SWI Sebut Total Kerugian Masyarakat karena Investasi Ilegal Capai Rp117,5 Triliun

SWI Sebut Total Kerugian Masyarakat karena Investasi Ilegal Capai Rp117,5 Triliun
Ketua SWI, Tongam L. Tobing

JAKARTA (RIAUSKY.COM) - Satgas Waspada Investasi (SWI) berjanji akan bertindak tegas terhadap praktik investasi ilegal yang merugikan masyarakat, meski banyak yang diberantas, namun masih saja bermunculan. 

Berdasarkan data SWI, tercatat ada dalam 10 tahun terakhir, kerugian masyarakat terkait investasi ilegal mencapai Rp117,5 triliun.

Informasi tersebut disampaikan langsung oleh Ketua SWI, Tongam L. Tobing, dalam media briefing Satgas Waspada Investasi, Senin, 21 Februari 2022

"Pada tahun 2017 terdapat 79 platform yang ditutup, lalu pada 2018 ada 106 platform, dan 442 platform pada 2019. Selanjutnya pada 2020 turun ke 347 platform, kemudian 98 platform pada 2021, dan pada 2022 sudah ada 21 platform yang ditutup," sebutnya. 

Meski begitu, SWI menurutnya tak pernah berhenti melakukan edukasi kepada masyarakat luas, karena menurutnya ini jadi salah satu kunci untuk mengurangi maraknya investasi ilegal, selain juga melalukan crawling data melalui sistem waspada investasi.

"Selain itu, dalam upaya penanganan, SWI terus melakukan koordinasi, secara rutin mengumumkan investasi ilegal kepada masyarakat, melakukan cyber patrol dan mengajukan blokir situs dan aplikasi secara rutin kepada Kominfo dan laporan informasi kepada Bareskrim Polri," ujarnya.

Terkait dengan pengembalian dana masyarakat yang jadi korban diakuinya cukup sulit, terutama apabila uangnya sudah digunakan oleh pelaku investasi ilegal atau sudah dibagi-bagi kepada member-member lama.

"Dalam skema ponzi, jika upline- nya beritikad baik mengembalikan semua dana downline-nya, maka downline bisa memperoleh uangnya. Contohnya pada kasus KSP Pandawa Grup di mana ada upline yang mengembalikan uang downline-nya," terang dia.

Dia pun mengingatkan, agar tidak lagi jadi korban, masyarakat harus waspada dengan jenis investasi yang menjanjikan keuntungan tidak wajar dalam waktu cepat, menjanjikan bonus dari perekrutan anggota baru “member get member”.

"Mereka memanfaatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, Public Figure untuk menarik minat berinvestasi, klaim tanpa risiko (free risk), legalitas tidak jelas, tidak memiliki izin usaha, memiliki izin kelembagaan (PT, Koperasi, CV, Yayasan, dll) tapi tidak punya izin usaha dan juga memiliki izin kelembagaan dan izin usaha namun melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan izinnya," pungkasnya. (*)

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index