RUU HIP Lolos Sampai Paripurna, Fahri Hamzah: Enggak Ada Yang Berani Tanggung Jawab Siapa Yang Memproduksi Idenya, Akhirnya Nyalahin Kawan...

RUU HIP Lolos Sampai Paripurna, Fahri Hamzah: Enggak Ada Yang Berani Tanggung Jawab Siapa Yang Memproduksi Idenya, Akhirnya Nyalahin Kawan...
Fahri Hamzah/ Sumber Foto: detik.com

JAKARTA (RIAUSKY.COM)- Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Fahri Hamzah angkat bicara mengenai Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang bisa lolos hingga paripurna.

Menurutnya, hal ini terjadi karena partai politik di era sekarang cenderung miskin ide.

Di mana, tidak ada ide untuk penolakan terhadap gagasan RUU HIP tersebut ketika diusulkan.

"Kalau idenya ada, tentu waktu diskusi (RUU HIP diusulkan) itu terjadi perdebatan terbuka." kata dia sebagaimana kami himpun dari wartakota.com.

"Bahwa ini berbahaya, anda berpretensi mengubah Pancasila," ujar Fahri Hamzah, dalam diskusi 'Fahri Hamzah dan Jalan Politik Partai Gelora' melalui live Instagram, Jumat (26/6/2020).

"Itu (ide penolakan) harusnya terungkap kalau anda ngerti sejarah perdebatan BPUPKI, ngerti idenya Sukarno, ngerti pikirannya Yamin, bagaimana ini bisa disimpulkan tanggal 18 Agustus."

"Dan itu enggak akan sampai (seperti) sekarang," imbuhnya.

Fahri Hamzah mengatakan, miskin ide berujung pada pelolosan wacana tersebut di Badan Legislatif (Baleg) dan di paripurna.

Namun karena RUU HIP sekarang menuai konflik, Fahri Hamzah menilai tidak ada yang berani bertanggung jawab atas ide awal yang memproduksi diusulkannya RUU tersebut.

"Itu RUU HIP, enggak ada yang berani bertanggung jawab siapa yang mereproduksi idenya."

"Kan pada akhirnya menyalahkan kawan-kawannya. 'Oh, kami nggak ikut, kami ikut belakangan, kami enggak teken'."

"Padahal semua meloloskan di Baleg dan sampai di paripurna," tegasnya.

Selain itu, masalah RUU HIP juga dinilai serupa dengan Omnibus Law.

Fahri Hamzah mengatakan tidak jelas apa yang diinginkan dengan adanya Omnibus Law, karena hingga saat ini cara menghadapi krisis saja tidak pernah dibahas.

"Sama dengan omnibus law, apa itu pikiran di belakangnya? Enggak ada. Itu juga kita enggak tahu pikirannya apa."

"Cara menghadapi krisisnya enggak pernah dibahas. Tiba-tiba seolah-olah ini harus jadi kenyataan."

"Jadi ada kemiskinan ide, yang saya kira itulah pekerjaan rumah kita kepada partai politik ke depan," paparnya.

Sebelumnya, pemerintah memutuskan tidak membahas Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang merupakan inisiatif DPR.

Selain menyoroti masalah prosedur, pemerintah juga menyoroti masalah substansi RUU tersebut.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menurut Menkopolhukam Mahfud MD, menyoroti tidak dimasukannya TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 sebagai konsideran dalam RUU HIP.

Tap MPRS XXV Tahun 1966 sendiri mengatur pelarangan Partai Komunis Indonesia serta larangan untuk menyebarkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme.

"Substansinya Presiden menyatakan juga bahwa TAP MPRS Nomor 25 Tahun 66 itu masih berlaku mengikat dan tidak perlu dipersoalkan lagi," kata Mahfud MD, Selasa (16/6/2020).

Oleh karena itu, menurut dia, pemerintah tetap pada komitmen TAP MPRS Nomor 25 tahun 1966 tentang larangan komunisme marxisme itu, merupakan satu produk hukum peraturan perundang undangan yang mengikat.

"Sehingga tidak bisa lagi dicabut oleh lembaga negara atau oleh undang-undang ini," ujarnya.

Selain itu, menurut Mahfud MD, mengenai rumusan Pancasila, pemerintah berpendapat yang sah itu adalah rumusan Pancasila pada 18 Agustus 1945.

"Pemerintah berpendapat bahwa rumusan Pancasila yang sah itu adalah rumusan yang disahkan tanggal 18 Agustus1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan indonesia."

"Yang tercantum di dalam pembukaan UUD 1945 itu yang sah," jelasnya. 

Mahfud MD mengaku telah dipanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk dimintai pandangan mengenai RUU HIP.

Setelah mendengarkan pandangan dan berbicara dengan berbagai pihak, menurut Mahfud MD, Presiden memutuskan untuk menunda pembahasan RUU tersebut.

"Sesudah Presiden berbicara dengan banyak kalangan dan mempelajari isinya, maka pemerintah memutuskan untuk menunda atau meminta penundaan kepada DPR atas pembahasan rancangan undang-undang tersebut," beber Mahfud MD, Selasa (16/6/2020) lalu). (R04)

 

Sumber Berita: wartakota.com


 

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index