TERUNGKAP! Ternyata Ini Penyebab Harga CPO Ambrol Hampir 10 Persen

TERUNGKAP! Ternyata Ini Penyebab Harga CPO Ambrol Hampir 10 Persen
Ilustrasi TBS kelapa sawit.

JAKARTA (RIAUSKY.COM)- Harga komoditas minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) Malaysia ambles hampir 10% pada perdagangan Rabu (22/6/2022) dan menjadi penurunan terbesar sejak 23 Desember 2021.

Dikutip dari cnbcindonesia,com, melansir Refinitiv, pada Rabu (22/6), harga CPO di Bursa Malaysia Derivatives Exchange berakhir ambles 9,68% ke MYR 4.499/ton (US$1.021,58/ton).

Lantas, apa pemicu ambrolnya harga CPO?

Sejatinya, ada beberapa fundamental yang mengerek harga CPO anjlok kemarin.

Pertama, menurut Ketua Perdagangan dan Perencana di Kaleesuwari Intercontinental Gnanasekar Thiagrajan bahwa ekspor CPO Indonesia yang kini mulai membanjiri pasar nabati dunia, tidak sebanding dengan permintaannya.

Per kemarin, Indonesia telah mengeluarkan izin ekspor CPO sebanyak 894.481 ton di bawah skema Domestic Market Obligation (DMO) per Rabu (22/6). 

Di bawah DMO, sebuah perusahaan menerima kuota ekspor berdasarkan volume penjualan lokal mereka.

Selain skema DMO, pemerintah mengeluarkan izin ekspor produk sawit sebanyak 613.188 ton dalam program percepatan ekspor dengan alokasi kuota 1,16 juta ton. 

Jika dijumlahkan, maka ekspor yang telah di setujui sebanyak 1,5 juta ton.

Ketika supply CPO Indonesia tengah memenuhi pasokan di pasar nabati dunia, demand terhadap CPO malah berpotensi turun.

China saat ini masih memberlakukan lockdown karena kasus penyebaran virus Covid-19 kembali melonjak. 
Hal tersebut meningkatkan potensi penurunan permintaan terhadap CPO karena aktifitas dibatasi.

Mengutip Worldometers, per Rabu (22/6) telah ditemukan sebanyak 949 kasus. 

Pemerintah China memberlakukan kebijakan zero Covid-19 yang artinya begitu terjadi kenaikan kasus di suatu wilayah maka akan langsung di-lockdown.

Tidak hanya itu, melansir Reuters, impor minyak sawit India per Mei tercatat turun 10% ketimbang bulan sebelumnya karena Indonesia sempat melarang ekspor CPOnya. 

China dan India merupakan konsumen terbesar minyak kelapa sawit dunia, sehingga potensi penurunan pada permintaannya akan menekan harga CPO.

Kedua, harga CPO dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak nabati saingan karena bersaing untuk mendapatkan bagian di pasar global.

Pada Rabu (22/6), harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade berakhir turun 3,8% karena prakiraan cuaca yang lebih dingin di akhir Juni dan awal Juli, sehingga biji kedelai dapat di tanam lebih banyak. 

Setelah beberapa waktu lalu wilayah Amerika Selatan mengalami kekeringan karena cuaca ekstrem.

Selain itu, harga minyak mentah dunia tergelincir di sesi perdagangan kemarin, di mana harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) anjlok 1,2% menjadi US$108,18/barel, sedangkan jenis Brent ambles 1,2% ke US$113,32/barel. Sehingga, CPO menjadi pilihan yang kurang menarik untuk dijadikan bahan baku biodiesel.

Ketiga, ekspor CPO dari produsen terbesar kedua Malaysia berpotensi naik karena per Rabu (22/6), Malaysia telah menerima sebanyak 40 orang tenaga kerja asing dari Indonesia.

Tidak hanya itu, Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Hermono mengatakan bahwa mereka telah menyetujui sekitar 4.699 pekerja untuk perkebunan.

Kedatangan pekerja asing akan membantu meringankan kekurangan lebih dari 100.000 pekerja di perkebunan kelapa sawit Malaysia yang tentunya akan meningkatkan produksi CPO di masa depan.

Bahkan, Analis CGS CIMB Ivy Ng Lee Fang telah memproyeksikan bahwa harga CPO cenderung turun pada paruh kedua tahun ini atau semester II-2022 karena pasokan minyak nabati meningkat pada akhir Juni.

Dia menilai bahwa harga CPO dapat diperdagangkan di kisaran MYR 5.500- 6.500/ton pada Juni karena pasokan akan meningkat 5,1% secara bulanan menjadi 1,6 juta ton. Sedangkan perkiraan untuk tahun 2022 dan 2023 masing-masing berada di MYR 5.600/ton dan MYR 3.800/ton.(R02)

Sumber Berita: cnbcindonesia.com

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index