semua asumsi forecast pertumbuhan ekonomi masih diliputi ketidakpastian yang tinggi akibat covid-19 maupun pemulihan ekonomi global sendiri," katanya.

Ia menuturkan pemerintah mengantisipasi keberlanjutan rebalancing economy China yang merupakan ekonomi kedua terbesar di dunia. Pasalnya, kondisi tersebut dapat mempengaruhi fluktuasi harga komoditas sehingga berdampak negatif pada seluruh perekonomian di dunia.

"Selain itu, berbagai permasalahan global seperti kecenderungan geopolitik yang kemudian mengadopsi proteksionisme, tensi geopolitik dalam perdagangan, dan isu perubahan iklim juga harus menjadi hal yang diwaspadai," tuturnya. (R02)
Sumber Berita : cnnindonesia.com

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index