PEKANBARU (RIAUSKY.COM) - Pekanbaru selama ini memang selalu dianggap identik bukan sebagai daerah penghasil.
Banyak komoditas pertanian khususnya pangan di Kota Pekanbaru yang didatangkan dari luar daerah, mulai dari beras, telur, cabai, sayuran bahkan buah-buahan.
Namun, benarkah kondisi tersebut disebabkan petani di Pekanbaru tak mampu menghasilkan komoditas pangan?
''Kami rasa tidak. Kita di Pekanbaru ini sebenarnya banyak mempunyai petani. Bahkan banyak juga komoditas pertanian yang dihasilkan,'' ungkap Sembiring, salah seorang petani mandiri yang ditemui di Jalan Parit Indah Pekanbaru.
Sebagai salah seorang petani senior, Sembiring mengungkapkan kalau anggapan yang mengatakan Pekanbaru tidak mampu menjadi penghasil terhadap komoditas pertanian, khususnya pangan dan sayuran tidaklah sepenuhnya benar.
''Kami jamin, kalau di Pekanbaru ini, beberapa komoditas itu bisa memproduksi lebih. Karena faktanya, seperti sayuran dan buah itu, banyak juga yang dihasilkan oleh petani lokal,'' jelas pria yang baru beberapa tahun pensiun ini.
Secara individu, dia mencontohkan untuk sayuran, seperti kacang panjang, terung, timun, jagung, bahkan ubi kayu dan beberapa komoditas lainnya, banyak dihasilkan petani di Pekanbaru.
''Yang menjadi permasalahan, jelas Sembiring adalah, bahwa komoditas yang ditanam itu kesulitan menembus pasar yang mampu harusnya diserap oleh masyarakat lokal di Pekanbaru,'' jelas dia.
Sembari menunjukkan komoditas sayuran kacang panjang yang baru saja di panennya, Sembiring mengungkapkan kalau produksinya banyak. Bahkan, untuk sekali penanaman bisa sampai 25 kali panen.
Kacang panjang ini bisa kita buat panjang produktivitasnya, bisa sampai 25 kali panen. Tapi, karena harganya sangat murah, menyebabkan antusias petani untuk menanamnya pun menjadi rendah.
''Ya, seperti ini, kita panen per dua hari sekali. Sekali panen lumayan, bisa sampai 100 hingga 200 kilogram. Tapi harganya tak sebanding dengan lelah yang kami terima. Belum lagi biaya pupuk yang sangat mahal,'' keluh dia.
Untuk per kilogram kacang panjang, Sembiring menyebutkan, pihaknya hanya bisa menjual seharga Rp3.500 hingga Rp4.000.
''Dengan harga segitu, jangankan pupuk, lelah kita menanam pun tak terbayar,'' ungkap dia sembari menyerngitkan kening.
Sembiring mengungkapkan, di Pekanbaru, pada dasarnya banyak sekali petani mandiri. Mereka menggarap lahan dengan aneka komoditas yang sebenarnya juga masuk ke pasar-pasar lokal.
''Bisa saja, petani seperti kami ini menanam cabai misalnya, apalagi dengan kondisi harga yang relatif mahal saat ini. Namun, dia juga menjelaskan, kalau tantangan terberat bagi petani adalah bukan pada cara menanamnya,'' jelas dia lagi.
''Kalau menanam cabai itu, memang sedikit lebih rumit, karena butuh perawatan yang baik agar hasilnya juga bagus. Hanya saja, sering kali, ketika petani sudah menanam, sudah produksi, yang terjadi adalah, harga cabai itu jatuh, itu yang membuat banyak petani menjerit,'' kata dia.
Kalau saja, dengan menanam cabai itu petani bisa untung, pastinya petani akan berlomba-lomba menanam.
''Kenapa petani tidak banyak menanam, ya, salah satu faktornya adalah harga,'' ungkap dia.
Karena itulah, Sembiring mengungkapkan yang diharapkan oleh petani sebenarnya adalah jaminan dari pemerintah terhadap harga komoditas yang mereka tanam.
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Awal, petani lainnya. Dia mengungkapkan, tak jarang harga komoditas itu membunuh semangat para petani.
''Ya, bayangkan saja, kalau kita tanam, rugi sekali atau dua kali itu biasa, sudah sering. Tapi kalau ruginya sudah berkali-kali, dan itu disebabkan oleh harga, pastinya tak ada yang mau hidup jadi petani, karena selalu merugi,'' ungkap Awal.
Dia juga menjelaskan, tidak menyalahkan pengepul yang datang membeli ketika harga yang ditawarkan tidak tinggi.
''Banyak yang bilang pengepul dapat keuntungan lebih. Sebenarnya tidak. Karena, faktanya, kalau memang keuntungan yang didapatkan besar pasti pengepul akan bertahan,'' kata dia.
''Sejauh yang kami tahu, pengepul itu untungnya juga tidak besar. Mereka hanya mengambil keuntungan dalam jumlah yang wajar. Apalagi bila enimbang risiko, ketika penerimaan pasar tidak baik, atau produksi sedang banyak. Maka, keuntungan pengepul juga sedikit.
Karena itulah, sebut Awal, salah satu hal yang juga penting diatur oleh pemerintah adalah, bagaimana komoditas lokal ini bisa menjadi tuan di negeri sendiri.
''Kita petani ini kan tidak mungkin memikirkan pasar. Karena memastikan bisa panen saja itu sudah cukup. Pasar itu hendaknya diatur oleh pemerintah, sehingga, kendala soal harga dan pasokan berlebih tidak sampai menyebabkan petani merugi,'' ungkap dia.
Apalagi bila memperhitungkan rata-rata umur tanaman pangan seperti sayuran atau buah itu sangat terbatas.
''Komoditas pertanian ini kan umumnya usianya tidak panjang. Kalau tidak cepat terserap pasar, kualitasnya langsung jatuh dan harganya juga akan murah. Karena itulah, kami berharap pemerintah bisa membuat regulasi yang tetap menjaga seamgnat para petani untuk tetap menggeluti usahanya,'' ujar dia.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kota Pekanbaru, Maisisco mengaku memahami sekali apa yang menjadi keluhan para petani ini.
Dia pun mengungkapkan memang diperlukan solusi jangka panjang untuk persoalan pangan ini.
''Saya berpikir apa yang digaungkan oleh Bapak Presiden RI tentang hilirisasi ekonomi itu menjadi sangat penting,'' ungkap Maisisco yang baru beberapa pekan ini dipercaya mengemban amanah sebagai Kepala Dinas Ketahanan Pangan.
Dia mengungkapkan, memang dibutuhkan solusi untuk komoditas pertanian, sehingga hasilnya tetap bisa memberikan keuntungan yang maksimal kepada para petani dan pelaku usaha.
''Hilirisasi terhadap komoditas pangan ini penting untuk dihadirkan. Misalnya, untuk cabai, bagaimana supaya produk petani kita tetap terserap. Mengapa tidak kita mengusung pabrik saos, atau cabai kemasan yang bisa menampung komoditas petani?'' kata dia.
Selain itu, Maisisco juga memiliki ekspektasi untuk melibatkan perusahaan daerah terkait pangan untuk berperan dalam mendukung pemberdayaan petani dalam menghasilkan komoditas pangan yang mendukung pada penguatan ketahanan pangan.
''Jangka panjang, kita ingin bagaimana perusahaan daerah pangan bisa ikut berperan dalam penguatan peran petani khususnya dalam meningkatkan produktivitas pangan. Secara betahap kita akan persiapkan langkah-langkah penguatan peran BUMD Pangan kita,'' ungkap Maisisco Optimis.(R01)
Listrik Indonesia