Konglomerat Kuasai Badan Dana Sawit, Makin Jauh dari Petani

Konglomerat Kuasai Badan Dana Sawit, Makin Jauh dari Petani
Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto

JAKARTA (RIAUSKY.COM) - Tata kelola Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menjadi kunci untuk memperkuat petani dari sisi pendanaan. 

BLU sawit yang bernaung dibawah kementerian keuangan ini makin jauh dari kepentingan petani pasalnya para pengambil kebijakan penting badan ini oleh komite pengarah melibatkan 4 konglomerat sawit sekaligus yang menguasai lahan hampir 1,5 juta ha perkebunan sawit.

Ketua Dewan Pengarah yang juga selaku Menteri koordinator perekonomian dalam SK No 134 menunjuk 4 (empat) nama yang berasal dari industri biodiesel dan pemilik lahan sawit.

Badan ini juga memiliki dewan pengawas. Celakanya, dewan pengawas BPDK-KS ini juga adalah bagian dari birokrat dari para menteri dalam dewan pengarah pembuat kebijakan. 

Badan ini makin kental dengan nuansa konglomerat dengan memasukkan asosiasi pengusaha sawit sebagai dewan pengawas yang ditetapkan melalui peraturan Menteri keuangan nomor 259 tahun 2020. 

Asosiasi punya kepentingan cukup besar dalam rantai pasok Program B30 saat ini. 

Bagaimana BPDP-KS bisa diawasi secara benar dan berpihak petani, tanya kaukus petani kelapa sawit yang mengajukan petisi online kepada Presiden, Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan.

Dewan pengarah memiliki fungsi untuk menyusun regulasi pendanaan di BPDP-KS. Dewan pengawas untuk melakukanpengawasan kinerja Badan. 

Kehadiran mereka pun telah membawa dampak buruk bagi keadilan alokasi dana sawit. BPDP-KS telah menggelontorkan Rp 29,2 triliun untuk Industri biodiesel dari 2016 hingga Desember 2019. 

Kehadiran para konglomerats ini pun dalam birokrasi BLU Sawit telah membuat program B30 yang diusahakan mereka memperoleh subsidi dari dana PEN (Penanggulangan Ekonomi Nasional) sebesar Rp 2,78 Triliun.

Mansuetus Darto, Sekretaris jendral SPKS mengatakan bahwa Keterlibatan Beberapa konglomerat dan Asosiasi Pengusaha Sawit dalam BPDP-KS telah membuat badan ini makin tidak independen. 

"Semestinya, badan ini harus di tata secara baik dan tidak berpihak pada kelompok-kelompok bisnis tertentu. Akibatnya, dana banyak tersedot untuk kepentingan mereka ketimbang untuk petani sawit sebagaimana diatur dalam UU Perkebunan No 39 pasal 93 ayat 4 seperti penguatan SDM Petani, Peremajan, saranaprasarana sawit dan penelitian," katanya.

Darto menambahkan, ada kepentingan besar dari para konglomerat untuk duduk disana untuk mengamankan rantai pasok dari sawit yang mereka miliki untuk kebutuhan B30 akibat banyaknya ganjalan ekspor minyak sawit di dunia saat ini seperti kebijakan Uni Eropa dan baru-baru adalah penolakan petani di swis tentang sawit Indonesia. 

Ini tergambar dari program Biodiesel hanya mengolahsawit dari konsesi kebun mereka dan mitra bisnisnya.

"Selama ini, mereka selalu terdepan untuk membawa nama petani dalam konteks hubungan diplomasi sawit keluar negri dalam menyelesaikan sengketa dagang sawit. Namun dalam negeri mereka tidak pernah bekerjasama dengan petani kecil." tambahnya. 

Para konglomerat sawit perlu membuktikan bahwa mereka memperhatikan petani sawit skala kecil di Indonesia dengan mengolah 100% bahan baku biodiesel dari petani. 

"Pemerintah harus mengedepankan kepentingan nasional yakni petani sawit yang berjumlah 10 juta orang ketimbang kepentingan golongan yang hanya segelintir orang," tegas Darto. (Rls)

Listrik Indonesia

#Kelapa Sawit

Index

Berita Lainnya

Index