Gara-gara Pajak Tinggi, Harga Pertalite di Riau Jadi yang Termahal di Indonesia

Gara-gara Pajak Tinggi, Harga Pertalite di Riau Jadi yang Termahal di Indonesia
Ilustrasi

PEKANBARU (RIAUSKY.COM) - Siapa sangka, meski jadi daerah penghasil migas, harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite di Riau justru yang termahal di Indonesia.

Hal ini kabarnya terkait ngototnya Pemerintah Provinsi Riau melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) yang tetap akan menerapkan Perda nomor 4 tahun 2015 perubahan perda nomor 8 tahun 2011 tentang pajak daerah. Khusus penerapan pajak bahan bakar kenderaan bermotor (PBB-KB), banyak provinsi lain meniru Riau.

"Untuk pajak bahan bakar khusus pertalite, Sumbar tahun depan akan mengikuti Riau. Jadi harga Pertalite di Sumbar akan sama dengan di Riau," ujar Kepala Bapenda Riau Indra Putra Yana seperti dimuat Tribun, kemarin.

Artinya lanjut Indra tidak perlu lagi dilakukan revisi Perda tersebut, apalagi Daerah dituntut terus dalam meningkatkan pajak pendapatan. Maka jalan satu-satunya tidak mengurangi target pajak bahan bakar itu.

"Selain Sumbar ada juga daerah lain yang akan meniru Riau. Pendekatan 10 persen itu tujuannya ya meningkatkan pajak bagi daerah," jelas Indra.

Namun demikian, jika ada wacana untuk menurunkan harga Pertalite tersebut dengan melakukan pendekatan pajak minimal, Bapenda mengaku akan siap, namun tentunya target Pendapatan akan berkurang. Sedangkan saat ini dituntut untuk meningkatkan pendapatan.

"Apalagi butuh kajian lagi dalam mengubah aturan itu. Jadi tidak bisa langsung diubah aturan itu ada prosesnya yang harus dilalui," ujarnya. 

Sebagaimana diberitakan, harga Pertalite sendiri untuk Riau dan Kepri termahal di Indonesia karena berdasarkan Perda yang ada memanfaatkan pola maksimal yakni 10 persen untuk pajak Bahan Bakar jenis umum mencapai Rp7900 perliter.

"Pertalite sama dengan pertamax yang merupakan non subsidi yang diperuntukkan untuk kalangan menengah ke atas sebelumnya seperti perusahaan dan industri pajaknya 10 persen. Tidak hanya Riau saja melainkan untuk kepri juga sama," ujar Indra.

Namun saat ini akibat pengurangan kuota BBM bersubsidi jenis Premium, masyarakat yang selama ini pengguna subsidi terpaksa menggunakan bahan bakar non subsidi tersebut.

Untuk bahan bakar umum persentase pajak 10 persen sedangkan yang subsidi seperti premium hanya 5 persen. Perda nomor 4 ini ditetapkan disaat Pertalite belum ada dan hanya ditujukan kepada Pertamax saja.

"Pertalite itu disejajarkan dengan Pertamax, makanya pajaknya sama. Dan Pertalite itu masuk untuk kalangan menengah ke atas. Namun persoalan kenyataannya kuota subsidi sekarang dikurangi pemerintah pusat ke Riau," ujar Indra.

Sebagaimana yang ditargetkan untuk PAD pajak Riau dari sektor Pajak Bahan Bakar Kenderaan Bermotor (PBB-KB) tahun 2017 sebesar Rp812,534 Miliar.

"Untuk 2016 lalu targetnya tercapai, targetnya sama dengan 2017 karena yang besar didapat dari pajak BBM subsidi yang mana tahun lalu kuotanya premium masih besar untuk Riau," ujar Indra. (*)

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index