Keras! Impor Rektor Asing, Rektor UIN Yogya Sebut Menristekdikti Tak Paham Soal Pendidikan

Keras! Impor Rektor Asing, Rektor UIN Yogya Sebut Menristekdikti Tak Paham Soal Pendidikan
Rektor UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Yudian Wahyudi

RIAUSKY.COM - Rektor UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Yudian Wahyudi, dengan tegas menolak wacana Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Muhammad Nasir, mendatangkan rektor asing ke Indonesia.

Yudian bahkan menyebut Menristekdikti bodoh karena tidak paham masalah pendidikan nasional hingga nekat berencana mengimpor rektor asing.

"Harusnya (Menristek) tanya dulu kenapa kita tidak masuk seratus besar (PT terbaik dunia), terus lihat kenapa Singapura masuk, jangan malah mengundang rektor asing," kata Yudian, Rabu (7/8/2019).

Menurut Yudian, jika Menristekdikti ingin membandingkan pendidikan di Singapura dan Indonesia tidak bisa aple to aple. Hal ini dikarenakan jumlah kampus di negara itu jauh dibawah Indonesia yang mencapai lebih dari 4.000 Perguruan Tinggi (PT).

Ia kemudian mengusulkan pada Menteri Nasir memperbanyak anggaran untuk publikasi internasional sebagai salah satu indikator World Class University (WCU) untuk beberapa kampus terpilih seperti UGM, UI atau ITB yang saat ini sudah masuk 100 besar PT terbaik di dunia.

Kampus-kampus besar tersebut diberikan anggaran publikasi yang besar dengan target 10 tahun harus mampu menjadi kampus terbaik di dunia. Sebab belum tentu rektor asing memiliki kompetensi yang hebat padahal diberikan gaji yang besar.

"Atau orang asing itu ditarget saja bisa menerbitkan seribu makalah internasional tapi anggarannya dikurangi seribu persen, bisa tidak? Kalau tidak ya ini mubazir," tandasnya.

Dosen asing, lanjut Yudian, bisa saja didatangkan sebagai dosen tamu. Namun bila dijadikan rektor maka justru bisa mengacaukan karena rektor merupakan satu kunci dari pendidikan di PT.

"Kalau tidak, Nasir minta apa ke saya, jadi rektor UI asal dikasih anggaran besar maka tidak perlu ngundang rektor asing," tandasnya.

Yudian menyebutkan, persoalan yang dialami pendidikan tinggi di Indonesia lebih pada dosen-dosen yang lebih banyak terlatih menghapal daripada memiliki budaya menulis. Persoalan ini yang sebenarnya harus diatasi terlebih dulu alih-alih mengejar peringkat dunia.

"Ini masalah kehormatan bangsa, jangan jadikan orang asing top leader," katanya. (R04)

Sumber: Suara.com

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index