YLKI Heran, Minyak Goreng Tidak Impor, tapi Dijual Pakai Harga Dunia

YLKI Heran, Minyak Goreng Tidak Impor, tapi Dijual Pakai Harga Dunia
Ilustrasi minyak goreng

JAKARTA (RIAUSKY.COM)- Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, tak habis pikir dengan meroketnya harga minyak goreng di negara penghasil sawit terbesar di dunia. 

Ia bilang, minyak goreng merupakan produk turunan dari minyak sawit (CPO) yang merupakan produk dalam negeri. 

Namun anehnya dijual untuk masyarakat di dalam negeri dengan patokan harga global.  

"Kita kan penghasil CPO terbesar, kita eksportir bukan importir, jadi bisa menentukan harga CPO domestik. Jangan harga internasional untuk nasional," ujar Tulus dalam pesan singkatnya dikutip pada Kamis (13/1/2022).  

Menjual minyak goreng dengan harga mahal di dalam negeri tentunya mencedarai konsumen. Mengingat sejatinya, perusahaan besar juga menanam sawitnya di atas tanah negara melalui skema hak guna usaha (HGU). 

Lahan negara yang diberikan kepada pengusaha sawit swasta lewat HGU sendiri merupakan pengejawantahan UUD 1945 Pasal 33, di mana bumi dan segala kekayaan alam di dalamnya harus dipergunakan untuk kemakmuran masyarakat.  

Di sisi lain, pemerintah juga banyak membantu pengusaha kelapa sawit dengan membantu membeli CPO untuk kebutuhan biodiesel. 

Bahkan pemerintah membantu pengusaha sawit swasta dengan mengucurkan subsidi biodiesel besar melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). 

Saat harga minyak sawit dunia naik, tak seharusnya pemain besar produsen minyak goreng menjual produknya dengan harga mahal yang membebani masyarakat.  

Soal kenaikan harga karena alasan banyaknya pabrik minyak goreng yang tidak terintegrasi alias tidak memiliki kebun sawit juga tidak masuk akal.  

Ini karena hampir semua pemain besar produsen minyak goreng juga menguasai perkebunan kelapa sawit. 

Minyak goreng yang diproduksi para pemain besar juga ikut melonjak. 

Secara rata-rata nasional, harga minyak goreng di Indonesia minyak goreng kemasan bermerek adalah Rp 20.900 per kilogram. 

Harga rata-rata nasional ini masih lebih mahal dibandingkan Malaysia, Negeri Jiran yang juga produsen sawit terbesar dunia serta memiliki pendapatan per kapita 3 kali lipat lebih tinggi dari Indonesia. (R03)
 

Sumber Berita: kompas.com

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index