Aroma 'Rivalitas' Politik di Balik Silang Pendapat Risma - Khofifah

Aroma 'Rivalitas' Politik di Balik Silang Pendapat Risma - Khofifah
Tri Rismaharini dan Khofifah Indar Parawansa.Foto: gridhot.id

 

JAKARTA (RIAUSKY.COM)- Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa bersilang pendapat di tengah penanganan pandemi Covid-19. 

Perdebatan yang bermula dari dua mobil lab polymerase chain reaction (PCR) ini sampai membuat Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto buka suara.

Hasto membela Risma dengan meminta Khofifah dan Gugus Tugas Covid-19 Jawa Timur lebih bijak dan mampu melihat skala prioritas atas setiap kebijakannya, tanpa perlu menghadirkan rivalitas politik yang tak perlu. "Dan harus menghindari ego kepemimpinan," kata Hasto dalam keterangan tertulisnya pada Sabtu, 30 Mei 2020.

Persoalan ini terungkap ke publik setelah beredar video Risma marah-marah kepada seseorang melalui telepon. Kepada wartawan, Risma mengaku kecewa lantaran dua unit mobil PCR bantuan Badan Nasional Penanggulangan Becana (BNPB) untuk Surabaya, dibawa ke Tulungagung dan Lamongan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Risma sempat memperlihatkan komunikasinya dengan Ketua BNPB Doni Monardo melalui WhatsApp. Dalam percakapan itu, Risma meminta kepada Doni bahwa jika ada alat fast lab, agar dikirim ke Surabaya karena laboratorium sudah swab 1.000 orang, namun hasilnya belum maksimal meski sudah tiga pekan.

Adapun menurut Khofifah, dua mobil lab tes PCR bantuan BNPB itu memang sudah seharusnya bergeser dari Surabaya. Khofifah juga mengatakan mobil lab tes dari BNPB dihibahkan untuk Provinsi Jawa Timur. Adapun Surabaya mendapat dua unit mobil serupa dari Badan Intelijen Negara (BIN).

"Kalau yang ke Lamongan memang jadwalnya begitu. Sudah dua hari di Surabaya. Dan empat lab juga sudah di Surabaya. Mobil BIN juga di Surabaya. Sangat cukup. Yang lain jauh dari lab sama urgent-nya," kata Khofifah kepada Tempo pada Jumat, 29 Mei 2020.

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno dilansir dari tempo.co mengatakan perseteruan Risma dan Khofifah ini menunjukkan adanya komunikasi yang tak berjalan baik di antara keduanya. 

Dari sisi penanganan wabah, Adi menilai polemik ini menunjukkan kepanikan para pemimpin.

Namun di sisi lain, Adi menilai persoalan mobil lab tes PCR itu gunung es dari masalah yang telah ada sebelumnya. Pernyataan Hasto soal rivalitas dan ego kepemimpinan, kata Adi, justru menegaskan adanya masalah tersebut dan memperkeruh keadaan.

"Pernyataan Sekjen partai (Hasto) itu semakin menebalkan keyakinan publik bahwa di antara dua pemimpin ini ada rivalitas," kata Adi ketika dihubungi, Ahad, 31 Mei 2020.

Adi pun mengakui anggapan publik bahwa ketidakakuran Risma dan Khofifah terkait dengan Pemilihan Gubernur Jawa Timur 2018 dan Pemilihan Wali Kota Surabaya 2020 bisa jadi benar. Keduanya memang berada di dua kubu berbeda dalam kontestasi politik Pilgub Jatim 2018.

Risma, yang merupakan kader PDIP, menyokong pasangan Syaifullah Yusuf (Gus Ipul) dan Puti Guntur Soekarno. Adapun Khofifah berpasangan dengan Emil Dardak diusung koalisi Golkar, Demokrat, NasDem, Partai Persatuan Pembangunan, Hanura, dan Partai Amanat Nasional.

"Mungkin saja juga begitu. Kan Jawa Timur (Surabaya) juga pilkada tahun ini. Karena Corona ini bukan murni masalah kesehatan, tapi juga menyangkut politik terkait kerja-kerja kepala daerah," ujar Adi.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia mengatakan Pilgub Jawa Timur 2018 sudah usai dan semestinya tak dipersoalkan lagi. Adapun di Pilwakot Surabaya 2020, kata dia, publik yang akan menilai kerja-kerja para calon kepala daerah.

"Saya kira enggak ada korelasi langsung misalnya berantemnya Bu Khofifah dan Bu Risma ini memastikan siapa calon mereka yang akan menang di Surabaya," kata Doli, Ahad, 31 Mei 2020.

Doli pun berharap perdebatan antara dua kepala daerah itu disudahi. Dia juga meminta Risma dan Khofifah untuk tak terpancing meneruskan perdebatan ke masalah politik.

Ketua Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat ini mengatakan, setiap pemimpin harusnya fokus pada tugas dan tanggung jawab masing-masing. Apalagi Jawa Timur saat ini mengalami lonjakan kasus Covid-19.

Hingga 30 Mei 2020, tercatat ada 4.600 kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Jawa Timur. Sebanyak 2.495 kasus di antaranya dari Surabaya.

"Jangan sampai nanti urusan-urusan yang sangat personal di antara keduanya menambah kerunyaman menangani Covid-19 di Jatim," ujar Doli. "Sebaiknya kita menghindari silang pendapat ditarik ke politik apalagi partai politik agar tidak kontraproduktif."(R04)

 

Sumber Berita: tempo.co

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index