Bos Sawit Kembali Sumringah, Harga CPO Mulai Naik Lagi

Bos Sawit Kembali Sumringah, Harga CPO Mulai Naik Lagi
Antrean truk sawit mengantar buah ke area pablik pengolah CPO.

JAKARTA (RIAUSKY.COM)- Harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) naik tipis di sesi awal perdagangan pada Jumat (05/8/2022). 

Namun, analis memprediksikan harga CPO akan diperdagangkan sekitar MYR 3.800-4.200/ton pada Agustus dan September. 

Dikutip dari cnbcindonesia, melansir Refinitiv, pukul 08:30 WIB, harga CPO diperdagangkan di posisi MYR 3.842/ton atau naik 0,55%.

Di sepanjang pekan ini harga CPO masih anjlok 10,42% dan drop 5,25% secara bulanan. Sedangkan, di sepanjang tahun berjalan, harga CPO ambles 10,11%.

Secara teknis, Analis Komoditas Reuters, Wang Tao memprediksikan harga CPO masih menguji titik support di MYR 3.717/ton, penembusan di bawahnya dapat membuka jalan menuju kisaran MYR 3.489-3.598/ton.

Minyak sawit berjangka Malaysia berakhir ambles 1,19% pada Kamis (4/8) menjadi MYR 3.821/ton (US$855,12/ton), terbebani oleh prediksi bahwa persediaan CPO Malaysia pada akhir Juli yang lebih tinggi, serta didorong oleh terkoreksinya harga minyak nabati saingan.

Jajak pendapat Reuters memprediksikan persediaan CPO Malaysia pada akhir Juli melonjak 8,3% menjadi 1,79 juta ton dan menjadi level tertinggi dalam delapan bulan. 

Hal tersebut karena adanya peningkatan produksi CPO sebesar 2% menjadi 1,58 juta ton dan menjadi yang tertinggi sejak November 2021.

Analis berpendapat bahwa CPO Malaysia telah tersaingi oleh CPO Indonesia karena pemerintah Indonesia telah memangkas pungutan ekspor dan meningkatkan volume ekspor CPO, sehingga dinilai lebih menarik.

"Harga tunai yang lebih rendah, diskon kelapa sawit yang lebih besar ke minyak kacang saingan terdekatnya dan pengurangan pajak ekspor akan menawarkan peningkatan peluang ekspor kelapa sawit Indonesia, memicu persaingan ke Malaysia," kata Pendiri Palm Oil Analytics Singapura Sathia Varqa.

Namun, Varqa memprediksikan harga CPO akan diperdagangkan sekitar MYR 3.800-4.200/ton (sekitar US$ 943,4/ton) pada Agustus dan September.

Selain itu, menurut Ivy Ng, Analis CGS-CIMB Research bahwa kebijakan pemerintah Indonesia dengan memangkas pajak ekspor yang jauh lebih rendah kemungkinan akan meningkatkan ekspor CPOnya pada Agustus karena pembeli mengambil keuntungan, yang pada gilirannya dapat merugikan permintaan minyak sawit Malaysia.

Tidak hanya itu, terkoreksinya harga minyak kedelai kembali membebani pergerakan harga CPO.

Harga minyak kedelai di Dalian anjlok 3,8% dan harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade turun 0,9%. Harga CPO kerap dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak saingan karena mereka bersaing untuk mendapatkan pangsa pasar.

Sisi lainnya, Pada Rabu (3/8), kapal biji-bijian pertama telah meninggalkan Pelabuhan Ukraina menuju Lebanon untuk membantu meringankan krisis pangan global.

Dengan begitu, Refinitiv Commodities Research memproyeksikan adanya harapan untuk pasokan akan mulai normal di Laut Hitam. 

Wilayah Laut Hitam menyumbang 60% dari produksi minyak bunga matahari dunia dan 76% dari ekspor minyak biji bunga matahari.

Hal tersebut tentunya dapat menurunkan permintaan pada CPO ke depannya karena ketika perang Rusia-Ukraina di mulai pada akhir Februari menyebabkan pengiriman minyak biji bunga matahari terhenti sehingga pembeli dan pedagang beralih ke minyak saingan seperti CPO.

Namun, ketika ekspor minyak biji bunga matahari kembali normal, maka pembeli dan pedagang akan kembali beralih ke minyak biji bunga matahari.(R04)

Sumber Berita: cnbcindonesia.com

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index