Kesempatan Jadi PNS Habis, Guru Honorer Berprestasi Ini Menangis Sehari Semalam

Kesempatan Jadi PNS Habis, Guru Honorer Berprestasi Ini  Menangis Sehari Semalam
ilustrasi aksi guru honorer menuntut haknya. Foto tak terkait berita./Foto: netralnews.

RENGAT (RIAUSKY.COM)-  Sudah hampir sebulan ini, ribuan orang di berbagai daerah di Indonesia mengikuti ujian Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) sebagai satu proses yang harus dilalui untuk menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).

Beruntung bagi mereka yang masih berusia 35 tahun ke bawah, masih dapat mengejar impian untuk mendapatkan status sebagai PNS.

Namun bagi mereka yang sudah berusia lebih dari 35 tahun, tampaknya harus mengubur mimpi untuk menjadi PNS.

Padahal diantara mereka, memiliki prestasi yang membanggakan dan sudah mengabdi kepada negara selama belasan hingga puluhan tahun baik yang berstatus sebagai pegawai honorer atau bahkan tenaga sukarela.

Alus Musyhar Laily ialah satu diantara ratusan ribu pegawai honor yang kehilangan kesempatan menjadi PNS karena pembatasan usia.

Meski namanya pernah ditulis sebagai guru berprestasi tingkat nasional.

Alus Musyhar Laily ialah seorang guru honorer yang mengajar mata pelajaran Bahasa Inggris di SMPN 1 Seberida, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu).

Wanita yang akrab disapa Alus itu, saat ini berstatus sebagai Guru Bantu Daerah (GBD) Provinsi, dimana gajinya bersumber dari APBD Provinsi.

Ia sudah mengabdi sebagai guru semenjak tahun 2008.

"Lulus dari UIN tahun 2007, saya langsung ikut tes. Alhamdulillah lulus murni," kata Alus dilansir dari tribunpekanbaru.

Menjadi guru adalah mimpi Alus, Kamis (13/2/2029).

Ia mengaku terinspirasi menjadi seorang guru, dari salah satu guru sekolahnya dulu.

Selama pengabdiannya di dunia pendidikan, Alus memberikan diri seutuhnya.

Disamping mengajar, Alus juga disibukan dengan berbagai aktifitas di luar sekolah.

Di sekolah tempatnya mengajar, ia mengaku mendapat dukungan dari Kepala Sekolah, Sri Hardono.

"Beliau yang selalu mendukung saya, memberikan saya kesempatan untuk mengembangkan kemampuan diri saya," kata Alus.

Bahkan ia beberapa kali diberikan kesempatan untuk mengikuti pelatihan di luar daerah.

Pengembangan diri yang disebut ibu dua orang anak ini tampaknya bukan hanya bualan.

Alus membuktikan potensi dirinya dengan raihan sejumlah prestasi yang berhasil ditorehkannya, baik di tingkat provinsi maupun di tingkat nasional.

Semenjak tahun 2015 hingga tahun 2019 lalu, Alus sudah mengoleksi beberapa piagam penghargaan. 

Dimulai pada tahun 2015, Alus menjadi tutor paket c terbaik tingkat provinsi, kemudian pada tahun 2016, Alus kembali terpilih menjadi tutor paket b terbaik di tingkat provinsi.

Tahun 2017 menjadi momen yang paling membanggakan dalam memorinya.

Alus meraih juara tiga diseminasi literasi tingkat nasional dengan sebuah karya sastra miliknya berupa novel yang berjudul Senggani.

"Waktu itu saya ikut pelatihan yang diadakan oleh Kemendikbud, karena saya merasa berhutang sudah dibiayai selama ikut pelatihan, maka saya menulis novel itu untuk diikutkan lomba," kata Alus.

Dalam sebulan, Alus mampu menyelesaikan tiga judul novel sekaligus. Utangnya terbayar lunas ketika nama Alus terpilih sebagai salah satu yang terbaik. 

Dilanjutkan pada tahun 2018, Alus meraih juara harapan tiga pada ajang guru berprestasi tingkat nasional.

Atas raihan itu, tahun 2019 lalu Alus berhak untuk mengikuti short course selama tiga minggu ke negeri tirai bambu.

Pada tahun 2019 lalu, Alus terpilih sebagai perempuan hebat pada ajang baiduri di tingkat Provinsi Riau. 

Deretan prestasi manis itu, kini menjadi tawar ketika Alus berbicara cita-citanya ingin menjadi PNS.

Statusnya sebagai guru honorer membuatnya malu ketika bertemu dengan guru-guru berprestasi lain di tingkat nasional.

"Kalau di bawah nama mereka itu ada NIPnya, nah kalau saya gak punya. Disitu kadang saya merasa minder," katanya.

Meski ia merasa bangga atas prestasi yang diraihnya, namun rasa malu itu tetap saja muncul di hatinya.

"Bangga itu pasti ada, tapi rasa malu itu juga ada," ujarnya dengan mata berkaca-kaca. Karena itu ia bertekad ingin menjadi PNS, karena status. 

Tiga kali, Alus berjuang mengikuti seleksi CPNS diantaranya pada tahun 2008, 2009 hingga tahun 2019.

Aturan pembatasan usia yang tertera di dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 11 tahun 2017 membuat kesempatan Alus mengikuti tes CPNS terhenti di tahun 2019 lalu. Pasalnya kini ia sudah berusia 35 tahun menjalani 36 tahun.

Alus ingat, saat tes terakhirnya di tahun 2019 lalu, nilainya kurang satu angka untuk bisa memenuhi syarat ambang batas nilai.

"Selesai ujian, saya menangis satu hari satu malam," kata Alus.

Penyesalan dan kesedihan di dalam hatinya bukan karena tak lulus, melainkan karena kesempatannya untuk mengikuti tes sudah berakhir.

Alus mengaku mendapat dukungan dari sang suami sehingga ia bisa melalui kesedihan itu.

Meski kesempatannya untuk menjadi PNS lewat tes sudah pupus, Alus tidak berhenti berjuang untuk meraih cita-citanya.

Kali ini ia berjuang bersama dengan rekan-rekannya sesama guru honorer yang tergabung di dalam forum Guru dan Tenaga Pendidikan Honorer non Kategori 35+ (GTKHNK 35+).

Tanggal 20 Februari 2020 ini, perwakilan GTKHNK 35+ akan berangkat ke Jakarta untuk melakukan aksi damai menuntut presiden menaikan status mereka menjadi PNS melalui Keputusan Presiden (Kepres).

Guru-guru honorer itu juga menuntut agar pembayaran gaji guru honorer melalui APBN.

Alus masih berstatus GBD, namun Alus mengaku tak patah semangat untuk mengajar. Ia selalu mengenang perkataan ayahnya.

"Saya mengajar dari hati, saya selalu mengingat perkataan ayah saya, hiduplah menjadi orang yang bermanfaat," ujarnya.

Kini ia menagih negara atas kerja kerasnya mendidik anak bangsa.(R04)


 

Listrik Indonesia

Berita Lainnya

Index