Masih Terkontraksi 13,38 Persen, Industri Tekstil Indonesia Kian Kritis Tanpa Kepastian Jaminan Pasar

Masih Terkontraksi 13,38 Persen, Industri Tekstil Indonesia Kian Kritis Tanpa Kepastian Jaminan Pasar
Aktifitas pekerja di salah satu industri tekstil dalam negeri. / Sumber Foto: bisnis.com

JAKARTA (RIAUSKY.COM)- Industri manufaktur Indonesia mengalami penguatan Purchasing Managers Index (PMI) secara signifikan. 

Namun, kenaikan PMI belum terjadi pada industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional sehingga pertumbuhan industri tekstil pada kuartal I/2021 masih terkontraksi 13,28%. 

Tanpa adanya dukungan kebijakan dari pemerintah, sektor strategis yang menyerap tenaga kerja dan penghasil devisa ini akan terus tertekan dalam kondisi kritis hingga sepanjang 2021.

Sekjen API, Rizal T Rakhman mengatakan meski kondisi sempat membaik di dua bulan pertama tahun 2021, sejak bulan Maret utilisasi industri TPT kembali anjlok yang rata-rata hanya sekitar 55%. 

Di mana, menurutnya, kondisi pasar dan daya beli yang belum normal akibat tekanan COVID-19 dihantam oleh barang impor yang kembali membanjiri pasar secara masif.

“Untuk itu kami meminta pemerintah untuk segera menerapkan safeguard pakaian jadi yang akan mendorong aktivasi produksi di Industri Kecil Menegah (IKM) sehingga bisa mendorong kinerja seluruh rantai nilai hingga ke hulu (efek domino),” ujar Rizal, Kamis (10/6/2021), di Jakarta.

Sebagaimana hasil penyelidikan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) yang telah membuktikan bahwa derasnya barang impor ini telah membuat kerugian serius bagi produsen pakaian jadi dalam negeri yang sebagian besar adalah IKM.

“Terkait dengan adanya penolakan dari retailer terhadap implementasi safeguard ini, kami percaya pemerintah dapat melihat kepentingan yang lebih besar. Di mana rakyat Indonesia khususnya masyarakat kelas bawah saat ini lebih membutuhkan pekerjaan untuk bertahan hidup,” imbuhnya.

Penerapan safeguard adalah upaya untuk menyelamatkan 4 juta tenaga kerja di IKM dan UMKM serta 3 juta tenaga kerja di industri besar sebagai penyuplai bahan bakunya yang juga menstimulasi kegiatan ekonomi lainnya di dalam negeri termasuk tenaga kerja di sektor retail.

“Di sisi lain, kami pun meminta pemerintah untuk menanggulangi impor ilegal dan impor borongan unprocedural (under invoice, under volume, under value, pelarian HS dan transhipment) yang masih marak. Kami meminta penindakan hukum yang lebih tegas dan serius terhadap pelaku-pelakunya yang sebagian besar justru mendapatkan fasilitas jalur hijau,” pintanya.

Terkait maraknya penjualan barang impor melalui platform e-commerce, Sekjen API mengapresiasi langkah dari pemerintah yang membatasi penjualan crossborder untuk 13 produk pakaian jadi.

“Selanjutnya kami meminta pemerintah untuk membenahi dan menertibkan importir-importir yang memasukan barangnya melalui Pusat Logistik Berikat (PLB) E-Commerce,” katanya.

Dari sisi ekspor, di tengah kondisi pasar global yang belum menunjukkan perbaikan dari sisi permintaan, industri TPT nasional masih terus berupaya untuk bisa mempertahankan kinerja ekspornya. Namun upaya ini masih terhambat logistik di mana freight cost naik hingga 4 kali lipat karena minimnya ketersediaan kapal maupun kontainer.(r)
 

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index