Tiga Pejuang Asal Riau Ini Ditetapkan Pemerintah RI sebagai Pahlawan

Tiga Pejuang Asal Riau  Ini  Ditetapkan Pemerintah RI sebagai Pahlawan

PEKANBARU (RIAUSKY.COM)- Setelah melalui perjuangan panjang dan melelahkan, tahun 2018 ini, tiga tokoh perjuangan dan sosok pahlwan dari Riau akhirnya mendapat pengakuan dari pemerintah pusat. Hanya satu tokoh pejuang asal Riau kembali belum ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional oleh pemerintah pusat.

Mahmoed Marzuki yang puluhan tahun diusulkan, namun namanya masih belum termasuk dalam nama-nama Pahlawan Nasional yang ditetapkan Presiden tahun 2018 ini.

Keluarga Mahmud Marzuki pasrah jika Mahmud Marzuki belum dianugerahi titel Pahlawan Nasional pada tahun ini.

Mahmud dikenal dengan sosok pengibar bendera Merah Putih pertama di Bangkinang pascaproklamasi, 9 September 1945.

Mahmud telah diusulkan menjadi Pahlawan Nasional selama bertahun-tahun.

Keterkenalan pria kelahiran 1911 itu bahkan sampai ke Sumatera Barat.

Menurut referensi yang diajukan ke Kementerian Sosial, perjuangannya membela tanah air dari penjajahan Belanda dimulai pada 1936.

Kala itu, dia belajar di Aligar Muslim University India melalui Perak-Malaysia jajahan Inggris sampai 1938.

Pada 1939 sampai 1942, Mahmud menjalankan misi sebagai guru dan mengajarkan Agama Islam.

Bersamaan memupuk jiwa nasionalisme dan menyerukan semangat persatuan pada setiap dakwah.

Sampai mendirikan Kepanduan Hizbul Wathan di Air Tiris.

Memasuki masa penjajahan Jepang, Mahmud terus berjuang melalui dakwah.

Sampai akhirnya ke zaman kemerdekaan Indonesia yang pertama sekali sampai kabar itu di Bangkinang melalui Telegram pada 5 September 1945.

Setelah mendapat kabar itu, Mahmud memimpin Rapat Muhammadiyah di Muara Jalai untuk membahasi Proklamasi.

Rapat itu menyepakati pengibaran bendera Merah Putih pada 9 September.

Mahmud bertugas sebagai penggerek bendera dalam upacara pengibaran di Lapangan Merdeka, bekas Kantor Controleur Bangkinang. Pada Oktober 1945, terjadi tragedi yang dikenal dengan Durian Danau Bingkuang.

Tujuh tentara Jepang dibunuh oleh Pemuda Keamanan Rakyat.

Seminggu kemudian, sekitar 20 truk tentara Jepang dengan bersenjata lengkap menyerbu Bangkinang.

Saat itu, Mahmud memimpin Rapat Komite Nasional Indonesia yang diketuainya.

Tentara Jepang mengepung tempat diadakannya rapat.

Mahmud ditangkap bersama peserta rapat lainnya.

Kemudian diseret ke Lapangan Merdeka. Di situ, Mahmud dan temannya disiksa selama 23 hari.

Sampai akhirnya dia jatuh sakit.

Pada 5 Agustus 1946, Mahmud wafat di Kompleks Perguruan Muhammadiyah Desa Kumantan yang didirikannya.

Namun demikian, masyarakat Riau patut berbangga.

Pasalnya sejumlah nama-nama pejuang di Negeri Lancang Kuning ini sudah ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional sebelum pengusulan Mahmoed Marzuki.

Mari mengenal Pahlawan Nasional asal Riau.

Dikutip dari http://azwirchan.blogspot.co.id ada sejumlah pejuang asal Riau yang sudah ditetapkan oleh pemerintah menjadi Pahlawan Nasional.

1. Tuanku Tambusai

Lahir di Dalu-dalu, Nagari Tambusai, Rokan hulu Riau, 5 November 1784.

Wafat di Seremban,Negeri Sembilan, Malaysia, 12 November 1882.

Tuanku Tambusai merupakan pemimpin pasukan Dalu-dalu, Lubuk Sikaping, Padanglawas, Angkola, Mandailing dan Natal yang berperang melawan Pasukan Kolonial Belanda.

Bersama-sama dengan Tuanku Imam Bonjol dalam perang Padri, Tuanku Tambusai terkenal dengan Julukan "De Padrische Tijger van Rokan" (Harimau Paderi dari Rokan).

Dan juga terkenal sebagai penyebar agama Islam.

Keputusan menjadi Pahlawan Nasional tertuang dalam SK Pres : 071 /TK/1995 bertanggal 7 - 8 - 1995.

2. Raja H. Fisabilillah

Wafat saat berusia  59 tahun, Raja H Fisabilillah lahir di Kota Lama, Ulu sungai Riau, tahun 1725.

Sementara wafat di Teluk Ketapang Melaka, 18 Juni 1784.

Raja H. Fisabilillah adalah seorang Raja (Yang dipertuan Muda) Kerajaan Melayu Riau-Lingga-Johor-Pahang IV

Ketetapan menjadi Pahlawan Nasional dituangkan dalam SK Press :072/TK/1997 bertanggal 11-8-1997.

3. Sultan Syarif Kasim II

Lahir di Siak Sri Indrapura, Riau, 1 Desember 1893, beliau wafat di Rumbai Pekanbaru, 23 April 1968.

Pejuang yang namanya diabadikan juga menjadi nama bandara internasional di Pekanbaru ini dimakamkan di Siak Sri Indrapura, Kabupaten Siak, Riau.

Sultan Syarif Kasim II merupakan Sultan ke 12 di Kesultanan Siak Sri Indrapura.

Menjadi Sultan, dia mendukung penuh perjuangan kemerdekaan Indonesia dan mendorong raja-raja yang ada di Sumatera Timur untuk mendukung dan mengintegrasikan diri dengan Republik Indonesia.

Tak saja itu, Sultan ini juga menyumbangkan harta kekayaannya sejumlah 13 juta gulden untuk Pemerintahan Republik Indonesia.

Setara dengan 214,5 juta gulden tahun 2014 atau 120,1 juta USD atau Rp 1,47 trilyun.

Keputusan menjadi Pahlawan Nasional tertuang di SK Pres : 109/TK/1998 bertanggal 6-11-1998.(R03/tribunpekanbaru)
 

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index