Beri Solusi, Imam Prasodjo: Tak Bisa Antar Penumpang, Ojol Bisa Digunakan untuk Antarkan Bantuan Sembako

Beri Solusi, Imam Prasodjo: Tak Bisa Antar Penumpang,  Ojol Bisa Digunakan untuk Antarkan Bantuan Sembako
Imam Prasodjo

JAKARTA (RIAUSKY.COM)- Sosiolog Imam Prasodjo  mengungkapkan Indonesia lengah dalam  mempersiapkan langkah-langkah dalam menghadapi virus corona. 

Akibatnya, saat menghadapi, pemerintah seperti kebingungan dan gagap untuk mengambil langkah dalam menangani virus mematikan ini. 

''Buah dari kelengahan kita saat melakukan persiapan, seperti sekarang, Kita kemarin mengalami kebingungan, untuk pemutusan mata rantai, mana yang lebih tepat, terus apa bagaimana aturannya  yang harusnya  disiapkan jauh-jauh hari,'' kata Imam saat acara Indonesia Lawyers Club (ILC di TVOne, Selasa (14/4/2020) malam tadi. 

Idealnya, sebut Imam, ''Kita ini negeri yang  punya banyak pengalaman bencana. Mulai dari Aceh, Jogja juga Padang.  Namun, apa yang sekarang terjadi adalah buah dari bagaimana kita dulu melakukan persiapan sebelum bencana datang,'' kata dia. 

sekarang, sebut Iman, Indonesia  sedang  menghadapi situasi bencana, during disaster management. Selanjutnya post disaster, apa yang harus direhabilitasi dan direkonstruksi. 

Imam merasa aneh, karena, di saat sedang menghadapi bencana, tapi kita masih  kebingungan, untuk pemutusan mata rantai, mana yang lebih tepat, terus apa bagaimana aturannya yang harusnya  sudah  disiapkan jauh-jauh hari.

''Semua yang saya amati semua pertimbangan di the last minute. menit-menit terakhir,'' kata dia. 

Dia juga mengungkapkan sempat  di telpon seorang pengusaha yang ingin mengimpor barang APD karena terjadi kelangkaan, namun pajak bea cukai, PPh masih berlaku 37 persen. 

''Bagaimana orang mau memasarkan barang dengan harga murah, kalau regulasinya belum keluar  hingga hari ini, pajaknya mahal,'' kata dia. 

Setelah PSBB dijalankan,  yang jadi masalah, sebut Imam, bukan lagi   bagaimana pasien-pasien yang masih menumpuk. Namun, wacana atau diskusi pada bagaimana membantu masyarakat pra sejahtera yang terdampak terhempas paling keras karena kebijakan PSBB.

Ini terjadi karena, penyaluran distribusi mulai dari stok yang akan didistribusikan juga ternyata tidak mudah. ''Minyaknya, berasnya, menghimpunnya tidak mudah. Bahkan bungkusnya, box nya juga tidak mudah. Bagaimana proses deliveri yang tepat sasaran, itu tak mudah,'' imbuh dia.

Yang paling parah, tambah Imam, adalah, pendataan, siapa yang harus menjadi sasaran supaya jangan sampai yang benar-benar membutuhkan itu terlewatkan.

Kalau  distribusi mengandalkan kekuatan negara, hanya mengandalkan struktur pemerintahan, pemerintah daerah, RT, RW, sementara kekuatan lain yang sering disebutkan tapi tidak dielaborasi, juga tidak akan bisa maksimal.

Pengalaman kita mengangani bencana, kekuatan  dunia usaha, kekuatan masyarakat itu menjadi sangat menentukan. Bagaimana caranya  memobilisasi, mengundang, memfasilitasi  mengajak keterlibatan publik melakukan pendataan. Tidak mungkin hanya mengandalkan perangkat pemerintahan kelurahan dan desa. 

Begitupun dengan pengadaan, Bagaimana pengandaan nya, kalau seperti DKI ini pengadaan bantuan masih tertumpu pada PD Pasar Jaya. PD Pasar Jaya gak mungkin mempersiapkan bantuan untuk 1 juta lebih penduduk.

Saya bisa bayangkan bagaimana sulitnya teman-teman PD pasar Jaya memikirkan pengadaan beras, minyak makan. Kalau satu saja tak lengkap[ box nya tak bisa dikirim. 

Karena itulah, harus keroyokan, toko tradisional, minimarket, semua harus dilibatkan. Kita tak bisa hanya menggunakan jalur birokrasi pemerintah saja. Harus ada pembagian tugas, sehingga tak hanya tergantung pada birokrasi, sehingga keterlambatan penyaluran birokrasi bisa dikurangi. 

''Selama ini saya terkesan sekali, yang diandalkan perangkat kecamatan, RT, RW, tidak keliru sih, tapi perangkat ini kan tidak bisa selalu bekerja siang dan malam. Kita punya lembaga, punya pengalaman di banyak tempat dan tersebar di wilayah ini untuk membantu,'' kata dia. 

Terakhir, Imam mengungkapkan perihal pendistribusian bantuan kepada masyarakat agar cepat, tepaat sampai ke masyarakat yang memerlukan. 

''Over lapping sedikit itu biasa, kalau ada keluarga prasejahtera mendapat dua kali sembako itu biasa, tak membuat mereka kaya. Yang penting bantuan cepat tepat  kebagian dan didapat  tak tertumpuk di RT atau RW,'' sebut dia. 

Salah satunya, dikatakan dia, pemerintah bisa melibatkan ojol. 

''Karena itu, saya sudah lama mengusulkan, ojol misalnya  yang sesuai Permenkes hanya bisa mengangkut barang, sebenarnya akan disibukkan mereka bila diberi tanggung jawab kalau ikut melakukan pendataan dan mengantar barang-barang.

Tidak seperti sekarang, mereka merasa resah, karena tak boleh mengangkut orang. Tapi kalau mereka menjalani transformasi fungsi, dari mencari penumpang ke pada pengiriman barang bantuan, itu salah satunya,'' kata dia. 

Tapi mapping atau peta itu harus betul-betul  cepat dilakukan dengan mengerahkan semua pihak, tak cuma pejabat formal,  kelurahan yang mendata, tapi juga bisa mengerahkan banyak pihak, dan peruntukannya keluarga pra sejahtera, punya manula, punya ibu hamil, balita, sakit permanen, supaya beban mereka sangat berat, itu harus dideteksi cepat dan digelontori bantuan.(R04)
 

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index