Istana Belum Bisa Pastikan Kapan Presiden Jokowi Teken UU Cipta Kerja, ''Pertemuannya Sudah Dilakukan, Nanti Setneg Yang Akan Sampaikan...''

Istana Belum Bisa  Pastikan Kapan Presiden Jokowi Teken UU Cipta Kerja, ''Pertemuannya Sudah Dilakukan, Nanti Setneg Yang Akan Sampaikan...''
Ade Irfan Pulungan./Sumber Foto: Benteng Sumbar

JAKARTA (RIAUSKY.COM)- Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ade Irfan Pulungan belum memastikan kapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

Ia menuturkan pihak yang mengurusi hal tersebut ialah Sekretariat Negara.

"Iya memang pertemuannya sudah dilakukan, nanti pastinya Setneg yang akan sampaikan karena administrasinya dan tugasnya ada di sana," kata Irfan kepada CNNIndonesia.com, Senin (2/12).

Kemudian, CNNIndonesia.com menghubungi Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara Setya Utama. Namun, hingga kini belum mendapatkan respons lebih lanjut.

DPR dan pemerintah telah menyetujui UU Omnibus Law Ciptakerja per tanggal 5 Oktober lalu. Menurut peraturan, Presiden Joko Widodo harus segera mengesahkan UU tersebut dalam jangka waktu 30 hari.

Tenaga Ahli Kedeputian KSP Donny Gahral Adian sempat menjelaskan bahwa draf UU Ciptaker masih berproses di Istana setelah diserahkan DPR pada 14 Oktober lalu. Istana, ujar Donny, masih akan memeriksa hal teknis dari UU tersebut.

"Saya kira dipelajari, karena Presiden yang menandatangan jadi harus diperiksa apakah ada kesalahan redaksional atau teknis akan dibereskan dulu baru di tandatangan ini soalnya lembar negara," kata Donny kepada CNNIndonesia.com, Senin (26/10) lalu.

Meski masih ada prosedur pemeriksaan hal teknis yang dijalani, Dony memastikan tidak ada perubahan substansial di UU tersebut. UU Ciptaker pun diyakini masih akan tetap ditandatangani di tengah gejolak di masyarakat.

"Substansi Insya Allah tidak ada perubahan," singkat dia.

Sementara itu, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia menyatakan jika Presiden tidak meneken UU itu di 30 hari, maka RUU Cipta Kerja tetap sah. Pemerintah juga mewajibkan UU itu untuk diundangkan.

Hal ini tercantum dalam pasal 73 Ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Jika masih ada penolakan, maka masyarakat bisa mengajukan melalui Mahkamah Konstitusi (MK).

MK bisa menguji UU baik secara formil maupun materiil. Hal itu sebagaimana ketentuan Pasal 57 ayat (1) dan (2) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK. Lewat uji formil, MK bisa memutuskan suatu undang-undang dibatalkan secara keseluruhan karena prosesnya melanggar prinsip-prinsip pembentukan peraturan.

Sementara itu, uji materiil adalah untuk menilai apakah sebagian atau seluruh ketentuan dalam suatu UU bertentangan dengan konstitusi.(R04)

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index